Tidak seorang pun di lingkungan Rukun Tetangga pada komplek perumahan itu yang tahu nama laki-laki itu yang sebenarnya. Mereka semuanya memanggilnya dengan sebutan 'Pak Kumis'. Dan tampaknya dia pun merasa nyaman-nyaman saja dengan panggilan 'Pak Kumis' untuk dirinya. Mungkin dia berbangga karena cuma dia satu-satunya laki-laki yang berkumis di lingkungan itu.
Padahal, kalau diperhatikan secara cermat, sebenarnya kumis yang melintang di atas bibir laki-laki itu gak tebal-tebal amat. Saya malahan kadang-kadang menahan tawa karena melihat kumisnya yang sepertinya tebal sebelah. Kumis yang di sebelah kanan sedikit lebih tebal dari yang di sebelah kiri. Bentuk kumis yang demikian memberi kesan lucu dan geli. Hihiihiii....
"Siapa sih nama Pak Kumis yang sebenarnya?" Pernah satu kali saya bertanya kepadanya ketika kami baru pindah ke komplek perumahan tersebut sekitar 15 tahun yang lalu.
Tapi Pak Kumis hanya tersenyum saja sambil menjawab, "Panggil Pak Kumis saja, Pak. Itu sudah cukup untuk saya." Entah kenapa dia enggan untuk memberitahukan nama aslinya. Saya pun tidak ingin mendesaknya. Apalagi, saat itu saya adalah warga baru di lingkungan perumahan tersebut.
"Saya dulunya menarik becak, Pak," jawab Pak Kumis ketika saya menanyakan apa yang membuatnya tampak kekar dan berotot. "Tapi sekarang becaknya saya sewakan ke orang lain saja."
"Usia saya 'kan akan semakin tua. Lama-kelamaan tenaganya pasti habis juga. Sekarang saya kerja di komplek perumahan ini saja, jadi satpam dan sekali-sekali bantu-bantu orang perumahan ini."
Wah, hebat juga Pak Kumis ini, sudah punya passive income, kata saya dalam hati. Apalagi, katanya pada saat itu, dia sebenarnya sudah punya tiga becak yang semuanya disewakan ke orang lain.
"Lumayanlah, Pak, untuk kasih jajan cucu-cucu," imbuhnya sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Senang hati saya kalau bisa kasih jajan cucu-cucu."
Oh, Pak Kumis sudah punya cucu?"
"Iya, Pak. Dulu saya kawin muda. Dan anak-anak saya yang perempuan 'kan cepat juga dapat jodohnya. Akhirnya, saat saya baru berumur 40an tahun seperti sekarang, tapi sudah punya cucu tiga orang. Syukur alhamdulillah, Pak."
"Wah, Pak Kumis hebat. Umur 40an tahun sudah punya cucu. Padahal saya yang seumuran dengan Pak Kumis masih belum punya cucu. Anak-anak saya masih kecil," kata saya untuk membandingkan diri saya dengannya. "Saya nikahnya telat."