Lihat ke Halaman Asli

Guru yang Menghidupi Pendidikan

Diperbarui: 25 November 2017   12:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendidikan sedianya menjadi perbincangan yang tiada habisnya. Membincangkan pendidikan, ada banyak sekali aspek yang dapat dikritisi. Mulai dari hal yang paling dasar yakni kebutuhan akan pendidikan, sampai pada tingkat yang paling tinggi yakni keberpihakan regulasi kepada kemaslahatan bangsa dan Negara. Namun, dari belantara aspek yang menunjang pendidikan itu sendiri, terdapat satu hal yang juga patut untuk diberikan ruang yang luas untuk diperbincangkan yakni bagaimana usaha segenap anak bangsa untuk menghidupi pendidikan.

Pendidikan sejatinya, bukanlah sekedar mentransferkan pengetahuan dari yang berpaham kepada yang belum paham. Namun, pendidikan harus membuat orang dapat hidup dengan orang lainnya. Learning to life together, adalah salah satu dari empat tujuan pendidikan yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).  Terdapat permenungan yang mendalam mengenai pendidikan yang membuat orang dapat hidup dengan orang lain.

Menghidupi pendidikan, mengandaikan orang yang sudah berpendidikan untuk dapat terus mengawal nilai-nilai pendidikan, salah satunya dengan memberikan keteladanan. Menghidupi pendidikan, merupakan aras paling tinggi dalam tingkat kesadaran manusia untuk merawat kehidupan. Sehingga, dengan menguasai tingkat pengetahuan serta mempelajari nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan tersebut, setiap orang (dengan sendirinya) bertanggungjawab secara moral untuk menghidupi pendidikan tersebut.

Pendidikan tidak mempunyai nyawa apabila tidak dihidupi dengan nilai. Nilai-nilai baik (virtues) menjadi pembentuk (characterize) sekaligus sebagai energi (booster)  untuk menghidupi pendidikan. Tidak sedikit kita disuguhi lakon klasik bertajuk "korupsi (uang rakyat)" yang mengaplikasikan kepintarannya untuk melepas dahaga tamak. Sungguh sebuah ironi, dimana seorang yang berpendidikan tinggi, bukannya terus-menerus menghidupi pendidikan tetapi justru menciptakan kiamat bagi pendidikan itu sendiri.

Apabila penerus bangsa terus-menerus dicekoki oleh prilaku yang tidak berpendidikan tersebut, niscaya, generasi berikutnya berada diambang kehancuran. Orang-orang hanya akan berpengetahuan tanpa berpendidikan. Orang yang berpengetahuan tanpa berpendidikan akan terus berupaya mengeksplorasi pengetahuannya, tanpa memikirkan efek kemanusiaan yang diakibatkan. Sementara orang yang berpendidikan, selalu berpikir untuk menggunakan pengetahuan sebagai wahana untuk memanusiakan manusia.

Menghidupi pendidikan secara sederhana dapat dilakukan dengan memberi teladan. Seperti ungkapan Tokoh Pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Ing Ngarso Sung Tulodo, dimana sebaik-baiknya guru adalah memberi teladan. Teladan yang berbudi pekerti, merupakan dasar dari membangun pengetahuan yang baik. Tokoh pendidikan nasional lainnya, Nicolaus Driyarkara, menyatakan, "Isi pendidikan secara fundamental adalah pemanusiaan manusia muda (anak) dan ini berarti homonisasi dan humanisasi. Keduanya memiliki arti bahwa pengangkatan manusia muda sampai sedemikian tingginya sehingga dia bisa menjalankan hidupnya sebagai manusia  dan membudayakan diri." Manusia yang mampu menghidupi pendidikan adalah manusia yang mammu membudayakan diri.

 Pada hari guru ini, tepatlah rasanya kita berrefleksi sejenak. Berpikir ulang kembali mengenai tugas guru yang mulia ini. Sudahkah kita (termasuk juga saya, dan yang bukan guru) menghidupi pendidikan kita? Sudahkah kita berpikir untuk membudayakan nilai-nilai baik kepada generasi mendatang? Selamat hari guru, bagi kita semua. Dan marilah kita menghidupi pendidikan di tempat kita berada




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline