Lihat ke Halaman Asli

Imam Wiguna

Karyawan swasta

Srini dan Wanita Tani dari Lereng Merapi

Diperbarui: 30 Januari 2018   09:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Srini Maria. M, berhenti menjadi guru dan beralih menjadi petani. (Foto: Imam Wiguna)


Mulanya seorang guru, kini malah terjun bertani.

Dalam keluarga Srini Maria Margaretha sebetulnya menitis darah petani. Namun, perempuan asal Dusun Growokringin, Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, itu justru enggan meneruskan jejak sang ayah. Saat menempuh pendidikan di perguruan tinggi pun ia lebih memilih Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tidar Magelang. 

Begitu selesai kuliah Srini menjadi guru Taman Kanak-Kanak (TK) di Kecamatan Muntilan. Empat belas tahun lamanya Srini menjalani profesi sebagai guru TK. Setelah itu Srini juga sempat menjadi guru di salah satu Sekolah Menengah Umum (SMU) Kristen di Kota Magelang.

Namun, meski tak pernah bercita-cita menjadi petani, kini kegiatan Srini justru tak bisa lepas dari dunia bercocok tanam. Ia mengebunkan aneka jenis sayuran, seperti bit merah, parsley, dan rosemary di lahan 2.500 m2 di sekitar rumahnya secara organik. Ia juga menanam 125 lengkeng jenis new kristal di tiga lokasi lahan. Ibu 57 tahun itu menanam Nephelium longan di sela-sela guludan tanaman sayuran.

Jual bibit

Dari kebun itu Srini memanen rata-rata 10 kg bit merah per pekan. Ia menjual bit merah langsung kepada pelanggan. "Biasanya mereka mengolah bit menjadi jus untuk kesehatan," ujar ibu 3 anak itu. Menurut Srini, bit dapat membantu mengatasi darah tinggi, menjaga kesehatan ginjal, dan sumber antioksidan tinggi. Ia menjual bit dengan harga Rp25.000 per kg atau total omzet dari penjualan bit mencapai Rp1 juta per bulan.

Srini juga memanen rata-rata 20 kg parsley per pekan. Ia juga menjual parsley kepada pelanggan dengan harga Rp35.000 per kg atau total omzet Rp 2,8 juta per bulan. Pelanggan juga banyak yang membeli rosemary dengan harga Rp 40.000 per kg. Dalam sepekan Srini menjual rata-rata 5 kg rosemary atau total omzet Rp 800.000 per bulan. Menurut Srini ia memilih ketiga komoditas itu karena budidayanya relatif mudah sehingga biaya produksi dapat ditekan.

"Parsley dan rosemary hanya sekali tanam, tapi bisa dipanen berkali-kali," ujarnya. Bit merah juga tidak dibatasi waktu panen. "Kalau belum ada pesanan, panen bisa ditunda, malah kalau dibiarkan ukuran umbi menjadi lebih besar," tambahnya. Meski menunda panen, tapi tidak menyedot biaya produksi karena Srini membudidayakan bit merah secara organik.

Pendapatan terbesar Srini berasal dari hasil penjualan bibit lengkeng new kristal. "Saya baru saja mendapat order bibit hingga Rp25 juta," tuturnya dengan wajah sumringah. Kini Srini tengah mempersiapkan kawasan agrowisata petik lengkeng di Kabupaten Magelang. Selain menanam lengkeng new kristal di kebun sendiri, ia juga bermitra dengan para pekebun lain di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Dukun, Sawangan, Muntilan, dan Mungkid.

"Kini total populasi lengkeng new kristal yang sudah ditanam mencapai 1.000 pohon. Sekitar enam bulan lagi ada yang mulai belajar berbuah," tutur perempuan kelahiran 18 Desember 1960 itu. Srini mengatur pola tanam lengkeng agar bisa dipanen sepanjang tahun. "Dengan begitu masyarakat bisa menikmati lengkeng kapan saja, tanpa bergantung pasokan impor dari Thailand," ujarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline