Lihat ke Halaman Asli

Imam Wiguna

Karyawan swasta

Cerita di Balik Lezatnya Kuah Beulangong

Diperbarui: 8 Januari 2018   04:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kuah beulangong makanan khas Aceh

Saat berkunjung ke Aceh tahun lalu, saya bertemu dengan sepasang  suami istri di sebuah warung kopi. Suaminya ternyata asal Bandung, orang  Sunda seperti saya, dan istrinya orang Aceh asli. Setelah ngobrol  ngalor-ngidul, sang suami bertanya ke saya apakah sudah mencicip makanan  khas Aceh bernama "kuah beulangong" atau belum? Wah saya baru dengar.  Saya kira hanya mi Aceh yang populer, ternyata ada makanan lain yang  istimewa. 

Saya yang suka berburu makanan khas daerah bila berkunjung ke  berbagai kota langsung penasaran. Si bapak langsung bercerita bahwa ia  terpikat sama istrinya setelah diajak makan kuah beulangong yang katanya  lezat tiada tara. Setelah menikah, istrinya itu sering membuatkan kuah  beulangong untuknya.

Penasaran dengan cerita bapak itu, saya langsung berburu kuah  beulangong di sepanjang kota Bandaaceh. Katanya kalau mencari rumah  makan yang menyajikan kuah beulangong pasti menempatkan kuali atau  belanga besar di depan rumah makannya. Kuali itulah wadah untuk membuat  makanan kuah beulangong. Nama beulangong itu sendiri ternyata berarti   belanga atau kuali besar, biasanya terbuat dari tanah liat.

Setelah berjalan beberapa menit, saya akhirnya singgah di sebuah  rumah makan yang di depannya memajang belanga. Ternyata betul. Rumah  makan itu menyediakan kuah beulangong. Saya pun pesan seporsi, lengkap  dengan nasi dan teh tawar hangat. Tak lama kemudian sang pemiling warung  menuangkan kuah beulangong dari belanga yang sudah menghitam itu. Dari  aromanya tercium aneka rempah yang kuat.

Dalam bahasa Aceh beulangong berarti belanga. Masakan itu dimasak dalam belanga tanah liat.

Kuah beulangong itu terbuat dari daging sapi dan nangka muda. Katanya  bisa juga menggunakan daging kambing atau kerbau. Beberapa rumah makan  biasanya juga menambahkan pisang kepok muda sebagai sayuran selain  nangka muda. Begitu dicicip, rasanya memang gurih dengan cita rasa  rempah yang kuat, mirip gulai khas rumah makan padang. Namun, kuahnya  tidak sekental gulai. Ternyata kuah beulangong tidak menggunakan santan.  Gurih kuahnya berasal dari kelapa parut yang disangrai.

Pantas saja aroma sangrai kelapa itu begitu kuat tercium sehingga  tambah membangkitkan selera. Pantas saja bapak yang bertemu saya itu  sampai kepincut sama perempuan Aceh yang pandai memasak kuah beulangong.  Rasanya memang lezat dan gurih, dengan aroma rempah dan sangrai parutan  kelapa yang khas. Selama berada di Aceh, hampir setiap hari makan  dengan kuah beulangong. Mumpung masih di Aceh, soalnya di Jakarta tidak  ada yang jual.

Ternyata kuah beulangong tak hanya mempertemukan sepasang suami-istri  yang saya temui di kedai kopi. Dalam budaya Aceh kuah beulangong adalah  simbol pemersatu rakyat Aceh. Disebut demikian karena masakan itu wajib  hadir dalam setiap kegiatan yang melibatkan banyak orang, seperti acara  syukuran, buka puasa bersama, hajatan, hari Raya Idul Fitri, dan Idul  Adha. Tak hanya saat menyantapnya saja dilakukan berasama-sama, tapi  juga saat membuatnya. Para warga bergotong royong membuat kuah  beulangong mulai dari menyiapkan bahan hingga memasaknya. Jadi, jangan  lupa mencicip kuah beulangong bila sedang berkunjung ke daerah berjuluk  Serambi Mekah itu.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline