Apresiasi merupakan pekerjaan yang mudah-mudah susah. Mudah karena ruang praktiknya luas dan penting dalam sosial manusia. Susahnya apresiasi tersebab tidak semua manusia bertindak dengan sadar atas ucapan atau perilakunya. Bisa juga karena kualitas akal dan emosi seseorang yang rendah. Kata apresiasi sendiri sangat umum digunakan di lingkungan akademik, misalnya kampus.
Di fakultas ilmu sosial, budaya, bahasa dan sastra seringkali ada penugasan apresiasi terhadap sebuah karya atau produk. Bentuk apresiasi populer adalah kritik. Menurut saya, krtitik merupakan sebuah apresiasi yang sangat penting. Kritik adalah upaya apresiasi dengan mengungkapkan nilai yang ada pada suatu karya. Maka dari itu, manusia yang aktif akalnya tidak akan anti terhadap kritik.
Izinkan saya membagikan cerita yang kurang baik tentang apresiasi dan kritik ini. Hari kemarin, Jumat 03 November 2023 saya bertemu dengan orang yang secara gamblang menutup diri untuk apresiasi atau kritik. Orang itu kebetulan sebagai ketua koperasi mahasiswa yang baru dilantik tahun ini di kampus saya.
Pada waktu istirahat, di warung koperasi saya menawarkan mahasiswa yang ada untuk membeli buku yang saya tulis. Ibu warung meminta saya untuk mengeluarkan buku yang saya maksud untuk diperlihatkan. Dengan senang, saya mengeluarkan buku dari tas untuk ditawarkan.
Seseorang yang seelsai memegang buku saya bertanya, "bukunya ini saja?"
Saya menjawabnya tidak, karena kebetulan saya menjual juga buku-buku lain. Hanya kebetulan saja buku karya saya baru terbit, dan tas saya tidak mungkin menampung semua buku ynryk dibawa-bawa. Orang itu kemudian membuat pernyataan yang cukup merendahkan.
"Saya tidak tertarik membaca buku semacam ini, sukanya matematika"
Menanggapi kata-kata ketua koperasi itu, saya hanya terdiam dan mengucap istighfar saja dalam hati. Orang ini mungkin belum sadar, bahwa setiap karya, termasuk karya sastra tidak berarti bertentangan dengan matematis.
Lebih jauh lagi, saya kira, orang ini memang tidak biasa mengkritik atau mengapresiasi. Karena sebelum membaca saja sudah membuat kesimpulan. Padahal, jika dia membuka diri untuk membaca karya sastra, termasuk buku saya itu, sangat mungkin dia menemukan banyak unsur matematis di dalamnya.
Demikianlah, barangkali tidak ada karya yang buruk. Lebih utama dari itu adalah budaya apresiasi dan budaya kritik yang semakin ke sini semakin buruk. Seharusnya mahasiswa, apalagi seorang ketua di komunitasnya tidak sesempit pikiran orang yang saya ceritakan di atas. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H