MU Menjebol Kemustahilan
Dramatis, menegangkan, dan mencengangkan. Entah kata-kata apa lagi yang bisa menggambarkan kemenangan Manchester United (MU) saat mengalahkan secara dramatis Paris Saint-Germain (PSG) di ajang Liga Champions pada leg kedua babak 16 besar (7/3/2019).
Padahal Setan Merah di posisi tertinggal 2 gol, setelah melakoni laga leg pertama di kandang MU sendiri. Seolah-olah peluang MU nyaris tak ada lagi. Mengingat selama ini MU dan tim-tim Inggris lainnya cukup kesusahan untuk bisa lolos di fase 16 besar Liga Champions.
Terlebih lagi, lawan yang dihadapi adalah tim unggulan bertabur bintang, kemudian ketinggalan agregat 2 angka, dan bermain di kandang PSG, yakni stadion Parc des Princes, Perancis.
Tentu menjadi sebuah misi yang mustahil bagi MU. Sementara di tubuh MU sendiri, beberapa pemain andalannya pun tak bisa dimainkan, karena cidera dan diganjar kartu merah. Ini menggambarkan, betapa sangat sulitnya MU untuk bisa membalikkan keadaan.
Oleh karena itu, saya merasa, kemenangan MU kali ini benar-benar membuktikan fakta adanya "campur tangan" Tuhan. "Ini takdir terbaik Tuhan untuk MU." Kemenangan MU sepertinya sudah ditulis di Lauhul Mahfuz. Jika Tuhan sudah intervensi, maka tak ada lagi manusia sehebat apa pun yang bisa melawannya. Manusia akan tunduk dan kalah. Manusia yang notabene sebagai makhluk atau ciptaan, hanya bisa patuh dan taat atas ketentuan Tuhan.
Dan ini bisa terjadi kapan saja dan ke siapa saja, termasuk urusan siapa yang kelak jadi presiden di negeri ini. Saya yakin, Tuhan telah menuliskan nama presiden kita di catatan abadi-Nya. Sehebat apa pun skenario, rekayasa, manipulasi, agitasi, dan strategi politik manusia, tetap saja akan kalah dan hancur oleh rekayasa Tuhan. Karena Tuhan adalah Sang Sutradara yang memainkan manusia sesuai peran-perannya, dan menentukan seperti apa hasil akhir cerita kehidupan manusia itu sendiri.
Pertanyaannya, mengapa kemenangan MU kali ini begitu terlihat campur tangan Tuhan? Coba kita perhatikan baik-baik, tiga gol MU, semua dilesakkan karena kesalahan pemain PSG. Bayangkan saja, penguasaan bola MU hanya 20%, meskipun ada peningkatan sedikit di babak kedua.
Dengan ball possession minim ini, tentu sangat sulit bagi MU untuk bisa menciptakan peluang secara murni di kotak penalti PSG. Selama pertandingan, MU nyaris hanya bertahan dan bertahan. MU seolah-olah hanya menunggu momentum kelengahan lawan dan bantuan Tuhan.
PSG yang Tiba-Tiba Baik Hati
Benar saja, kesempatan menjebloskan gol pun diberikan cuma-cuma oleh pemain PSG. Seolah-olah, pemain PSG sangat berbaik hati kepada MU untuk bisa lolos ke perempat final Liga Champions.