Lihat ke Halaman Asli

Imam Subkhan

Author, public speaker, content creator

Sebagai Nahdiyin, Saya Menolak Aksi Pembakaran Bendera Simbol Agama

Diperbarui: 23 Oktober 2018   14:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: http://www.voa-islam.com

NIAT dan motif sangat penting di dalam hukum agama dan negara. Di dalam agama sendiri, perbuatan kita bernilai ibadah atau tidak di hadapan Tuhan, itu tergantung niat.

Niat letaknya di hati, meskipun bisa dilafalkan di mulut. Sayangnya, kita tak pernah bisa tahu niat atau suara hati seseorang. Hanya orang tersebut dan Allah yang mengetahuinya.

Tetapi, yang bisa kita lihat adalah sesuatu yang tampak, yaitu tindakan orang dan akibat yang ditimbulkannya. Termasuk peristiwa pembakaran bendera yang saat ini sedang gaduh luar biasa, terutama di kalangan umat Islam.

Secara pribadi, saya jelas sangat tidak setuju dengan model bakar-membakar bendera, sekali pun itu bendera organisasi terlarang, jika itu benar adanya. Terlebih yang dibakar memuat simbol agama, seperti huruf, kata, dan kalimat wahyu Allah (dalam hal ini kalimat tauhid), jelas-jelas ini tak dibenarkan.

Saya sendiri, jika menemukan kertas bertuliskan huruf Arab, meskipun itu bukan ayat Al Quran, entah di jalan atau di mana pun, selalu saya ambil dan menyimpannya, bahkan sampai kertas itu kumal dan tulisannya memudar.

Menurut saya sebagai orang nahdiyin, itu adalah bagian kita menghormati dan menghargai agama ini. Simbol sangat penting, meskipun kita tak boleh mengesampingkan substansi dan pengamalannya. Termasuk saya selalu meletakkan Al Quran lebih tinggi di antara buku atau dokumen lain.

Jika ada tumpukan buku-buku, selalu Al Quran yang di atas. Dan sebisa mungkin, ketika kita membaca Al Quran dalam posisi bersila di lantai, sebaiknya kita letakkan Al Quran di pangkuan, bukan ditaruh di lantai. Karena bisa menjadi sejajar dengan kaki kita. Dan ini tidak etis. Selain itu, karena Al Quran adalah kitab yang suci, maka kita yang membaca juga harus dalam keadaan suci, alias tidak berhadas dan tidak terdapat najis. 

Nah, menurut saya, ini adalah adab, etika, dan akhlak seorang muslim yang selalu memperhatikan hal-hal yang kecil, mulai dari memperlakukan kitab sucinya. Dan dari perhatian yang kecil ini, bisa menjadi salah satu ukuran kadar iman seseorang.

Oleh karena itu, sikap saya pribadi dengan peristiwa pembakaran bendera ini (baca: saya bukan siapa-siapa) adalah sebagai berikut:
1. Meminta kepada para pelaku pembakaran dan organisasi yang menaunginya untuk dengan ikhlas minta maaf kepada umat Islam secara terbuka. Terlepas dari alasan, itu bendera organisasi terlarang atau bukan, yang jelas kejadian ini telah menimbulkan kegaduhan yang luar biasa.
2. Meminta aparat polisi untuk bisa mengusut secara tuntas, obyektif, dan terbuka tentang kronologi peristiwa pembakaran bendera ini. Mulai dari siapa yang membawa bendera, hingga terjadi perebutan, dan pembakaran. Jika tindakan ini dianggap bersalah secara hukum, maka berikanlah sanksi yang tegas dan setimpal kepada para pelaku.
3. Meminta kepada seluruh umat Islam untuk menahan diri, tidak mudah terhasut, dan terprovokasi, sehingga bisa menyulut pertumpahan darah sesama muslim. Jika ingin melakukan aksi atau demonstrasi, silakan saja, tetapi tetap dilakukan secara tertib dan mengedepankan akhlak yang mulia.
4. Ke depan, meminta kepada semua elemen masyarakat, untuk tidak melakukan aksi bakar-membakar, apa pun itu bentuknya. Ingat, api adalah simbol nafsu angkara, emosi, amarah, dan merupakan bahan wujud syaitan. Maka, jauhi itu!

Sekadar gagasan pribadi, semoga bermanfaat!
#UmatIslamBerakhlakMulia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline