Refresh. Refresh. Dan terus refresh. Setiap aku klik, selalu ada laporan yang menusuk. Menusuk mata, telinga, hati, dan jiwa kami. Permasalahan bukannya tambah terang. Justru makin kelabu. Mungkin sebentar lagi hitam. Gerah hati ini melihat situasi yang ada. Prihatin, khawatir, kasihan, was-was, semua itu begitu keras menggempur bentengku. Bagaimana tidak???? Kewajaran sudah lenyap. Berbagai macam kejadian membuat kami istighfar dan menghela nafas panjang. Tak habis fikir. Ini musibah yang dialami temanku Bisyri: Bisyri Ichwan Maaf saya menuliskan ini dalam keadaan marah bercampur takut. Barusan, baru beberapa menit pihak militer Mesir melepaskan saya setelah mereka puas mengintrogasi saya dan ke enam sahabat saya di markaz mereka. Militer mendatangi kami di rumah kami satu kompi beserta para pimpinannya. Semua membawa senjata laras panjang lengkap. Seisi rumah digeledah. Semua barang di buka satu persatu. Laptop dan hp disita oleh mereka. Dokumen-dokumen yang ada di laptop saya di obrak-abrik. Kami dibawa ke dalam mobil layaknya para tahanan. Di dalam mobil saya, asif dan Omar ditodong oleh satu kompi dengan senjata laras panjang diarahkan ke kami, seakan mereka sudah siap untuk melepas senapan itu sewaktu-waktu. Oh..masih adakah orang yang mengatakan Mesir masih aman ???!!! Di dalam markaz militer, entah sudah berapa ratus pertanyaan yang diarahkan ke kami, ke saya. Mulai dari pertanyaan yang mengada-ngada dan tidak pernah terfikirkan oleh saya. Mulai dari tuduhan kami ikut gerakan demonstrasi untuk menurunkan presiden. Wahai Pak DUBES…terus terang, SAYA INGIN PULANG, SAYA SUDAH TIDAK BETAH DI MESIR. Tolonglah, kalau berniat evakuasi jangan setengah hati seperti ini. Apa harus nunggu korban-korban berikutnya yang harus ditangkap militer. Apa harus nunggu ada yang mati dari kami baru melakukan evakuasi secara besar-besaran. Ya Allah…saya ingin menangis. Salam Bisyri Ichwan Ditambah lagi dengan ditahannya lokal staff KBRI bersama supirnya yang sedang bertugas. Padahal mereka sudah memakai mobil diplomasi berplat hijau. Tetapi masih juga ditahan dan baru keluar pukul tujuh pagi. Mungkin kalau sekedar diperiksa itu wajar. Namun beberapa mahasiswa sudah menerima perlakuan fisik. Bahkan ada yang sampai dimasukkan ke tank. Ini sungguh keterlaluan. Aku melihat dengan mata kepala sendiri siaran di Aljazeera, ada mobil putih yang menabrak brutal demonstran, setidaknya dua puluh yang tertabrak. Dan kacaunya lagi, ada info kalau itu mobil berplat hijau alias mobil diplomasi. Keadaan diperkeruh dengan siaran radio lokal yang menyatakan bahwa kejadian demo ada andil dari orang asing. Yang lebih menyakitkan lagi, ada petinggi partai di Indo yang mengklaim bahwa penurunan presiden Mesir, dibantu oleh kadernya yang di sini. Tak henti-henti aku beristighfar, dalam situasi seperti ini masih ingin berkampanye partai, partai, partai, partai, partai. Kampanye murahaaaaaan. Tidak bermodal. Bahkan tidak bermodal otaaaaak. Kini kami yang kena imbasnya. Dan kini warga asing yang tersisa, warga Indonesia. Warga negara lain sudah lebih dulu dievakuasi. Aku maluuuuuuu. Malaysia yang jumlahnya sekitar 11.000 sudah keluar dari negara ini. Sedangkan Indonesia baru sekitar 850 yang dievakuasi. Yang tak habis fikis, pejabat KBRI setempat mengatakan keadaan aman, tapi mengapa anak dan keluarga mereka sudah lebih dulu dievakuasi. Mungkin mereka bisa berkata aman. Karena rumah mereka dijamin keamanannya, keluar rumah dengan kawalan dan mobil dinas, untuk membeli kebutuhan primer, pastilah pembantu yang keluar membeli. Lalu kami???? Rumah kami bisa kapan saja digedor. Contohnya kawanku Bisyri di atas. Pergi ke luar tanpa kendaraan pribadi apalagi kawalan. Ingin ambil uang atau beli kebutuhan, pasti dilakukan sendiri. Tanpa pembantu. Akkkhhhh, semakin tertusuk rasanya. Hingga saat ini pesawat yang dikirim hanya satu. Dan itupun tidak setiap hari. Memang pemerintah mau nunggu apalagi??? Nunggu bertambahnya penangkapan, nunggu kami berdemo ke KBRI. Kami tahu diri. Kami sangat menahan emosi. Kami tidak ingin memperkeruh suasana. Sengaja aku menulis dua catatan sebelumnya untuk mengimunisasi diriku agar tidak panik dengan keadaan. Tapi detik ini aku ikrarkan imunisasiku tidak mempan. Keadaan berubah 180 derajat. Mata yang tadinya teduh memandang kami, kini berubah tajam menusuk. Senyum yang tadinya ramah menyambut kami, kini berubah menjadi sinis dengan mimik semburat bengis. Ahhhh, cukup sudah. *** Silahkan follow grup kami, dan kami mohon bantuannya http://www.facebook.com/faqieh.ahmed/posts/1784775335477#!/home.php?sk=group_106862692724092
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H