Salah satu kajian menarik, terkait gerakan Islam dalam sepuluh tahun terakhir adalah Green Islam di Indonesia. Kemunculannya juga, mungkin bisa dikaitkan dengan isu kerusakan ekologi yang semakin mengancam kehidupan manusia.
Bagi kalangan aktivis lingkungan hidup, isu ekologi menjadi garapan mereka sehari-hari. Namun bagi sebagian aktivis Islam, isu lingkungan ini memang masih jauh dari isu sentral yang sering mereka suarakan. Memang, organisasi keagamaan Islam seperti Muhammadiyah, sudah berusaha mengangkat isu tentang lingkungan.
Muhammadiyah telah merespons isu-isu lingkungan melalui penyusunan Fikih Air pada tahun 2014, dan Fikih Kebencanaan di tahun 2015. Keputusan ini, memang cukup menggembiraka dan bisa dikatakan mencerminkan adanya perhatian serius terhadap tantangan lingkungan yang dihadapi dunia dan manusia saat ini.
Tampilan yang cukup mentereng, memang disematkan atas kepedulian organisasi Islam ini, sekaligus menunjukkan bagaimana Muhammadiyah berusaha memberikan panduan praktis dan relevan dalam rangka mengelola sumber daya air dan menghadapi risiko bencana.
Penyusunan Fikih Air dan Fikih Kebencanaan oleh Muhammadiyah, dilakukan dengan sangat serius. Pembahasannya telah melibatkan pemikiran dan kajian mendalam yang melibatkan para ilmuwan dan ahli fikih di dalamnya. Langkah ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah tidak hanya melihat isu-isu tersebut sebagai permasalahan sekunder, melainkan sebagai bagian integral dari kehidupan umat Muslim, dan manusia pada umumnya.
Fikih Air dan Fikih Kebencanaan adalah dokumen-dokumen penting yang disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, dan merupakan hasil dari Musyawarah Nasional Tarjih pada tahun 2014 di Palembang, dan tahun 2015 di Yogyakarta.
Kedua dokumen ini, bisa dikatakan sebagai upaya serius organisasi Islam yang memiliki aset umat Islam terbesar di Indonesia ini, dalam merespons isu-isu lingkungan dan bencana alam yang semakin mendesak di tengah kompleksitas tantangan global.
Namun, belakangan, kepedulian itu terasa mandul. Dokumen hebat itu seperti macan ompong dan terlihat betapa kurang efektifnya garapan isu itu di lingkungan internal Muhammadiyah sendiri.
Salah satunya, dapat dilihat dari ketika mereka sepakat untuk menerima tawaran dari Presiden Joko Widodo agar ormas keagamaan ikut dalam pengelolaan tambang. Memang, tawaran mimpin penghasilan yang di dapat bisa cukup menggoda, tapi bagaimana dengan isu kerusakan ekologi yang dihadapi umat manusia saat ini.
Padahal, dalam pengajian Tarjih PP Muhammadiyah pada tanggal 30 November 2022, pada dokumen yang berjudul Akhlak Terhadap Lingkungan, menyebutkan dengan jelas sejumlah alasan yang memperlihatkan betapa pentingnya isu lingkungan ini.
Selengkapnya dokumen itu menyebutkan tentang krisis lingkungan sudah menjadi problem global. Tanah rusak karena buangan limbah dan tumpukan sampah terus-menerus merusak tanah.