Pelatih sudah berkali-kali memberi tahu Mukidi agar senantiasa berpaku kepada skema 4-4-2 yang sudah digodog berhari-hari menjelang pertandingan resmi. Empat gelandang yang dibagi antara gelandang serang dan bertahan. Dua orang tukang gedor pun sudah berlatih sedemikian rupa agar mampu melesakkan bola ke gawang lawan.
Sekiranya pertandingan berjalan alot hingga perpanjangan waktu pun sudah diprediksi kemungkinannya akan terjadi. Makanya pelatih fisik getol untuk memompa otot para pemain agar liat dan kuat menghadapi pertandingan nanti.
Pun mengenai gaya bermain, sportif dan kompak. Pertandingan sepakbola bukan bermain catur yang cuman duduk-duduk sambil ngoceh nyeruput kopi. Sambil ngupil juga bisa. Sepakbola adalah pertandingan komplimenter dan teamwork. Tidak bisa jika sukses menyarangkan bola striker pongah tepuk dada tapi kalau kalah yang disalahkan para pemain belakang. Padahal bola di sepak teman se-tim ke arahnya agar bisa ditendang ke gawang lawan.
Sepakbola adalah sebuah citra. Tapi bukan pencitraan. Sepakbola adalah citra tentang permainan otot, otak, kolektifitas dan endurance. Daya tahan adalah keniscayaan. Buat apa lihat dan keren dribling, shootting, heading, keeping dan beraksi hanya kuat bermain sepanjang 15 menit?
Mukidi, si pemain hasil binaan para wartawan bola yang kehilangan citra dari Ricky Yakobi atau Kurniawan Dwi Julianto ternyata tidak sepenuhnya bisa bermain seperti dua pemain yang sudah pudar masanya itu. Pemain yang dipoles luar biasa oleh beberapa tabloid olahraga itu tidak sepenuhnya bisa memenuhi ekspektasi para penggila bola. Sudah kurus dan cengengas-cengenges, Mukidi semakin menunjukkan dirinya memang tidak piawai bermain bola. Terperangkap offside berulang kali, menahan bola selalu gagal hingga gampang direbut lawan hingga sudah berhadap-hadapan dengan kiper lawan pun bola tidak berbuah gol.
Puncaknya adalah saat Mukidi semakin frustrasi karena teriak penonton di tribun Selatan, Barat hingga VIP yang kian riuh meneriakan, "Mukidi keluar, Mukidi Out..." berulang kali. Alih-alih semakin membaik penampilannya, si Mukidi ini kian tidak terkendali. Skema 4-4-2 tidak lagi nyantel di otaknya. Yang penting begitu ada bola, entah teman se-tim atau dikaki lawan akan di rebutnya. Yang penting gol di dalam kepalanya.
Alhasil, tidak hanya pelatih lawan menjadi ngamuk tidak ketulungan. Pelatih Mukidi pun akhirnya mulai panas pantatnya. Pelan namun pasti pelatih, pemain yang ada di bench dan para pendukung tim-nya Mukidi mulai ikut-ikutan riuhnya teriak-teriakan, "Mukidi out, Mukidi out,..Mukidi out!"
Wow,Mukidi makin panas. Situasi yang seharusnya terjadi hanya di ruang ganti pemain tidak mampu lagi dia tahan untuk tidak terjadi. Mukid berlair dan menjegal temannya sendiri. Bola yang dia rebut dari kaki langsung dia tendang ke gawangnya sendiri. Oalah, Mukidi benar-benar ngawur dan ngamuk. Dan, ......GOL!
Ya, Mukidi berhasil melakukan gol bunuh diri. Sambil berlari ala Lionel Messi, Mukidi menarik kaos seragam dan dia tutupkan ke wajahnya.
Brakkkk!!.....Mukidi nabrak bendera corner kick dan bablas menabrak papan reklame pinggir lapangan. Sontak penonton memberikan applaus...."Mukidi goblog...Mukidi goblog,.."...berulang kali sambil melakukan Mexican Wave di stadion. Bener-bener dramatis!
Wasit dan pelatih Mukidi berlari mendekat. Prittt......dan slap! Satu kartu kuning dari wasit dilambaikan di depan hidung Mukidi yang bonyok memar karena menabrak banyak hal ekses dari kegembiraan semu-nya. Dan slap! Wow, satu kartu kuning lagi dikeluarkan oleh pelatih Mukidi sendiri.