The Untouchable, bak se-ekor belut super licin yang jujur kita perlu berikan salut setinggi-tingginya kepada Setya Novanto yang kali ini menjadi tersangka kasus E-KTP minus rompi orange untuk para pesakitan KPK. Wajah sumringah dan ekspresi yang innocent menjadi penghias headline beberapa hari kedepan beberapa mass media konvensional dan digital. Wajah Ketua DPR RI dari Partai Golkar ini memberikan kesan tidak ada yang perlu dikhawatirkan atas dirinya.
Persepsi di atas walhasil berbalik kepada kita, rakyat Indonesia. Jangan-jangan kita yang kudu berkhawatir-ria terkait status tersangkanya Papa Minta Saham ini. Bayangkan betapa dulu Jokowi dengan wajah berwarna kelam penuh intonasi menahan amarah meminta Mamas Ganteng pemilik kekayaan ratusan milyar ini ditahan atas kasus pencatutan namanya di Freeport dulu.
Setya Novanto yang dalam rekaman berita yang di saring dari beberapa media antara lain;
- 1999 - Kasus pengalihan hak piutang (cassie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang diduga merugikan negara Rp904,64 miliar. Kasus ini meletup setelah Bank Bali mentransfer Rp 500 miliar lebih kepada PT Era Giat Prima, milik Setya, Djoko S. Tjandra, dan Cahyadi Kumala.
- 2003 - Kasus penyelundupan beras dari Vietnam sebanyak 60 ribu ton.
Setya bersama rekannya di Golkar, Idrus Marham, diduga sengaja memindahkan 60 ribu ton beras yang diimpor Inkud, dan menyebabkan kerugian negara Rp 122,5 miliar. Keduanya dilaporkan pada Februari-Desember 2003 telah memindahkan dari gudang pabean ke gudang nonpabean. Padahal bea masuk dan pajak beras itu belum dibayar. - 2006 - Kasus penyelundupan limbah beracun (B-3) di Pulau Galang, Batam.
Setya Novanto disebut-sebut berperan sebagai negosiator dengan eksportir limbah di Singapura. - 2012 - Kasus Korupsi Proyek PON Riau 2012
Setya diduga mempunyai peran penting dalam mengatur aliran dana ke anggota Komisi Olahraga DPR untuk memuluskan pencairan anggaran Pekan Olahraga Nasional di anggaran pendapatan dan belanja negara. Ia pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi pada 29 Juni 2012 sebagai saksi, karena pernah ditemui Gubernur Riau Rusli Zainal untuk membahas PON Riau. - 2013 - Kasus dugaan korupsi proyek pengadaane-KTP.
Nama Setya Novanto disebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menyebut Setya dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, sebagai pengendali proyek e-KTP. Nazaruddin menuding Setya membagi-bagi fee proyek e-KTP ke sejumlah anggota DPR. - 2015 - Kasus dugaan Setnov meminta fee untuk perpanjangan kontrak karya PT. Freeport Indonesia.
Nama Setya Novanto kembali santer disebut terlibat dalam kasus dugaan meminta fee atas proposal yang diajukan oleh PT. Freeport Indonesia yang saat itu Sudirman Said sebagai Menteri ESDM mengadukan Setnov ke MKD (Majelis Kehormatan Dewan) atas sangkaan tersebut. Hasil dari pertikaian panas tersebut menghantarkan Setnov ke tampuk pimpinan DPR RI plus pernyataan fantastis tentang pengajuan Jokowi sebagai Presiden untuk periode kedua dari Partai Golkar.
Dari rencengan kasus-kasus diatas tidak ada yang mampu menendangnya ke dalam penjara. Hebat, super hebat!
Setya Novanto adalah politikus super licin, jago lobbying dan risk taker. Masih ingat di memori kita semua saat dirinya mengunjungi langsung Presiden bahlul, Donald Trump saat berkampanye dulu. Gaya dirinya bersalaman dan berpose memberikan aksentuasi bahwa politik memang tidak mengenal lawan dan kawan abadi. Lawan bagi orang lain belum tentu menjadi lawan bagi kepentingan diri sendiri. Begitulah Setya Novanto mengajari kita bermain politik tiga ribu kaki. Dan sepertinya Jokowi memiliki ketertarikan melihat dan menggunakan skill mumpuni Setnov tersebut.
Entah apa yang tengah terjadi dengan status tersangka Setnov ini, apakah akan bergulir seperti hiruk-pikuk saat kasus Papa Minta Saham dulu? Baper-nya Jokowi saat namanya di catut berakhir dengan kehebatan Yasonna Laoly memainkan lakon "kepengurusan kembar" di Partai Golkar dan akhir manis seperti yang kita lihat bersama. Akhir dari drama Papa Minta Saham adalah mesranya hubungan si Pencatut dan Tercatut.
Lalu apakah saat ini salah bentuk dari satu permainan kelas tinggi kembali dilakonkan lagi? Melihat Setnov yang tersenyum manis minus rompi orange khas-nya seorang tersangka kasus Tipikor membangkitkan spekulasi yang liar. Jangan-jangan politik dagang babi tengah berlangsung damai dan sejahtera. Dengan jumlah 91 kursi di DPR RI, Partai Golkar mempunyai peran yang sangat strategis sebagai penentu keputusan politik yang ada. Jokowi akan sangat menaruh harapan tinggi di kepemimpinan Setnov di partainya. Meskipun PDI Perjuangan dengan 109 kursi, Nasdem dengan 35 kursi dan Hanura dengan 16 kursi berikut sejumlah partai oposan dan kritis seperti Gerindra 73, PKS dengan 40 kursi dan PAN dengan 49 kursi maka kontestasi sedemikian sengit akan terjadi.
Jokowi akan banyak menaruh harapan pada Setnov. Penetapan status Setnov bisa dimaknai sebagai sebuah upaya, sebuah inisiasi strategis untuk terciptanya deal-deal politik yang zalim. Jangan terlalu percaya dengan politik santun, selama substansi dari politik yang di anut adalah kekuasaan maka pernyataan Machiaveli menjadi firmed!
KPK kini memang terlihat sebagai operator ketimbang eksekutor pada beberapa kasus terakhir. Cukup menghibur sih, semenjak Jokowi jadi presiden terlihat KPK lebih keren aktingnya. Tidak seperti jaman Abraham Samad yang kurang penjiwaan dan skrip naskah cerita yang kurang berbobot.
Voting untuk RUU Pemilu tentang ambang batas presidential threshold yang diajukan oleh pemerintahan Jokowi sebesar 20% adalah sebuah skenario para machiavellian yang rakus kekuasaan, yang di kepala mereka adalah kekuasaan dan kekuasaan. Menyengsarakan rakyat sekalipun jika baik untuk mempertahankan kekuasaan adalah keniscayaan.
Mau taruhan bakalan seperti apa nasib Setnov? Jangan! Dosa hukumnya.