Di suatu zaman yang begitu modern hiduplah seorang pemuda paruh baya bernama Soprapto bin Jalil. Dia merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara, kedua kakaknya bernama Paimin dan juga Paijo. Keluarga ini begitu bahagia dan harmonis, mereka sangatlah kompak dalam berbagai hal. Kedua orang tua Suprapto begitu menerapkan prinsip-prinsip saling memiliki dan tidak membedakan antar sesama anak. Suprapto begitu bahagia memiliki keluarga yang didambakan oleh setiap anak di dunia. Keluarga Jalil tinggal di desa yang bernama Sepat, nama desa tersebut diambil karena mayoritas penduduk memelihara ikan sepat. Mereka menganggap bahwa ikan sepat-lah pembawa rejeki bagi mereka, sehingga terdapat kepercayaan barangsiapa yang memakan ikan sepat maka mereka akan mendapatkan suatu bencana.
Keluarga bapak Jalil merupakan seorang penganut agama Islam yang taat, mereka menganggap bahwa tuhan itu Allah. Mereka tinggal didalam gubuk yang sudah reyot dan tidak pantas untuk ditempati. Kedua kakaknya tidak bisa mengenyam pendidikan seperti halnya anak-anak lain yang cukup beruntung. Tidak demikian dengan Suprapto, dia anak yang cukup beruntung sebab ada seorang dermawan dengan sukarela menyekolahkannya dari SD hingga tamat SMA. Tidak banyak dermawan yang memiliki kepedulian yang begitu tinggi selain bapak Ali. Suprapto termasuk anak yang rajin, baik itu dalam lingkungan sekolahnya maupun di rumah. Apabila teman-teman sekelasnya setelah pulang sekolah bisa langsung bermain ataupun makan siang. Tidak demikian dengan Suprapto, ia harus menahan lapar dan langsung ikut ayahnya bekerja sebagai juru parkir di salah satu toko milik bapak Ali.
Bapak Ali merupakan salah satu pengusaha sukses yang tinggal ada di desa Sepat. Alasan beliau menyekolahkan Suprapto hingga tamat SMA karena bapak Jalil merupakan teman lamanya yang sering membantunya dulu. Pernah suatu ketika toko bapak Ali disatroni oleh dua orang perampok, mereka menodongkan pistol ke karyawan dan meminta uang. Pada saat kejadian tersebut semua orang ketakutan dan tidak ada yang berani melawan. Tidak demikian dengan bapak Jalil, beliau yang pernah mengenyam ilmu pencak silat dengan tangan kosong dapat melumpuhkan para perampok. Kedua perampok itupun mendapatkan banyak sekali bogem mentah dari masa yang telah geram. Bapak Ali pun berjanji akan mengabulkan segala keinginan pak Jalil, tapi dengan kesopanan yang dimiliki beliau menolak pemberian bapak Ali. Melihat kelakuan tersebut pak Ali merasa kagum dan terheran, sebab masih ada manusia yang memiliki ahklak yang begitu bagus. Tanpa pikir panjang maka pak Ali langsung berinisiatif menyekolahkan Suprapto yaitu anak bungsu pak Jalil.
Sejak saat itu pak Ali sangat menghormati temannya tersebut. Suprapto pada awalnya tidak ingin sekolah dan lebih memilih untuk bekerja seperti kedua kakaknya. Suprapto kecil masih belum memahami tentang makna sekolah itu sendiri sehingga ia lebih banyak bolos daripada masuknya. Sampai suatu ketika ia bertemu dengan seorang anak kecil gelandangan yang tidak bisa membaca dan berhitung, sehingga seringkali ia dimanfaatkan oleh para pengumpul rongsokan. Ia pun mulai bertanya-tanya apakah kedua orangtuanya juga dimanfaatkan seperti itu oleh para pengepul. Ternyata apa yang dia pikirkan terbukti benar, sejak saat itu ia mulai rajin bersekolah dan kemampuannya meningkat drastis. Bahkan ia mampu mengalahkan anak-anak sekelasnya yang lebih kaya dari dirinya. Banyak guru yang menyukai Suprapto sebab sifat anak ini yang begitu sopan, suka membantu dan rajin pula. Ia pun dijadikan ketua kelas oleh wali kelasnya.
Dia memiliki seorang teman yang bernama Randi, ia merupakan anak kaya dan waktunya hanya digunakan bermain-main saja. Seringkali pekerjaan rumahnya diberikan kepada Suprapto, sebagai imbalannya Suprapto akan ditraktir sepuasnya oleh Randi. Kegiatan ini terus menerus terjadi hingga kelas 5 SD. Suatu hari Suprapto tidak sempat mengerjakan pekerjaan rumah dari gurunya baik itu miliknya maupun Randi, sehingga guru pelajaran tersebut pun memarahi mereka dan mewajibkan bagi keduanya untuk menulis kalimat “Saya berjanji untuk tidak menyia-nyiakan waktu lagi”. Mendapatkan pekerjaan tersebut Randi pun memulai kebiasaannya dengan memberikannya pada Suprapto. Kali ini Suprapto menolak suruhan Randi dan tidak akan membantunya dalam pekerjaan yang selama ini diberikan padanya. Melihat tanggapan Suprapto tersebut Randi pun mulai kesal dan memutuskan pertemanan seketika itu pula.
Sejak saat itu Randi pun memusuhi Suprapto karena dia sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi. Suprapto pun mulai mengingatkan Randi agar dia menghentikan perbuatan tersebut. Randi tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Suprapto, ia merasa bahwa uang dapat memiliki segalanya. Suprapto pun menyingkir dari kehidupan Randi dan ia mulai mencari jati dirinya sendiri. Sampai suatu ketika ia menemukan seorang teman bernama Bimo, ia merupakan anak yang tidak terlalu pandai tetapi memiliki impian yang begitu besar yaitu ingin merubah dunia ini dengan tangannya sendiri.
Suprapto yang sekarang kelas 2 SMP sudah sangat dekat dengan Bimo dan begitu mengaguminya. Tetapi Bimo ternyata hanyalah anak malas yang tidak mau berusaha untuk mewujudkan impiannya. Suprapto seringkali mendapati Bimo kena hukuman karena terlambat masuk sekolah. Suprapto pun mulai ragu dengan apa yang dikatakan oleh Bimo, ia pun mulai sering berdiskusi dengan Bimo. Sampai suatu ketika ia bertanya kepada Bimo bagaimana ia memiliki impian yang begitu tinggi. Bimo pun mulai bercerita bahwa ia mendapatkan impian tersebut berdasarkan komik yang sering ia baca. Bimo percaya kalau hidup tidak akan dapat berjalan tanpa adanya mimpi.
Suprapto mulai memikirkan apa yang dikatakan oleh Bimo dan Randi. Ia pun mulai berasumsi bahwa dunia akan mengalami perubahan dengan uang dan mimpi. Suprapto tidak bisa menerima begitu saja pendapat Bimo, karena ia melihat kelakuan yang dilakukan Bimo tak sama dengan impiannya bukankah itu hanya kebohongan semata. Ternyata pertemanan dengan Bimo hanya sampai lulus SMP saja, karena keduanya memilih jalan yang berbeda Bimo memilih masuk SMK sedangkan Suprapto masuk ke SMA.
Ini adalah waktu terakhir bagi Suprapto mengenyam pendidikan. Karena perjanjian dengan pak Ali hanyalah sampai lulus pendidikan SMA saja. Kerajinan Suprapto mulai menurun, ia sekarang lebih sering malas untuk masuk sekolah. Pencarian jati dirinya masih belum selesai, sampai suatu ketika ia bertemu dengan seorang guru Matematika bernama pak Joko. Beliau orangnya begitu disiplin dan selalu memaksa muridnya untuk paham akan pelajaran yang diberikan. Suprapto melihat pendidikan tidak mengalami perubahan yang signifikan, di setiap tahun ketiga selalu ada ujian bersama yang diselenggarakan oleh pemerintah. Dan lagi semua guru dipaksa untuk menyelesaikan segala materi sesuai dengan silabus yang diberikan oleh pemerintah. Hal itulah yang telah membentuk karakter pak Joko, beliau menjadi orang yang sangat disiplin.
Suprapto melihat pendidikan hanya dibangun di atas sebuah kertas yang terdiri atas angka-angka. Seorang siswa dipaksa untuk mendapatkan nilai di atas rata-rata padahal kemampuan setiap orang tidaklah sama. Seorang siswa hanya dapat dilihat dari kemampuan akademisnya apabila nilainya baik maka baiklah seluruhnya. Melihat hal tersebut membuat hati Suprapto bangkit dan berontak, ia pun mulai membangun impiannya dan menghubungkan dengan agama Islam yang ia yakini. Bahwa dia akan memulai mengubah dirinya sendiri terlebih dahulu sesuai dengan ayat suci Alquran surat (ar-Ra’d: 11) yang artinya “.... Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri ...”
Di saat acara wisuda yang diselenggarakan oleh SMA-nya ia memilih untuk tidak datang. Sekarang ia mulai melakukan usaha dengan memberikan pembelajaran kepada siapa saja yang ingin belajar. Ia mulai mengajari para warga miskin yang buta aksara dan tidak bisa berhitung. Selain itu ia memiliki impian mengubah dunia ini dengan tangannya sendiri melalui jalan menjadi pengusaha. Ia melihat banyak pemuda yang tidak memiliki impian dan motivasi dalam hidupnya. Ia memberikan motivasi kepada siapa pun yang ingin mendapatkannya.
Suprapto yang merupakan anak desa sekarang menjadi orang hebat di depan mata teman-temannya. Suprapto selalu mengingatkan kepada para pemuda bahwa kalian adalah motor penggerak bangsa yang akan menentukan masa depan bangsa ini. Segala perbuatan yang dilakukan oleh pemuda akan menjadi tonggak dasar pembentuk bangsa. Para orang tua hanya akan memberikan penilaian dan sejumlah pemikiran di masanya dulu. Ayo pemuda bangsa jangan pernah ragu dan bimbang dalam melakukan perubahan, tapi yang paling utama perbaikilah lebih dahulu diri kalian sebelum mengubah yang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H