Lihat ke Halaman Asli

Imam Muhayat

Karakter - Kompetensi - literasi

Duren Tiga

Diperbarui: 31 Juli 2022   08:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tangan apimu. Muntahkan amarah birahi cinta. Terkurung dalam lobang-lobang  peluru. Pemantik menyalak bola api. Bersarang memutus urat nadi. Duren tiga gempar. Hingga semua mata tertutup. Saksikan sumber jeritan suara. Bekas-bekas guratan. Usapan air mata anak-anak pandemi.

Saksi bisu terus membisu. Sementara angin tetap berlalu. Pohon-pohon tetap meranting di sela sisi ruang. Burung-burung pun tetap berkicau. Semuanya ikut bersaksi tanpa alibi. Gagang amunisi siapa. Merenggut nafas siapa. Andakata lini masa Dawud diputar di sini. Tak setitik lidik. Serumit saat ini.

Kini, Duren Tiga kembali.  Seperti dulu lagi. Pabrik korek api. Migrasi menjilma luapan amunisi. Itu senja menjelang petang. Tanpa lampu penerang. Kegelapan selalu menjadi penghalang.

Di sini aku bersaksi. Bahwa tiada kata tanpa mengungkap makna. Juga tiada suara jika tanpa gesekannya. Apalagi, peristiwa tanpa sebenar penyebabnya. Betapa gelap selalu bersarang pada malam hari. Irisan fajar pasti cerah di esok hari.

Imam Muhayat, Nusa Dua, 31 Juli 2022




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline