Kalakala sesuatu yang baru
Menyulut picu dan memeran ragu
Buah gelisah memacu arah
getar tanah mendarah kabilah
Bilah-bilah menggelar kerakah
Seteru antar suku meruncing kaku
Tak hanya berasal beda baju
Tapi tersorong nafsu, paru dunia baru
Lama telah berlalu
Saat padang pasir bergigir jahil
Datanglah ia permata baru
Anehnya, mereka seperti disambar petir, menjumud gigil
Pada pandangan tajam bayang-bayang hilang
Dada sesak kian sempurna di kegelapan
Niat jahat menjadi pilihan
Mengendap-endap di sekitar pekarangan
Dalam suatu rencana apa saja
Sering tak ada yang sempurna
Sinyal terekam sandi
Gerakpun segera dimulai
Bersama karibnya ia menyelinap di gulita kelam
Seperti hilang ditelan bumi
Sementara, gerombolan masih direkat intipan
Yakinlah mereka, target perburuan masih dalam genggaman
Lalu, gagap sapaan saling pandang
Setengah tak percaya adanya kenyataan
Ia yang dicari sudah lari
Entah kemana ia pergi
Para penjagal semakin geregetan
Pacuan pengejaran terus dilanjutkan
Debudebu ambur mengabur mata
Tergerus amarah menyalanyala
Memecah kalap loronglorong jalanan
Bukitpun terdaki
Mengalir pikir di gua itu ia sembunyi
Di ujung pencarian lain cerita
Tanpa terduga burung-burung sedemikian nyaman bersarang menutup gua
Indukinduk betina mengindah naluri:
mengeram telurnya; barusan menetas cicitnya; sedang tangkupkan sayap lindungi anak-anaknya
Sementara sekawanan pejantan terjaga di mulut gua
Apa dikata manusia dengan akalnya
Dengan mudah mengambil simpulnya
Gemetar sikarib kian mereda
Rumah Pustaka, 04.09.2016. Puisi: Imam Muhayat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H