Lihat ke Halaman Asli

Imam Muhayat

Karakter - Kompetensi - literasi

Nasional - Mondial

Diperbarui: 3 September 2016   14:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Saat kubuka pintu gerbang
Beribu-ribu pipih iklan menghadang jalan
Berkibar silih berganti warna baru
Golak-galik kilau citra di angkasa biru
Selalu saja terpetik kata 'misalnya'
Serasa semua nyaman-nyaman saja

Peta pitar kota baru
Sejak dulu sudah dirindu
Bandara begitu rupa tertata
Tempat inap megah-megah begitu rupa
Demaga, labuh pesona muat bongkar
Segala penjuru jalan tol kian mengular

Jika kini bertabur kata seharusnya ...
Atau bagaimana hal itu bisa terjadi
Apalagi menolak rencana tata kelola
yang sudah ada, lagi keburu mendunia
Sama halnya arti menjilat ludah sendiri
Yang dulu sudah dirindu dan disepakati
Tentu salah dalam puisi: merpati tak pernah ingkar janji

Lalu ...? Diam, biarkan, cuci tangan
Tidak ..., jalan masih panjang
Lahan tidur masih banyak tak terurus
Duduklah bersama mencari jurus-jurus
Semua bisa ditata sebaik rancangan
Keseimbangan alam terletak sejauh kecermatan hitungan

Rumah Cengkir, 01.09.2016. Puisi: Imam Muhayat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline