Lihat ke Halaman Asli

Imam Muhayat

Karakter - Kompetensi - literasi

Rasa dan Empati

Diperbarui: 1 September 2016   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hari ini seperti napak tilas kembali
Ngurah Rai berjalan mengendapendap
Mata jalang merayap
Mengintai serdadu menjepit ibu pertiwi
Menyapu jalan di bawah terik matahari
Kutemukan kembali makna gerilya cermin Ngurah Rai di zaman pancaroba

Saat itu mereka sebenah hati
Satu cita kata bebas tanpa tirani
Dapat bebas tentukan hasrat hati
Kehendak tertuntun di sana dan di sini
Kini wujudnya beda tapi hakikat sama
Mewujud mimpi di balik pesan
Dalam lingkaran bulan terbaca angka
Pilihan dinamis yang telah ditentukan

Lalu, tanpa aturan petik kesepakatan
Saat kau mau, aku mau katakan
Kala maumu itu maukah kamu
Kesepakatan semacam sikap elegan
Paham kemauan itulah kemerdekaan

Merdeka tidak terpetik dari satu rasa
Tapi, merdeka musti berasal dari rasa sejiwa
Meski berjiwajiwa rasa tumbuh setiap dada
Hilang empati semua akan tak bermakna

Puri Kampial, 01.09.2016. Puisi: Imam Muhayat

 

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline