Lihat ke Halaman Asli

Imam Muhayat

Karakter - Kompetensi - literasi

11 Kesalahan Muara Proses Pendidikan

Diperbarui: 9 September 2015   01:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam memberikan penilaian terhadap 11 kesalahan muara proses pendidikan ini didasarkan pada pengukuran terkait pada kegagalan membangun sinergisme tiga ranah konsep pendidikan yang sangat penting, yaitu ranah: kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai berikut ini:


1. Masih setengah hati mewujudkan ketegasan, konsistensi, dan ketangguhan yang teruji serta dapat dipertanggung jawabkan pada landasan konseptual, teoritis, filosofis, yuridis, sosiologis, agamis, dan landasan operasional serta evaluatif untuk mewujudkan pendidikan yang unggul diikuti outcome yang tangguh dalam memasuki daya saing yang tinggi untuk pemenuhan kebutuhan di lapangan.


2. Pendidikan hingga kini masih berkutat pada konsep pola pikir, kognitif, dan belum menguatnya struktur pengembangan secara optimal terhadap ranah afektif, dan psikomotirik.


3. Masih lembabnya pembentukan karakter, baik tenaga edukatif, kependidikan, terdidik, dan stakeholders yang dapat menggeber daya pacu kreatif, imajinatif, dan inovatif dalam memaknai pendidikan sebagai bagian dari pola pembangunan SDM agar dapat menjadi sosok-sosok yang tangguh dalam menghadapi realitas global dalam ketidakpastian dan perubahan.


4. Masih minimnya perhatian terhadap pola lingkungan yang dimaknai sebagai bagian tempat pembelajaran, pendidikan, dan pembentukan watak serta karakter yang ekspresif-transformatif. Karena dengan lingkungan itu pula yang pada akhirnya akan membawa psiko-ekspresi diri kapan, di mana, bagaimana, mereka berada.


5. Masih dipertahankan pola-pola penyeragaman yang diterapkan pada tenaga edukatif, kependidikan, staf, terdidik, dan walididik serta masyarakat sehingga berdampak pada kebiasaan hanya dapat menghargai persamaan dan akan biasa mengingkari keragaman.


6. Lembaga pendidikan belum sepenuhnya dapat mewujudkan karakter-karakter terdidik yang dapat mengakses kehidupan jasmani, rohani, jiwa, dan akalnya yang dapat mencintai kompetensi pengetahuan sebagai hasil proses dan belajar. Dampaknya adalah terjadinya ketidaktangguhan terdidik dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi ke depannya yang dipenuhi ketidakpastikan dan keniscayaan perubahan hidup.


7. Masih adanya kesenjangan pengajaran dalam pendidikan pada hakekat makna pembelajaran. Sehingga yang terjadi hubungan antara lembaga pendidikan dengan dunia luar tidak sebagaimana dua sisi mata uang dalam satu nilai. Yang akhirnya, lembaga pendidikan akan berwajah amsal angin-angin dan awan-awan belaka. Hujan sebagai penyubur bebejian mustahil menumbuhkembangkan benih-benih perindang.


8. Penjelasan pengetahuan tidak disertai dengan pembentukan karakter kegemaran dalam belajar apa yang seharusnya dan senyatanya. Sehingga semakin menjauhkan konsep, aplikasi, kemauan, dan keberanian seperti apa nyatanya dalam kehidupan sehari-hari.


9. Kulltur akademik dibangun sedemikian rupa dalam budaya seremonial yang sarat nuansa status, hingga lalai membangun format nilai dan kompetensi yang berharkat dan bermartabat.


10. Gagalnya membangun sinergisme ilmu pengetahuan secara empiris dan praktis dan tranformasinya terhadap agama, idiologi, politik, teknologi, sosial, seni, budaya, dunia kerja, sektor-sektor kelembagaan, evaluasi dan tindak lanjut, serta faktor-faktor lain dalam menjawab benar-salah, juga dalam menjawab pada terbukanya jawaban vareatif yang bersumber dari ilmu teoritis dan praktis. Sayang, semua itu lepas dari daya kreatif, imajinatif, dan inovatif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline