Lihat ke Halaman Asli

Imam Muhayat

Karakter - Kompetensi - literasi

Sumpah, Saya tidak ingin Merdeka

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemerdekaan adalah mahal harganya. Ketinggian nilai-nilai yang ada dalam kemerdekaan itu kemudian banyak hal yang harus dikorbankan, baik materi, jiwa, raga, dan banyak yang lainnya. Pepatah lama mengungkapkan dengan jelas "Merdeka atau Mati". Ungkapan tersebut menggambarkan betapa susah, pahit, getir, dan nistanya menjadi orang yang tidak merdeka. Realitas tersebut membawa dampak psikologis untuk menjatuhkan salah satu pilihan betapa pun pilihan itu mengandung banyak risiko.

Pada zaman revolusi, semboyan semacam itu sangat penting dihadirkan untuk mencapai tujuan pragmatis yang memang banyak nilai-nilai utama yang harus dicapai dalam makna kemerdekaan sampai titik darah penghabisan. Para pahlawan bangsa telah membuktikannya demi cita-cita kemerdekaan. Namun, juga perlu disadari bahwa masih ada juga jutaan pahlawan yang tidak tertulis dalam sejarah kemerdekaan yang tentu saja nilai yang diperjuangkan tidak kalah pentingnya dengan apa yang dibuktikan oleh para pahlawan yang tercatat dalam sejarah kemerdekaan itu.

Seribu kilo meter dari Anyer Panarukan, dan di kota-kota lain di seluruh Indonesia masih menyisakan sejarah begitu getirnya ikhtiar mencapai kemerdekaan Indonesia. Banyak rakyat kecil di pelasok-pelosok desa, di gunung-gunung, di ngarai-ngarai, di sepanjang pantai, dan di wilayah lainnya bersatu padu ikut berjuang. Ada yang yang kebetulan tentara, pedagang, petani, pegawai, pekerja dalam kerjapaksa yang gugur dalam perjalanan waktu mencapai kemerdekaan. Entah itu menjadi garda terdepan atau tidak, kemudian gugur dalam rentang waktu panjang itu, maka merekalah sesungguhnya orang-orang yang telah mencapai kemerdekaanya. Mereka telah bebaskan diri dari penjajahan. Penjajahan yang bersifat potensi, materi. Penjajahan yang bersifat idiologi. Penjajahan yang bersifat hati--jiwa dan rohani, dan masih banyak sifat penjajahan lain. Saat itulah, mereka yang gugur itu telah bebas dari penjajahan -- insya-Allah sebagai suhada. Sekali lagi, merekalah sesungguhnya telah mencapai kemerdekaanya.

Titik kulminasi ikhtiar pembebasan dari penjajahan ditandai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Kini, bangsa Indonesia merayakan HUT ke-69 Kemerdekaan RI. Maka tidak salah Bung Karno dan Bung Hatta dengan teks-nya, "Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja" Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Atas nama bangsa Indonesia Soekarno/Hatta.

Teks tersebut dapat dicermati, bahwa Bung Karno dan Bung Hatta menyebutnya bangsa Indonesia yang dengan keinginan bersama bangsa Indonesia menyatakan, "Kemerdekaan Indonesia." Beliau tidak menyebut kemerdekaan "Bangsa Indonesia." Apalagi kemerdekaan saya. Tentu kata-kata yang dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta tersebut diharapkan dapat dimaknai saya ini betul-betul merdeka dan mau mengikat diri sebagian dari saya menjadi satu kesatuan bangsa Indonesia yang benar-benar merdeka.

Hakekat bangsa yang merdeka adalah hakekat saya yang merdeka. Kalau saya ini baru mampu "menyatakan kemerdekaan" sebagaimana yang diungkapkan Bung Karno dan Bung Hatta, tentu akan sangat sulitlah saya dan bangsa Indonesia keluar dari berbagai bentuk penjajahan baru. Karena itu, dalam konteks kekinian ungkapan "menyatakan kemerdekaan" perlu dimaknai dengan aplikasi dalam realitas kemerdekaan, internalisasi dan empati aplikasi dalam realitas kemerdekaan, yaitu dengan mengisi kemerdekaan, mewarnai kemerdekaan, mewujudkan berbagai kualitas di semua bidang.

Kemerdekaan Indonesia adalah bagian dari kemerdekaan saya. Warna seperti apa arti kemerdekaan akan terletak pada kesanggupan dan kemampuan lain saya. Saya tidak selalu ingin dan menginginkan kemerdekaan saya. Tapi saya merdeka. Saya merencanakan masa depan saya. Saya mendahulukan sesuatu demi keadilan. Saya mengakhiri dan menghentikan sesuatu demi kebaikan. Bersikap selalu menjadi orang pertama. Saya bersikap selalu menjadi orang terakhir. Barometer suara hati -- nilai-nilai dan keyakinan saya adalah kemerdekaan itu sendiri. Di antara barometer itu, dapatlah kiranya bercermin dari simpulan Asmaul Husna, meminjam catatan Ary Ginanjar Agustian, terurai sebagai berikut ini:

1. Saya ingin menjadi seorang yang pengasih. 2. Saya ingin selalu bersifat penyayang. 3. Saya ingin menguasai diri. 4. Saya ingin suci dalam berfikir dan bertindak. 5. Saya ingin hidup sejahtera. 6. Saya ingin selalu dipercaya. 7. Saya ingin selalu memelihara dan merawat. 8. Saya ingin selalu gagah dan terhormat. 9. Saya ingin menjadi seorang yang perkasa. 10. Saya ingin memiliki kebesaran hati dan jiwa. 11. Saya ingin selalu mencipta atau berkreasi. 12. Saya ingin merencanakan (visi). 13. Saya ingin selalu melukis, mendisain dan mewujudkan impian saya. 14. Saya ingin mengampuni orang lain. 15. Saya ingin memiliki kekuatan untuk menopang kebaikan. 16. Saya ingin selalu menjadi orang yang suka memberi (sifat). 17. Saya ingin selalu memberi (praktik). 18. Saya ingin selalu membuka hati orang lain, perintis dan pelopor orang lain. 19. Saya ingin selalu belajar dan berilmu.20. Saya ingin mengendalikan sesuatu.

21. Saya ingin selalu melapangkan jalan orang lain. 22. Saya merendah demi keadilan. 23. Saya ingin selalu mengangkat demi keadilan. 24. Saya ingin selalu menjernihkan. 25. Saya ingin selalu merendahkan orang-orang yang jahat demi menuju keadilan. 26. Saya ingin selalu mendengarkan dan memahami orang lain. 27. Saya ingin selalu melihat dan memperhatikan orang lain. 28. Saya ingin ngengendalikan dan melakukan kontrol dengan baik. 29. Saya ingin selalu bersikap adil. 30. Saya ingin selalu bersikap halus kepada orang lain dan merasakan perasaan orang lain. 31. Saya ingin selalu berhati-hati. 32. Saya ingin menjadi orang yang penyantun dan lembut hati. 33. Saya ingin bersifat agung.34. Saya ingin selalu menjadi pemaaf (watak). 35. Saya ingin selalu berterima kasih kepada orang lain yang berbuat baik. 36. Saya ingin menjadi orang yang bermartabat tinggi. 37. Saya ingin memiliki kebesaran. 38. Saya ingin selalu menjaga dan memelihara. 39. Saya ingin memperhatikan dan merasakan pengaduan orang lain. 40. Saya ingin selalu teliti dan cermat dalam segala hal.

41. Saya ingin memiliki pribadi yang luhur. 42. Saya ingin selalu dermawan. 43. Saya ingin selalu mengawasi dan memantau. 44. Saya ingin selalu memperhatikan keinginan orang lain. 45. Saya ingin memiliki wawasan yang luas. 46. Saya ingin selalu bersikap bijaksana (sifat). 47. Saya ingin selalu simpatik dan penyiram kesejukan. 48. Saya ingin selalu bersifat bajik kepada orang lain. 49. Saya ingin membangkitkan motivasi orang lain. 50. Saya ingin menyaksikan sendiri segala sesuatu. 51. Saya ingin selalu membela yang benar. 52. Saya ingin dipercaya apabila memiliki amanat. 53. Saya ingin memiliki kekuatan dan semangat yang tinggi. 54. Saya ingin selalu bersifat teguh hati. 55. Saya ingin selalu melindungi. 56. Saya ingin selalu bersikap terpuji. 57. Saya ingin selalu memperhatikan semua faktor dan semua sektor. 58. Saya ingin selalu memulai terlebih dahulu dalam berkreasi 59. Saya ingin mengembalikan sesuatu ke posisi semula demi keadilan. 60. Saya ingin selalu menghidupkan semangat orang lain.

61. Saya ingin mematikan pikiran jahat orang lain. 62. Saya ingin sering memberikan "kehidupan" kepada orang lain. 63. Saya ingin selalu bersikap tegar dan mandiri. 64. Saya ingin melakukan sesuatu yang baru (inovasi). 65. Saya ingin bersifat mulia. 66. Saya ingin menjadi orang nomor 1 di lingkungan saya. 67. Saya ingin selalu menyatukan berbagai hal. 68. Saya ingin selalu dibutuhkan orang lain. 69. Saya ingin memiliki kemampuan memadahi. 70. Saya ingin selalu membina orang lain agar mempunyai kemampuan. 71. Saya ingin mendahulukan sesuatu demi kebenaran. 72. Saya ingin mengakhiri dan menghentikan sesuatu demi keadilan. 73. Saya ingin selalu menjadi orang pertama (inventer). 74. Saya ingin selalu menjadi orang terakhir (penutup) yang menentukan. 75. Saya ingin memiliki integritas nyata. 76. Saya ingin selalu memperhatikan kondisi batiniah diri sendiri dan oran lain. 77. Saya ingin mendidik dan memberikan perlindungan kepada orang lain. 78. Saya ingin memiliki ketinggian pribadi. 79. Saya ingin selalu jauh dari keburukan. 80. Saya ingin selalu menerima kesalahan orang lain.

81. Saya ingin memperingatkan orang yang salah/keliru demi menjaga kebaikan. 82. Saya ingin bersifat pemaaf. 83. Saya ingin bersifat pengasih kepada yang menderita. 84. Saya ingin selalu berhasil. 85. Saya ingin selalu agung, mulia dan terhormat. 86. Saya ingin adil dalam menghukum. 87. Saya ingin selalu berkolaborasi dan bersatu. 88. Saya ingin kaya lahir dan batin. 89. Saya ingin memajukan orang lain. 90. Saya ingin selalu mencegah yang buruk. 91. Saya ingin menghukum demi keadilan. 92. Saya ingin memberi manfaat kepada orang lain. 93. Saya ingin selalu berilmu dan mulia. 94. Saya ingin menjadi orang yang suka membimbing. 95. Saya ingin selalu tampak indah dan menciptakan keindahan. 96. Saya ingin memiliki segala sesuatu secara jangka panjang (memelihara). 97. Saya ingin mewarisi dan mendelegasikan. 98. Saya ingin selalu pandai dan cerdas. 99. Saya ingin menjadi penyabar dan tidak tergesa-gesa.

Agustian lebih lanjut merinci bahwa keinginan adalah merupakan dorongan yang belum nyata, maka perlu tindakan, kemampuan, bisa, sanggup dalam bentuk aplikasi. Kalau saya ingin menjaga dan memelihara implikasi realitas aplikatif saya selalu menjaga dan memelihara. Keinginan saya tentu tidak akan dapat menyelesaikan berbagai masalah. Apalagi pencapaian hakekat kemerdekaan itu sendiri. Seperti Bung Karno dan Bung Hatta terhadap teks Proklamasi itu. Realitas kemerdekaan telah dibaca di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta. Aplikasi kemerdekaan dikatakan, "Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja". Dengan demikian masih ada jeda waktu entah besok atau kapan aplikasi itu benar-benar terjadi. Sejarah terus bersaksi. Karena itu, demi Tuhan saya tidak ingin merdeka. Wallahu a'lam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline