Garis tangan siapa tahu. Sebagai insan yang beriman tentu percaya semua yang terjadi pada manusia itu selalu tidak lepas dari campur tanganNya. Pesan itu menempatkan ikhtiar sesuatu yang wajib dilakukan oleh siapa pun agar tanganNya tidak keki memberikan karuniaNya kepada yang dikehendakiNya, sebagaimana manusia menyebutnya sebagai garis tangan yang baik.
Pak Ahok, kata banyak orang mempunyai garis tangan hoki melingkar. Mulus dari jabatan satu pada jabatan lain. Melaju dari tempat yang satu menuju lokasi yang lain. Teori migrasi, perpindahan, bejana berhubungan memberikan penjelasan bahwa pada suatu tekanan tertentu akan memberikan dorongan dalam suatu bentuk gerakan. Dan pada suatu gerakan itu tergantung siapa yang mengarahkan atau ia sendiri berhak pegang kendali, agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Realitas semacam itu bukan hal aneh dalam kehidupan.
Tentu terkait dengan teori migrasi itu, seperti yang dialami oleh Pak Ahok, sebagai sifat dorongan pada sesuatu Pak Ahok bukan tidak berbekal apa-apa. Dari bekal material bukan hal baru. Dari bekal intelektual tidak bisa diwakilkan oleh orang lain. Dari bekal integritas dan pengabdian sudah dilakukan dan menjadi tuntutan. Dari bekal pertemanan dan persahabatan sudah tidak asing pada zaman fesbuk-an, twiter-an,gmail-an, dan perangkat on line lainnya, dll. Dari bekal semua itulah Pak Ahok dapat mengadakan migrasi tergolong cepat dan mulus.
Sebentar dulu, dengan cepat dan mulus. Layaknya kupu-kupu, sebelum menjadi kupu-kupu yang dapat terbang bebas tentu pertama melewati proses pembuahan. Kedua menjadi telur yang sehat. Ketiga menjadi bentuk kepompong. Keempat kupu-kupu belajar terbang dengan jarak terbatas. Dan kelima, selanjutnya terbang sebebas-bebasnya. Pada tahab keempat inilah Pak Ahok mendapat ujian dan ujian itu saya yakini tidak datang karena orang lain. Tetapi memang merupakan suatu proses stadium (kehidupan) yang nyata-nyata tidak dapat direkayasa dan dibuat-buat dan adanya tidak datang begitu saja. Itulah ekspresi kesadaran penuh apa adanya yang ternyata hal semacam itu sebagai batas manusia yang sewaktu-waktu memang Tuhan berhak menguji atas kekuatan manusia.
Tuhan telah memberikan karunia banyak kepada Pak Ahok dalam makna suatu migrasi jabatan. Kalau jabatan itu boleh dipangku oleh semua orang tentu dunia ini layaknya tanpa ekspresi. Dan yang dapat membangun ekspresi indah itu sebenar-benarnya, seutama-utamanya orang-orang yang sudah memangku jabatan, tidak lain juga orang-orang yang mempunyai kendali kekuasaan. Entah itu kendali kekuasaan formal atau kekuasaan non-formal.
Manakala Kedua ekspresi itu dapat dipersatukan dan Pak Ahok berhasil mengelola ekspresi dengan baik, itulah makna dan hakekat nilai tertinggi dalam seni kepemimpinan. Air mata menjadi air kehidupan, kesedihan menjadi kegembiraan, keculasan wajah menjadi kerendahan hati, demo menjadi memo, keterpisahan menjadi keberpihakan. Karena dalam kaidah kepemimpinan tidak diturunkan oleh Tuhan seorang pemimpin karena ada kerumunan yang berbeda-beda macam keadaan. Hanya seorang pemimpin saja tugas itu dapat diselesaikan. Saya sebagai kompasianer selalu ikut berdoa semua langkah untuk kebaikan dan tertatanya segenap kehidupan. Wallahu a'lam. Imam Muhayat, Bali, 13 November 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H