Lihat ke Halaman Asli

Imam Muhayat

Karakter - Kompetensi - literasi

Profesor … Mengenal Sabu Sejak SMA? Memang Enak, Ya

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14161283331182647487

[caption id="attachment_335799" align="aligncenter" width="466" caption="Foto karikatur Saldy Essana, 2003, koleksi Imam Muhayat, dokumen pribadi"][/caption]

Kompasianer mengenal sabu, sejenis narkotika sejak masih duduk di bangku SMA. Beberapa kali menulis artikel di media ini untuk sosialisasi bahaya narkotika bagi pelajar di Kabupaten Badung, Bali. Bagaimana kompasianer mengenal sabu, narkotika sejak masih duduk di bangku SMA? Wah, suka teler kompasianer ini sejak SMA? Mungkin begitu persepsi pembaca saat baru membaca judulnya saja dari artikel ini. Karena itu secepatnya perlu penjelasannya agar tidak terjadi salah tafsir dan menjadi bias informasinya.

Kompasianer menamatkan pendidikan setingkat SMA di Madrasah Aliyah Negeri, Nglawak, Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur. Perjalanan dari rumah orang tua sampai di tempat sekolah lumayan jauh. Kurang lebih sekitar 2 jam perjalanan dengan sepeda engkol, saat itu. Praktis pilihan yang terjadi indekost. Sembari belajar agama di pondok Miftahul Ula yang dimiliki oleh Aliyah tersebut. Karena sekolah tersebut liburnya hari Jumat, maka setiap hari itu terkadang pulang ke rumah orang tua atau sebulan sekali baru pulang rumah.

Pada akhir studi sebagai persyaratan mengambil ijazah setiap siswa MAN Nglawak diwajibkan membuat paper. Waktu itu, kompasianer menulis paper, karya tulis membahas tentang 'Bahaya Narkoba  bagi Pelajar." Dari pembahasan paper itulah saya banyak mengetahui berbagai jenis narkoba dan bahayanya bagi pengguna. Bahkan kompasianer juga paham betul beberapa jenis tumbuhan yang sangat banyak di sekitar orang desa yang sama dapat difungsikan sebagai jenis sabu. Yang satu ini tidak saya tulis karena khawatir dibuat coba-coba oleh orang lain. Dan pada laporan paper pun hal itu tidak saya sertakan karena kekhawatiran itu.

Kebetulan pembimbing paper saya sebagai guru fisika dan kimia yang mengetahui detil prosesnya. Disamping itu guru saya tersebut anak seorang polisi yang banyak mempunyai buku-buku tentang narkoba. Dari bapak guru saya itulah banyak pinjaman buku sebagai bahan sumber pembuatan paper itu. Dapat memperjelas apa yang saya tulis pada paper tersebut.

Akhir-akhir ini, pemberitaan tentang sabu, jenis narkoba  menjadi headline pekabaran media massa cetak, TV dan on lines. Biangnya adalah seorang Profesor perguruan tinggi daerah bagian timur. Bagaimana mungkin seorang profesor, guru besar masih tergoda dengan sabu-sabu.

Anehnya lagi bersama WIL-nya. Saya tidak habis pikir dengan profesor itu. Begitu beratnya memperoleh gelar profesor dengan mudahnya juga dicampakkan sendiri gelar itu. Dan sungguh Sang Profesor rasanya akan seperti dibebani berton-ton karung batu menyandang gelar profesor di kampusnya. Tentu akan menjadi mahasiswa GEMBLONG bila Profesor itu menjadi cermin bagi mahasiswanya.

Pelajaran berharga ini jangan dilewatkan begitu saja. Sampai peristiwa ini terjadi pun masih sulit meraih gelar Profesor. Sebagai Profesor yang diangkat oleh Dewan Senat dengan sejumlah persyaratannya yang diajukan kepada presiden tentu bukan mekanisme yang ringan. Dewan Senat pun dengan kejadian seperti itu bisa saja merasa keberatan dengan tingkah laku yang dilakukan oleh Sang Profesor Penyabu dan penggila WIL. Bagaimana selanjutnya? Imam Muhayat, Bali, 16 November 2014.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline