Di desa kecil di Lereng Gunung, senja mulai memerah pada hari itu. Setiap daun yang berguguran mendapat sambutan hangat dari angin dingin, seolah-olah mereka adalah saksi bisu dari pertempuran empat sekawan Raka, Dito, Mira, dan Sinta. Mereka selalu berteman, bermain di ladang atau menyeberangi sungai kecil di hutan.
Namun, ketika mereka mengetahui bahwa pabrik besar akan dibangun di tengah desa mereka, suasana berubah kelam. Hutan, sumber kehidupan, dan tempat bermain mereka, akan diratakan untuk dijadikan lahan industri. Rumah-rumah penduduk juga terancam digusur. Raka, yang paling tua dan biasanya tidak berbicara, mulai berpikir tentang bagaimana menjaga desa mereka tetap hidup.
"Kalau tidak, semua ini akan hilang," kata Raka saat mereka berkumpul di saung kecil dekat ladang. "Kita harus melakukan sesuatu."
"Apa yang dapat kami lakukan? "Mereka punya uang, kita hanya anak-anak," kata Dito dengan suaranya yang putus asa.
"Kita harus mencoba," tegas Mira. "Tidak ada yang terlalu kecil untuk berjuang."
Esoknya, Raka mengarahkan mereka untuk menulis surat ke pemerintah daerah. Untuk menyerahkan surat itu langsung, mereka pergi jauh ke kota. Namun, hari berlalu tanpa kabar. Sementara orang-orang desa mulai menyerah, Raka menolak. Ia mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab atas proyek tersebut. Meskipun kantor pusat perusahaan jauh di kota besar, ia tetap bertekad untuk menemui mereka langsung di sana.
Raka tidak pernah memberi tahu sahabatnya tentang rencananya. Ia menyadari bahwa perjalanan itu berbahaya dan menantang. Ia berangkat sendiri dengan bus malam menggunakan tabungan kecilnya. Ia kelaparan, tersesat, dan hampir kehilangan barang berharganya selama berada di kota. Namun, ia masih beroperasi.
Dengan pakaian sederhana dan wajah lelah, Raka mendatangi pimpinan perusahaan di kantor pusat perusahaan. Ia dengan lantang berbicara tentang desanya, hutan, dan kehidupan sederhana yang ia hargai. Meskipun harus menunggu berjam-jam di luar ruangan, itu tidak masalah baginya.
Komentarnya membuat salah satu pejabat yang mendengar menangis. Mereka berjanji untuk merevisi rencana pembangunan. Saat berita baik itu sampai ke desa, Raka tidak mengetahui bahwa dia telah mengorbankan begitu banyak untuk mereka.
Aku hanya ingin kita tetap bersama di desa ini," kata Raka dengan senyum lemah ketika dia pulang, wajahnya pucat dan kurus.
Desa mereka selamat, pembangunan pabrik dihentikan, dan penduduknya berjanji untuk menjaga hutan. Karena cinta dan pengorbanannya kepada orang-orang yang ia sayangi, Raka menjadi pahlawan kecil di desa itu.