Lihat ke Halaman Asli

Dampak Negatif di Masa Depan pada Korban Perundungan

Diperbarui: 4 September 2018   15:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(meetdoctor.com)

Maksud hati ingin becanda, namun malah harus berakhir bullying. Siswa salah satu Sekolah Dasar di Bandung pun akhirnya menjadi korban bully. Aksi bully tersebut disebabkan oleh seorang siswa yang ingin bercanda dengan cara memberikan kaos kaki kotor pada temannya yang hendak makan. Menurut kabar yang beredar, kasus perundungan ini telah diselesaikan dengan cara kekeluargaan.

Penindasan di lingkungan sekolah adalah jenis penindasan yang sangat sering terjadi sehubungan dengan pendidikan yang berulang paling miris dan seringkali selama periode waktu yang panjang dan menyebabkan kerusakan jangka panjang pada korban.

Istilah perundungan atau bullying tidak hanya terjadi di zaman milenials seperti sekarang saja, tapi sudah terjadi sejak zaman kakek nenek kita masih berumur sama seperti kita. Tetapi tentu saja tidak seheboh sekarang karena media zaman dulu tidak seaktif zaman sekarang.

Salah satu contoh peristiwa perundungan yang terjadi pada tahun lampau dialami oleh suami Tantri Kotak, Arda Naff. Ia bercerita tentang masa kanak kanaknya yang selalu dihantui rasa takut. Pasalnya, Arda selalu menjadi target bullying karena postur tubuhnya yang kurus dan sering menyendiri. Kondisi itu membuat Arda takut setiap ke sekolah.

(hashtagoo.com)

Lalu apa dampak yang timbul bagi korban bullying di masa depan? Anak yang kerap menjadi korban bullying terhadap gangguan fisik dan mental dari orang sekitar, sangat rentan menghadapi berbagai masalah kesehatan dan persoalan pribadi di masa depan. Para peneliti baru menemukan hasil merugikan dari bully antara lain, penyakit serius, sulit bertahan dalam pekerjaan, dan hubungan sosial yang buruk.

Korban bully mengalami risiko kesehatan paling buruk saat mereka dewasa. Enam kali lebih beresiko terdiagnosa penyakit serius, perokok berat, dan beresiko gangguan jiwa. Mereka adalah kelompok paling rentan karena emosi mereka tidak teratur, tidak ada dukungan untuk mengatasinya. Mereka juga akan kesulitan membentuk hubungan sosial baik untuk menikah maupun mempertahankan persahabatan jangka panjang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline