Lihat ke Halaman Asli

Imam Kodri

TERVERIFIKASI

Pilkada Serentak Berkah atau Ancaman?

Diperbarui: 26 Juni 2018   09:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: KOMPAS / WAWAN H PRABOW

Pemerintah mewacanakan menjadikan hari Rabu (9/12/2015), sebagai hari libur nasional ketika digelarnya pemilihan kepala daerah secara serentak di sejumlah wilayah. Wacana menjadikan 9 Desember 2015 sebagai hari libur nasional muncul sebagai upaya untuk mengoptimalkan partisipasi pemegang hak suara. 

Pertimbangan yang sangat masuk akal, misalnya ada orang tinggal di Tangerang dan kerja di Jakarta, jika pada hari itu tidak ada ketentuan libur kerja pasti dia lebih pilih bekerja dari pada mencoblos. Dengan menjadikan hari libur nasional maka partisipasi pemilih akan meningkat disamping itu memberikan pembelajaran menggunakan hak-hak demokrasi secara benar kepada masyarakat. JAKARTA, KOMPAS.com

Penyelenggraan Pilkada serentak dilakukan secara bertahap. Untuk tahun ini, pilkada serentak akan digelar pada 9 Desember 2015 di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 36 kota. Selanjutnya Pilkada serentak tahap kedua akan digelar pada Februari 2017 di 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota. Dan pada tahap ketiga pada Juni 2018 digelar pilkada di 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota. Secara nasional, pilkada serentak akan digelar pada tahun 2027, di 541 daerah.

Memang pilkada serentak yang dipayungi Undang-undang nomor 8 tahun 2015 itu dirancang supaya lebih efektif, efisien, lebih murah dan mudah ditangani ketika terjadi permasalahan. Bayangkan saja selama ini pilkada untuk kabupaten/kota membutuhkan dana Rp 25 miliar, sedangkan untuk pilkada provinsi Rp 100 miliar. 

Jadi untuk keseluruhan pilkada di Indonesia diperlukan kurang lebih Rp 17 triliun. Kalau dilaksanakan secara serentak diperlukan tidak lebih dari Rp 10 triliun. Lebih hemat dan hanya sekian persen dari APBN.

Yang penting harus ada kesiapan yang sangat matang dan menyeluruh.

Pertama, dari kesiapan pengamanannya yang menjadi tanggung jawab utama oleh Kepolisian RI. Polri harus sudah menyiapkan skema pengamanan di lapangan, misalnya Polri harus sudah mempetakan daerah rawan konflik yang disebabkan oleh masyarakat beragam pemahaman keagamaannya, suku dan kedaerahan, termasuk masyarakat yang mempunyai perbedaan kepengurusan parpol yang sedang berseteru, yaitu wilayah yang mempunyai dua kepengurusan misalnya yang lagi hangat adalah Golkar dan PPP.

Bila perlu Polri dapat menambahkan dengan pengamanan cadangan khususnya kepada daerah-daerah yang dikenal karena rawannya konflik horizontal, seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan terbaru Papua harus mendapat perthatian ekstra yang baru-baru ini terjadi konflik SARA.

Kedua dari persiapan peserta pilkadanya; yang dimaksudkan disini adalah persiapan mental dan sikap fairplaynya para calon kepala daerah. Persiapan peserta pilkada adalah mempersiapkan calon-calon yang sudah siap berkompetisi secara sehat, mempunyai komitmen untuk berkompetisi secara jujur, menjauhi politik uang, dan menjauhi perbuatan curang. 

Pemerintah melalui para penyelenggara pilkada dapat memberikan pengawasan ketat utamanya kepada politikus-politikus peserta pilkada yang terindikasi ada masalah.

Dengan bantuan dari lembaga-lembaga seperti Polri , kejaksaan, KPK, PPATK, maka kinerja KPU dan Bawaslu, dapat lebih efektif utamanya dalam memberikan ketegasan sekiranya terdapat politikus yang bermasalah tetapi dipaksakan oleh parpol. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline