Lihat ke Halaman Asli

Imam Kodri

TERVERIFIKASI

Nilai Matematik KPK lebih baik dibandingkan dengan Polri

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Korupsi Di tubuh pemerintahan DKI Jakarta, antara lain di Dinas Pendidikan DKI Jakarta lagi nge-Trend jadi bahan pegunjingan orang sejagad.

Di APBD DKI2014 mereka diduga kuat melakukan penyimpangan anggaran atau korupsi dalam belanja barang dan jasa antara lain UPS , printer 3 dimensi, scanner, dan enam judul buku untuk sejumlah sekolah di DKI .

Tindakan oknum pejabat dan oknum DPRD DKI yang terindikasi korupsi sebenarnya sudah berlangsung bertahun-tahun. Mereka sudah sangat familier untuk mengotak atik uang rakyat demi kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Yang lagi santer diberitakan adalah masalah pengadaan UPS yang gila-gilan kelewat mahal, karena di mark up. Anggaran pengadaan barang dan jasa semuanya di mark up.

Yang sedang dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh KPK adalah mark up 4 proyek yang berjumlah sekitar Rp 277,9 miliar, dengan rincian, kerugian dalam hal pengadaan UPS sebesar 186,4 miliar, kerugian pengadaan printer 3 dimensi dan scanner Rp 89,4 miliar, serta kerugian pengadaan enam judul buku Rp 2,1 miliar.

Namun hasil penyelidikan lembaga pegiat anti korupsi seperti ICW, bukan hanya sebatas pengadaan UPS, scanner, mesin foto copy dan buku, akan tetapi meluas kepada tindakan korupsi peningkatan dan pengadaan sarana prasarana yang lain.

Jumlahnya ribuan ada di semua suku dinas-suku dinas di DKI Jakarta yang nilai kerugian negara mencapai trilyunan.Sehingga bisa dikatakan di DKI hampir tidak di jumpai mata anggaran yang tanpa berbau KKN.

Tak bisa dibayangkan berapa uang rakyat dimakan oleh garong-garong pejabat para birokrat dan Politisi di DPRD DKI Jakarta, jumlahnya sangat besar uang rakyat yang berhasil digondol para maling.

DKI dalam keadaan menghadapi masalah besar, yaitu masalah koruptor yang sudah sedemikian mewabah di pemerintahan DKI Jakarta dan DPRD Ibu Kota Jakarta. Hampir semua paket kegiatan di DKI semuanya bermasalah.

Para politisi DPRD dan sebagian besar dari suku Dinasnya bermasalah, yaitu masalah KKN, para pejabat-pejabatnya hampir semua bermasalah, masalahnya ya KKN, masalah klasik masalah yang menyandera republik ini menjadi negara yang miskin terus, karena kongkalingkong, korupsi, ngotak atik anggaran milik rakyat, untuk kepentingan pribadinya.

Artinya semua permasalahan yang mendera Rakyat DKI selama ini sebenarnya berawal dari para pemangku kebijakan di DKI yang semuanya bermasalah. Kemacetan, banjir, kemiskinan, pendidikan, pengangguran, perumahan rakyat yang kumuh, kekerasan, begal dan krominalisasi keluarga, semuanya bermasalah. Penyebabnya adalah rakyat DKI dipimpin oleh para birokrat yang bermasalah.

Para birokrat yang sudah terbiasa menganggap yang busuk adalah harum, yang haram itu halal, mereka beranggapan Kongkalingkong, nepotisme, korupsi sudah biasa, buktinya kekayaan yang mereka dapatkan dengan hasil korupsi tidak menyebabkan laknat dan musibah pada diri mereka dan keluarganya. Itulah anggapan mereka para birokrat dan politisi yang sudah rusak akal dan jiwanya.

Dalam pembelian UPS ada persengkongkolan jahat antara pejabat pembuat komitmen (PPK), distributor, pemenang lelang, dan peserta lelang, serta oknum di DPRD DKI. Skenario kongkalingkongnya sangat sederhana. Kongkalingkong dimulai dari saat penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), penawaran Harga, dan Penetapan Pemenang Lelang.

Kongkalingkong dari sebuah keluarga besar sang koruptor. PPK dengan distributor adalah orang-orangnya sendiri, hubungan satu dengan lainnya sangat dekat, karena mereka memang satu keluarga. Demikian pula pemenang lelang dengan oknum DPRD DKI, mudahnya kongkalingklong karena mereka adalah ada hubungan keluarga.

Dalam Mark up harga barang dan jasa modusnya, dalam penetapan lelang, PPK menggunakan harga distributot yang justru menjadi pemasokdan pemenang Lelang. Nilainya dicantumkan dalam Harga Perkiraan Sendiri (HPS) di mark up setinggi mungkin sehingga menguntungkan distributor.

Seperti yang sudah terjadi harga 1 unit UPS termahal di pasaran sekitar Rp 150.000.000 , maka di daftar HPS terdongkrak menjadi Rp 5,7 miliar. Luar biasa dalam mark up untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, mereka telah mengabaikan nilai-nilai etika dan kepatutan, seperti muka tembok tidak tahu malu.

Mengapa sedemikian berani mereka lakukan, karena yang menjadi Distributor, peserta lelang, pemenang lelang adalah keluarga para pejabat di DKI atau keluarga dari anggota Dewan, mereka satu kelompok keluarga besar siluman dan koruptor.

Kasus dugaan korupsi pembelian UPS juga dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh Polri, dan hasilnya untuk sementara telah terjadi kerugian negara mencapai Rp 50 miliar. Kerugian negara sampai puluhan bahkan ratusan miliard rupiah hasil penyelidikan Polri karena mark up.

Menurut hasil penyelidikan Polri, Mark up atau penggelembungan harga UPS terjadi ketika pembahasan APBD Perubahan DKI Jakarta 2014 bersama-sama pemerintah dan DPRD. Jelas sekali kalau begitu, telah terjadi kongkalingkong dan perselingkuhan antara pejabat pemerintah DKI dengan DPRD.

Kongkalingkon antara anggota DPRD DKI dengan Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat dan Jakarta Utara yang memasukan anggaran UPS sebesar Rp 300 miliar untuk 49 paket ke sekolah-sekolah. Sehingga 49 paket UPS Kerugian Negara Rp 50 miliar dari Anggaran Rp 300 Miliar , maka 49 UPS normalnya tanpa merugikan negara menurut hitungan Polri per paket UPS harganya Rp 5 miliar.

Dalam melakukan penghitungan oleh Polri dan yang dilakukan KPK, terdapat perbedaan yang signifikan seperti contoh diatas. Akibat mark up, Polri menghitung kerugian negara dari 49 paket UPS, sebesar Rp 50 miliar, sedangkan kerugian negara menurut Hitungan KPK akibat mark up 49 paket UPS negara dirugikan sebesar RP 186,4 miliar. Ternyata hasil hitungan KPK lebih kurangnya sama dengan hasil hitung lembaga penggiat anti korupsi yang lain, seperti ICW dan lainnya. Barangkali inilah sebagian berpendapat bahwa Nilai Matematik KPK lebih baik dibandingkan dengan Polri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline