Presiden Joko Widodo tengah mempelajari kemungkinan untuk meminta Kepolisian menerbitkan surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus yang disangkakan kepada Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Bareskrim Polri menetapkan Bambang sebagai tersangka atas dugaan memerintahkan saksi menyampaikan keterangan palsu dalam kasus pemilihan kepala daerah Kotawaringin Barat pada 2010.( JAKARTA, KOMPAS.com)
Bukannya semakin mereda tengsi perseteruan antara Budi Gunawan yang disuarakan oleh para pembelanya baik yang masih menjadi pejabat tinggi di Kepolisian antara lain Komjen Budi Santoso. Dari pihak polri inilah letak kekuatan yang berusaha mengkriminalisasi mantan pimpinan KPK AS dan BW.
Bagi Budi Waseso tidak ada kata berhenti, untuk memenjarakan dua mantan petinggi KPK yang dinilai telah menyebabkan gagalnya mantan atasannya itu menjadi Kapolri. Walaupun sudah mendapat desakan dari Ikatan Alumni (Iluni) dari berbagai lembaga Perguruan tinggi untuk mencabut penersangkaan mantan pimpinan KPK AA dan BW, Budi Waseso tetap kekeh untuk mencabut status tersangka AS dan BW.
Menurutnya Kasus tersebut merupakan kasus biasa namun karena telah menjadi konsumsi publik maka terus diangkat, Polri sebagai penegak hukum harus menjalankan kasus tersebut karena berdasarkan laporan masyarakat kasus AA ada 5 laporan dari masyarakat sedangkan BW ada 4 laporan. Walaupun Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Polisi Budi Waseso telah dilaporkan ke Propam Polri terkait penangkapan Bambang Widjojanto yang dinilai menggunakan kewenangan secara berlebihan. Bahkan ia terkesan menantang, dirinya siap dicopot dari jabatannya jika terbukti menyalahi prosedur penangkapan BW.
Keberanian Budi Waseso bersikap kekeh terkesan kenekatannya melawan arus publik tentu ada alasan kuat. Masyarakat sudah dapat membacanya dibelakang itu adalah kekuatan dibalik kepentingan BG yang mendapat dukungan secara politisi PDIP.
Selagi kekuatan politisi PDIP ini tetap besemayam di tubuh Budi Waseso, diperkirakan kekuatan kekuasaan pengambilan keputusan final dan penentu di tangan Jokowidodo antara lain perintahnya pada Polri untuk SP3 atau penerbitan Perpu, tidak secepat yang diharapkan. Karena kita tau Jokowi akan selalu minta pertimbangan Megawati, karena ada keterkaitan poltis dan kepentinagn
Oleh sebab itu Budi Waseso semakin berani memanfaatka waktu yang sedikit untuk menaikan citra, tetap melanjutkan kasus mentersangkakan AS dan BW sampai ke meja hijau, karena dibelakangnya ada kekuatan besar yang melindunginya. Jika dihitung hitung kekuatan pendukung Budi Waseso, hanya dapat dikalahkan oleh kekuatan Prof KH Safi’i Ma’arif.
Kenapa demikian, Karena kekuatan Pak Kiai ini dibelakangnya ada PAN dan sekutu Gerindra beserta konco-konco koalisinya, serta mendapat dukungan dari partai Demokrat yang sudah komitmen dari awalnya untuk tidak memilih Komjen BG menjadi Kapolri. Sejalan dengan itu Demokrat sangat mewaspadai peranan Budi Waseso yang demikian getol menterpurukan mantan pimpinan KPK AS dan BG, dimana mereka berdua termasuk binaan SBY.
Jika dilihat dati perimbangan kekuatan jelas Prof Ma’arif unggul beberapa hasta dari Budi Waseso, oleh sebab itu saran yang diberikan kepada Jokowidodo sangatlah telak dan langsung pada pusat kematiannya. Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif, meminta agar Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim) Komjen Budi Waseso dicopot dari jabatannya atau diganti. Karena terus menerusmengkriminalisasi KPK dan instansi lain.
Motif Bareskrim Polri sudah terlihat karena selalu mempermasalahkan kasus kecil dengan mengarah kepada pejabat tinggi negara. "Yang dituduhkan kepada KPK dan pimpinannya selalu kasus kecil jika dibandingkan penyelamatan uang negara Rp 249 triliun. Kerja KPK menaikan indeks persepsi korupsi Indonesia dari 3,2 menjadi 3,4. Mengapa mengurus kasus sekelas kecil kalau tidak ada maksud tertentu?Ia meminta kepada Presiden untuk bersikap tegas atas kriminalisasi yang ditujukan kepada KPK
Mensikapi hal itu Jokowidodo sekarang mencoba mengkalkulasi jika ia harus memerintahkan Polri menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), dan memutuskan untuk membuat Perpu seperti yang pernah dilakukan oleh SBY. Bila harus memerintahkan penerbitan SP3 , maka pihak lawan akan mempersoalkan serta menentangnya.Siapa saja mereka a.l para politisi PDIP baik yang bersemayam di Legislatif, maupun partai koalisinya seperti Nasdem, PKB, PPP. Dll.
Akan tetapi Nasdem,PPP sudah mulai bersuara berseberangan dengan PDIP , sedangkan dari kubu KMP sebagian besar memberi dukungan kepada Presiden.Menurut suvey terbaru kekuatan Jokowi menjadi semakin bertambah walupun dari PDIP berkurang, akan tetapi sebagai keberaniannya memPHK kan Budi Waseso dari kapolri dan keberanian menerbitkan Perpu maka arah dukungan sekarang adalah KMP dan SebagianKIH.
Kemunkinan besar hasil kalkulasi Presiden Jokowidodo cenderung akan mempertimbangkan usulan yang disampaikan oleh Prof KH Safi’i Ma’arif perihal pencopotan Kabareskrim Komjen Budi Waseso, Jokowi juga bakalan memerintahkan Polri untuk menerbitkan SP3 atas kasus yang menimpa kedua mantan pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Berdasarkan masukan dari berbagai kalangan masyarakat para relawan yang masuk kepada Jokowidodo terkait perkembangan politik di tanah air serta kinerja Kepolisian yang diketahui dengan jelas telah melakukan kriminilasasi secara masif terutama kepada kedua mantan pimpinan KPK AS dan BW, maka salah satu yang dipertimbangkan adalah pencopotan Komjen Budi Waseso dari Kabareskrim. Itulah peta kekuatan Jokowidodo secara politis masih lebih unggul dibandingkan kekuatan yang bersemayan di dalam tubuh Budi Waseso yang merupakan penjelmaan dari pimpinan mantan atasannya yang mendapat dukungan dari politisi PDIP dengan figue sentralnya Megawati
Salam Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H