Lihat ke Halaman Asli

Imam Ikhsanul

Mahasiswa

Semangat Mbah Sariyem, 40 Tahun Berjualan demi Keluarga

Diperbarui: 3 Desember 2023   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mbah Sariyem yang sedang menjual salaknya di depan Teras Malioboro 1. Foto : Imam Ikhsanul

Yogyakarta, - 'Ana Dina, Ana Upa'. Sebuah ungkapan lawas Jawa yang memiliki arti setiap perjuangan selalu ada hasil nyata. Pepatah Jawa tersebut tepat menggambarkan sosok Mbah Sariyem. Semangat, kerja keras, dan kegigihannya kini mampu mengubah keadaan ekonominya.

Di beberapa kota besar, pedagang kaki lima dianggap mengotori penampilan kota. Istilah pedagang kaki lima atau PKL juga sudah tidak asing lagi. Pedagang kaki lima kerap dipandang sebelah mata. Padahal dari hasil berjualan buah dipinggir jalan bisa mencukupi kebutuhan sehari hari, seperti yang dialami penjual buah ini.

Sariyem, asal Turi, Sleman tak patah semangat berjualan salak meski sudah lanjut usia. Mbah Sariyem, sapaan akrabnya sudah 40 tahun berjualan salak yang ia ambil dari kebunnya sendiri. Ia membuktikan bisa mendapatkan banyak penghasilan dengan berjualan salak dan bisa menghidupi keluarganya.

Di usia 72 tahun, Mbah Sariyem terus menunjukkan semangat dan ketekunan yang luar biasa dengan berjualan salak selama kurang lebih empat dekade. Meskipun usianya semakin bertambah, semangatnya untuk menghidupi keluarganya tidak pernah luntur. Setiap mau berjualan, beliau mempersiapkan salak yang telah beliau panen sendiri.

Tidak mudah menjalankan usaha selama beberapa dekade, terutama di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat. Namun, Mbah Sariyem tetap bertahan dan melawan segala tantangan yang datang. Ia selalu berusaha untuk memberikan salak berkualitas tinggi dengan harga yang terjangkau, sehingga pelanggan setianya selalu datang kembali.

Meski suami Sariyem telah meninggal dunia, perempuan berusia 72 tahun itu tak pernah patah semangat untuk mencari nafkah. Kini ia mempunyai penghasilan dan bisa memenuhi kebutuhan sehari - hari "Ya sejak suami saya meninggal saya coba jualan salak, ini ambil dari kebun karena di Sleman padi nggak ada, salak semua adanya ," kata Sariyem, Senin (27/11/2023).

Sariyem berjualan setiap 3 hari yaitu Jumat, Sabtu, dan Minggu di jalan Malioboro, Yogyakarta. Tepatnya di depan Teras Malioboro 1. Sariyem berjualan buah salak, mulai dari pukul 09.00-15.00 . Salak yang dijual olehnya didominasi dengan salak pondoh seharga Rp. 20.000 untuk 1 kilo. "kalau sedang capek, nggak enak badan, ya sudah nggak usah jualan. Paling sebulan itu cuma dua atau tiga minggu saja jualannya," lanjutnya.

Semangat dari mbah Sariyem ini patut kita contoh.  Ia datang sendiri dari Sleman menggunkan Trans Jogja. Berawal dari Tempel, kemudian  Jombor sampai akhirnya sampai di Malioboro. Ia memilih jualan di Malioboro karena Malioboro adalah pusat perekonomian atau pasar. Malioboro dikenal sebagai pusat wisata yang selalu ramai pengunjung baik dari dalam kota maupun dari luar kota. Meskipun perjuangan beliau tidak pernah mudah, namun semangat dan keuletan beliau telah menginspirasi banyak orang di sekitarnya.

Setiap berjulan, dagangannya tidak pasti ramai. Namun sariyem tak patah semangat untuk selalu sabar dalam berjualan. Dari hasil jualan salak itu juga membuat dirinya bisa membantu untuk biaya hidup. "nggak pasti mas kadang bisa habis, kadang masih bawa sisanya, Ya cukup untuk makan," ujarnya.

Meskipun berusaha keras, Mbah Sariyem tidak pernah berhenti berbagi senyum dan semangat kepada siapa pun yang datang ke warung salak kecilnya. Beliau percaya bahwa semangat positif dapat menular, dan beliau ingin menyebarkan kebaikan kepada orang-orang di sekitarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline