Lihat ke Halaman Asli

Ternyata Beda Kota, Beda Juga Gaya Ngopinya

Diperbarui: 7 November 2016   12:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto milik pribadi. Sumber ImamHariyanto.com

Whhoooooaaammmm....!!

Baru bangun tidur..hehe.

Apa kabar, teman-teman? Baik-baik aja kan, saya tinggal jalan-jalan lama. Yup, bener sekali. Udah lama banget saya gak posting tulisan di blog kesayangan yang mulai banyak sarang laba-labanya ini :D

Beberapa bulan belakangan, saya lagi asik bergelut dengan "dunia hitam", eits bukan jadi dukun santet ya, tapi saya lagi jatuh cinta pada KOPI. Saya benar-benar senang sekali pada "Si Hitam" yang satu ini, ada begitu banyak hal baru, mulai dari yang simpel sampai yang rumit, ada banyak orang baru yang saya kenal berkat kopi. In a fun way, it's making my life more colorful.

Oke, saya mulai cerita sambil minum kopi ya..., Jadi gini...

Semenjak tinggal di Jakarta, secara alami saya sering singgah ke beberapa kota di Indonesia, untuk bertemu dengan orang-orang yang menggeluti dunia kopi. Tak pernah lupa juga, saya sempatkan untuk mencoba beberapa kedai kopi (atau mau disebut "cafe") di sana. Mulai dari Bogor, Bandung, Yogyakarta, Bali, Riau, Balikpapan dan beberapa kota di daerah asal saya, Jawa Timur, seperti Surabaya, Malang, Jember, Bondowoso, dan Banyuwangi. Aaarrgh.. saya masih punya hutang buat berkunjung ke Aceh dan Berastagi. Mudah-mudahan segera bisa menepati janji. amin

Gaya Ngopi Yang Berbeda

Foto milik pribadi. Sumber ImamHariyanto.com

Dari perjalanan-perjalanan itu, saya mempelajari 1 hal, yaitu perbedaan. Ternyata gaya (style) ngopi masing-masing kota itu berbeda. Misalnya saja, di Jakarta kebanyakan kedai kopi menyajikan kopi dengan profil light (sangrai terang), dan para pelanggannya kritis tentang kopi yang diminumnya. Segala hal tentang kopi bisa jadi bahan obrolan yang panjang, mulai dari petani, proses paska panen, varietas, teknik penyeduhan (paling banyak seduh manual: V60, Aeropress), hingga cita rasa kopi. Lengkap kayak acara Bedah Buku! (yang ini bisa dibilang "Bedah Kopi" kali ya..hehe)

Beda lagi di Jember, meski ada kedai yang menyajikan kopi dengan profil light roasted, tapi kebanyakan adalah kopi-kopi medium roasted atau paling terang light to medium roasted. Malah ada yang ada yang medium to dark, biasanya untuk kopi tubruk (dan minumnya dicampur gula). Beberapa obrolan dengan pemilik kedai, katanya gaya ngopi di Jember suka dengan kopi yang strong (meski saya tidak paham kopi yang strong itu kayak gimana rasanya, mungkin kopi yang bisa bikin pria perkasa ya..hehe). Tapi satu persamaan yang saya temukan adalah gaya ngopi di Jember suka dengan kopi yang ada rasa pahitnya. Mungkin hidupnya sudah terlalu manis, makanya butuh sedikit rasa pahit ya :D

Obrolan soal kopi antar penikmat dan penyeduh atau sesama penikmat kopi juga tidak seberat di Jakarta. Rata-rata kedai kopi menjadi tempat cangkruk (nongkrong) bareng teman-teman atau pacar tanpa ada obrolan soal kopi. Beberapa minggu lalu saya berkunjung ke salah satu kedai kopi di Jember, dan rasanya senang sekali, ada beberapa pengunjung yang menikmati kopi sambil ngobrol tentang kopi. Jadi ikutan ngobrol deh..hehe

Saat ke Riau dan Balikpapan juga saya menemui hal yang mirip. Budaya nongkrong di kedai kopi sudah mengakar, terlihat dari banyak kedai-kedai kopi yang menyajikan kopi-kopi yang disajikan dengan cara sophisticated. Ada yang pakai mesin espresso bagus nan mahal (untuk ukuran dompet saya) dan juga manual brewing. Tapi, obrolan soal kopi masih belum banyak terdengar. Tapi memang begitu lah salah satu peran kopi, secangkir minuman nikmat yang tak perlu diperdebatkan, cukup nikmati saja setiap sesapanmu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline