[caption id="attachment_1196" align="aligncenter" width="600" caption="Watu Ondo Jember, 20 Februari 2015"] [/caption]
Foto di atas adalah foto air terjun Watu Ondo saat saya ke sana pada tanggal 20 Februari 2015. Tempatnya masih sejuk, bersih, dan, tentu saja, indah. Bahkan, tempat penitipan sepeda motor dan petugas tiket masih belum ada. Benar-benar seperti surga “tersembunyi”.
Watu Ondo ini ada di Kawasan Taman Nasional Meru Betiri, Jember. Jalan masuknya melalui Afdeling Trate, PTPN XII Kotta Blater, tepatnya di Desa Curah Nongko, Kecamatan Tempurejo. Saat hari-hari libur, tempat ini ramai (mungkin lebih tepat sangat ramai) dikunjungi oleh wisatawan lokal, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa.
Nah, Sabtu, tanggal 16 Mei 2015, atau tepatnya 2 bulan lebih 25 hari saya ke sini lagi, bersama teman-teman semasa kuliah dulu. Saat awal memasuki daerah perkampungan, saya agak terkejut karena sudah ada banner “Selamat Datang di Watoe Ondo”, plus ada tempat penitipan sepeda motornya. Saya bergumam dalam hati, “Alhamdulillah..sekarang masyarakat setempat bisa mendapat manfaat dari Watu Ondo”.
Saya pun melanjutkan perjalanan menuju rumah seorang penduduk setempat yang saya titipi sepeda motor saat ke sini dulu. Setelah itu saya langsung berjalan menuju lokasi Watu Ondo. Melewati perkebunan karet yang rimbun, sejuk, dan asri..ahh senangnya.
Saya pun sampai di sebuah kerumunan orang. Tampak sebuah warung kecil yang menjual makanan dan minuman ringan. Oh..rupanya sudah ada yang jualan di sini. Mencoba melihat lebih jauh, saya melihat seorang lelaki tua yang terlihat sedang melayani beberapa orang. Saya pun menghampirinya.
“Mas, ada tiket masuknya. Tiga ribu per orang, wisata alam watu ondo” begitu katanya. Agak kaget, ternyata sudah ada tiket masuknya sekarang. Melihat dari emblem yang ada di bajunya, lelaki tua ini adalah petugas taman nasional. Tak ada pesan apa-apa, meski hanya sekedar “Mas, tolong jangan buang sampah sembarangan ya”. Tanpa banyak basa-basi, saya membayar tiket masuknya. Yup.. Rp 3.000 per orang.
Sebenarnya dari rumah, saya sudah punya niat untuk “menjenguk” Watu Ondo, yang katanya sekarang sudah mulai ada sampah. That’s why saya sengaja membawa 2 kantong plastik besar untuk tempat sampah yang saya pungut nantinya. Mulai dari padang rumput, saya dan teman-teman memunguti sampah-sampah plastik yang berjatuhan. “Hmm..ternyata jadi seperti ini”.
Pungut-memungut sampah kami lanjutkan sampai ke air terjun Watu Ondo. Dari jalan setapak sampai sepanjang aliran sungai, kami susuri untuk memungut sampah. Sesekali saat saya memungut sampah, ada beberapa pengunjung yang bertanya, “Mas, dari Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) ya? Kegiatan kayak gini rutin ya?”, tanya dia. Saya pun tersenyum sabar sebentar, lalu menjawabnya dengan santai, “Bukan, Mas. Saya cuma pengunjung biasa, bukan dari komunitas pecinta alam apapun. Ini saya lakukan ya “cuma” kebetulan mampir ke sini, sekalian pengen bawa oleh-oleh sampah pulangnya...haha”.
Ternyata banyak (sekali) sampahnya, dan beraneka ragam, seperti bungkus snack, botol plastik air mineral, tissue, plastik makanan, kertas minyak, kaleng minuman, bungkus permen, bahkan saya sampai “memungut [dengan tongkat kayu]” (maaf) barangnya wanita (baca: pembalut) yang ada darahnya. Jijik? Pasti. Tapi saya lebih jijik pada orang yang membuangnya. Mungkin saat masih sekolah (kalau dia bersekolah), tepatnya saat pelajaran “Kebersihan Lingkungan”, dia tidak masuk, jadi tidak tahu kalau membuang sampah (apapun) sembarangan itu jelas-jelas perbuatan yang SALAH.
[caption id="attachment_1194" align="aligncenter" width="600" caption="Sehari Jadi Pemulung Sampah di Watu Ondo"] [/caption]