Lihat ke Halaman Asli

Imam Setiawan

Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Tantangan dan Keajaiban Executive Function dalam Kehidupan Diseksia - ADHD

Diperbarui: 10 Januari 2025   11:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Milad Fakurian on Unsplash 

Tantangan dan Keajaiban Executive Functions dalam Kehidupan Disleksia-ADHD

Sebagai seseorang dengan disleksia dan ADHD, istilah "executive functions" bukan sekadar teori, melainkan realitas yang saya jalani setiap hari. Executive functions   serangkaian kemampuan kognitif seperti merencanakan, mengorganisasi, memecahkan masalah, dan mengatur diri  adalah jembatan antara niat dan tindakan. Namun, bagi saya, jembatan ini sering kali terasa goyah.

Executive functions ibarat kompas yang membantu seseorang menavigasi kompleksitas hidup. Tapi bagaimana jika kompas itu kerap kehilangan arah? Sebagai anak yang dulu sering dicap "pemalas" atau "tidak fokus," saya tahu betul bagaimana rasanya berjuang dengan ingatan kerja (working memory) yang serba terbatas, impulsivitas yang sulit dikendalikan, dan kesulitan dalam mengatur prioritas.

Sebagai contoh, saya sering lupa membawa buku pelajaran yang benar atau bahkan lupa mengerjakan tugas sama sekali. Impulsivitas membuat saya menjawab sebelum berpikir, atau memulai sesuatu tanpa menyelesaikannya. Sementara itu, fleksibilitas kognitif? Saya seringkali merasa sulit untuk berpindah dari satu tugas ke tugas lain tanpa merasa frustrasi.

Namun, hidup dengan disleksia dan ADHD juga mengajarkan saya cara untuk bertahan. Saya belajar bahwa keberhasilan bukan tentang menjadi "normal," tetapi tentang menemukan cara yang bekerja untuk diri sendiri. Misalnya:

  1. Menggunakan alat bantu eksternal: Kalender digital dan pengingat di ponsel adalah sahabat setia saya. Mereka membantu saya mengelola waktu dan mengatur prioritas.
  2. Memecah tugas besar menjadi langkah kecil: Ketika merasa kewalahan, saya memecah pekerjaan menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dikelola.
  3. Mengadopsi strategi visual: Peta konsep dan diagram menjadi alat favorit saya untuk memahami informasi kompleks.
  4. Berlatih kesadaran diri: Saya belajar mengenali kapan otak saya mulai "sibuk sendiri" dan menggunakan teknik seperti pernapasan dalam untuk membantu fokus kembali.

Di balik semua tantangan ini, ada kekuatan yang saya temukan. ADHD memberikan saya energi tak terbatas untuk mengeksplorasi ide-ide baru, sementara disleksia mengajarkan saya cara berpikir yang unik dan kreatif. Ketika saya belajar menerima kekacauan dalam diri saya, saya mulai melihat bahwa kekacauan itu bukan hambatan, melainkan bentuk lain dari potensi.

Sebagai pendidik, pengalaman ini membantu saya memahami murid-murid dengan kebutuhan khusus. Saya tahu rasanya tidak dimengerti, dan itu membuat saya lebih berempati. Saya ingin menjadi guru yang melihat keunikan mereka, bukan hanya kekurangannya.

Hidup dengan disleksia dan ADHD adalah perjalanan penuh tantangan dan pelajaran. Meskipun executive functions saya sering terasa "sibuk sekali," saya percaya bahwa setiap langkah yang diambil, sekecil apa pun, adalah kemenangan. Bagi siapa pun yang merasa berjuang dengan executive functions, ingatlah:

"Kekacauan bukan akhir dari segalanya, melainkan awal dari kreativitas yang belum terungkap."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline