130 Tahun Perjalanan Disleksia: Dari "Buta Kata" Menuju Pengakuan Global
Lebih dari satu abad yang lalu, dunia medis dikejutkan oleh fenomena yang tampak sederhana tetapi penuh misteri: kesulitan membaca tanpa sebab fisik yang jelas. Pada tahun 1896, Rudolf Berlin, seorang dokter mata dan profesor asal Jerman, menciptakan istilah dyslexia, yang berarti "kesulitan dengan kata-kata." Istilah ini tidak hanya memberikan nama untuk sebuah kondisi yang sebelumnya sulit dipahami, tetapi juga menjadi awal dari perjalanan panjang memahami dan mendukung individu yang mengalaminya.
Berlin menemukan bahwa pasien-pasiennya, meskipun tidak memiliki masalah pada penglihatan, menghadapi tantangan besar dalam membaca. Dia menduga bahwa penyebabnya bukan pada mata, melainkan pada otak---sebuah gagasan revolusioner pada masanya. Ironisnya, nama Berlin sendiri kini tenggelam di balik istilah yang ia ciptakan, seperti seorang pelaut yang menamai kapal namun tidak pernah menjadi nahkodanya.
Namun, Berlin bukanlah pelopor tunggal dalam kisah ini. Ia terinspirasi oleh Adolph Kussmaul, yang sebelumnya memperkenalkan istilah Wortblindheit atau "buta kata" pada tahun 1877. Penelitian Kussmaul membuka jalan bagi Berlin untuk menyesuaikan istilah ini ke dalam kerangka medis internasional, menyatukan gagasan tentang gangguan membaca dalam literatur medis global.
Menjadi Perhatian Dunia
Pada awal abad ke-20, perhatian terhadap disleksia berkembang pesat di Inggris, berkat penelitian James Hinshelwood dan William Pringle Morgan. Morgan, seorang dokter umum, mencatat kasus Percy F., seorang anak pintar namun tidak mampu membaca. Penemuan Morgan ini menjadi tonggak penting yang menandai bahwa kesulitan membaca bisa terjadi meskipun kemampuan intelektual anak sangat baik.
Penelitian Hinshelwood lebih lanjut menyatakan bahwa disleksia bukanlah akibat dari masalah penglihatan, melainkan kekurangan bawaan dalam memori visual untuk kata-kata. Pandangan ini mengubah cara dunia memandang disleksia, dari sekadar gejala menuju pengakuan sebagai kondisi yang kompleks dan membutuhkan perhatian khusus.
Di Amerika Serikat, Samuel T. Orton menjadi tokoh utama dalam penelitian disleksia. Ia mengembangkan teori bahwa gangguan membaca bukan hanya hasil kerusakan otak tertentu, tetapi mungkin terkait dengan dominasi otak yang tidak seimbang. Meskipun teorinya tidak sepenuhnya benar, pandangan ini mendorong penelitian menuju pemahaman kognitif yang lebih mendalam. Orton juga mendukung metode fonik, yang hingga kini menjadi salah satu strategi utama dalam membantu anak-anak dengan disleksia.
Dukungan Modern dan Perjuangan Pengakuan