Lihat ke Halaman Asli

Imam Setiawan

Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Dyslexia Unlocked: Meretas Sekat, Membuka Mata Untuk Anak Disleksia

Diperbarui: 29 Oktober 2024   18:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto : milik pribadi

"Dyslexia Unlocked: Meretas Sekat, Membuka Mata untuk Anak Disleksia"

"Oktober ini, Bulan Kesadaran Disleksia menjadi momen istimewa yang mengingatkan kita bahwa anak-anak disleksia bukanlah tertinggal, tetapi istimewa dengan cara mereka sendiri. Mereka membuka mata kita, mengubah cara pandang, dan membawa kekuatan yang tersembunyi di balik setiap tantangan. Di balik kesulitan mereka, tersimpan keunikan yang hanya butuh satu hal: pemahaman kita."

Oktober ini, sebagai Bulan Kesadaran Disleksia, menjadi momen yang sangat istimewa bagi saya. Setiap tahun, bulan ini selalu terasa dekat di hati, namun tahun ini terasa lebih dalam. Dengan penuh haru dan bangga, saya melihat program "Dyslexia Unlocked" yang diadakan oleh orangtuaberbagi.id dan para penggiat peduli Disleksia menggema di 10 kota besar Indonesia, menyebarkan pemahaman dan inspirasi kepada para orangtua, guru, dan masyarakat luas. Di kota-kota tersebut, digelar talkshow disleksia, pameran karya anak-anak disleksia, hingga screening awal yang membuka jalan bagi anak-anak untuk dikenal lebih baik oleh lingkungan mereka.

Acara ini tidak sekadar rangkaian aktivitas,  adalah pesan penting yang membawa harapan baru bagi anak-anak disleksia di seluruh negeri. Di pameran karya mereka, kita bisa melihat jejak kreativitas yang unik, sesuatu yang sering luput dari pandangan karena kesalahpahaman dan stigma yang masih melekat. Melalui talkshow, kita mendengar cerita orangtua dan pakar yang berbagi tentang perjalanan mereka memahami disleksia, memperjuangkan hak anak mereka agar diterima di sekolah, dan memberi kesempatan bagi mereka untuk berkembang. Ini adalah momen yang menggugah hati dan membuka pikiran bahwa anak-anak dengan disleksia bukanlah anak-anak yang tertinggal, tetapi anak-anak istimewa yang memiliki cara pandang yang berbeda dan unik terhadap dunia.

Sebagai penyandang disleksia dan ADHD, saya mengerti betul bagaimana rasanya tidak dipahami, bahkan dianggap tidak mampu. Dulu, banyak yang menilai saya berdasarkan kelemahan saya dalam membaca, menulis, dan memahami instruksi dengan cepat. Namun, di balik setiap kesulitan itu, ada kekuatan yang tersembunyi. Justru karena pengalaman ini, saya tergerak untuk melibatkan diri dalam dunia pendidikan anak berkebutuhan khusus, termasuk menjalankan proyek Dyslexia Keliling Nusantara. Proyek ini adalah mimpi saya untuk menjangkau para guru dan orangtua di berbagai daerah, agar mereka lebih paham dan siap mendukung anak-anak dengan disleksia. Setiap kota yang saya kunjungi, setiap sekolah yang saya datangi, menyimpan cerita tentang kegigihan anak-anak disleksia yang hanya butuh kesempatan dan pemahaman lebih dari kita semua.

Yang membuat hati saya hangat adalah semakin banyaknya orangtua yang sekarang sadar dan berusaha untuk memahami anak-anak mereka yang disleksia. Mereka tidak lagi menganggap kesulitan anak sebagai tanda kegagalan, melainkan sebagai bentuk keunikan yang perlu dipahami. Namun, di sisi lain, tantangan terbesar masih datang dari sektor pendidikan. Banyak guru yang sebenarnya memiliki hati yang tulus, tetapi masih terjebak dalam pola pikir konvensional yang menganggap anak-anak disleksia sebagai "masalah" di kelas. Mereka belum paham bahwa disleksia bukan sekadar tantangan dalam membaca, melainkan suatu cara berpikir yang berbeda.

Di bulan Oktober ini, melalui tulisan-tulisan saya di kompasiana.com/imamdkn , webinar bersama guru, dan rangkaian kegiatan lainnya, saya ingin terus mengedukasi dan mengajak mereka untuk membuka pikiran. Memahami disleksia bukanlah sekadar tugas tambahan, ini adalah panggilan untuk menjadi pendamping sejati bagi anak-anak yang hanya ingin diberi kesempatan untuk berkembang. Saya ingin menghapus mitos-mitos yang mengatakan bahwa anak disleksia itu malas atau tidak pintar. Mereka tidak memerlukan label, tetapi membutuhkan dukungan nyata untuk menunjukkan potensi terbaik mereka.

milik pribadi

Harapan saya sederhana, tetapi kuat. Untuk para orangtua, saya berharap terus bangga akan setiap pencapaian anak-anak kita, sekecil apa pun itu. Lihatlah setiap kemajuan sebagai langkah menuju masa depan yang lebih cerah, dan jangan pernah menyerah untuk memperjuangkan hak anak-anak kita. Untuk para guru, jadilah pendamping yang sabar, yang tidak lelah belajar dan mendengarkan. Setiap anak di kelas  berhak merasakan dukungan, bukan hanya dari segi akademik, tetapi juga dari sisi penerimaan. Dan untuk pemerintah, inilah saatnya melangkah lebih jauh. Rancanglah kebijakan yang benar-benar mengakomodasi kebutuhan anak-anak disleksia, karena masa depan mereka adalah tanggung jawab kita bersama.

Dyslexia Unlocked bukan hanya tentang Oktober, tetapi tentang membuka mata kita sepanjang tahun, membuka sekat-sekat pemikiran yang membatasi, dan memberikan ruang bagi anak-anak istimewa ini untuk tumbuh. Ini adalah undangan bagi kita semua untuk menghargai keunikan mereka dan menjadi bagian dari perjalanan yang penuh makna ini. Anak-anak dengan disleksia tidak hanya istimewa; mereka membawa cara baru untuk melihat dunia mereka mengajarkan kita semua bahwa kemampuan sejati terletak pada keberanian untuk berbeda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline