Lihat ke Halaman Asli

Imam Setiawan

Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Sekolah "Neraka": Kertas Kusam Guru...

Diperbarui: 27 September 2024   13:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak Kelas Individual Pak Imam/dokpri

Ketika saya mengatakan "bullshit" bahwa di sekolah kalian tidak ada anak berkebutuhan khusus, beberapa dari kalian terkejut. Saya tegaskan lagi: "Bullshit kalau di sekolah kalian tidak ada anak disleksia, bullshit kalau tidak ada anak ADHD." Jawaban kalian sering kali datang dengan nada bangga, seperti, "Tapi, Pak Imam, sekolah kami bukan sekolah inklusi. Kami sekolah internasional, sekolah kami berstandar nasional, kami sekolah penggerak dengan guru-guru bersertifikasi dan berprestasi." Jawaban-jawaban ini terdengar megah, tetapi di baliknya tersimpan kenyataan pahit: kebanggaan itu hanyalah tameng ketidaktahuan.

Sedih rasanya mendengar jawaban-jawaban seperti itu. Kalian merasa sudah menjadi guru yang hebat, terlatih, dan berprestasi. Namun, ketika ditanya tentang anak berkebutuhan khusus, kebanyakan dari kalian hanya terdiam atau menggeleng. Banyak dari kalian bahkan tidak tahu apa itu disleksia, apalagi ADHD atau diskalkulia. Ironisnya, beberapa dari kalian yang mengajar di sekolah luar biasa pun masih belum paham sepenuhnya tentang konsep anak berkebutuhan khusus. Prestasi di atas kertas tidak ada artinya jika kalian gagal memahami kebutuhan anak-anak yang ada di depan kalian setiap hari.

Saya bukan guru paling pintar, bukan pakar pendidikan yang paling tahu, dan bukan terapis terkenal. Saya hanya ingin kalian menyadari satu hal: di kelas kalian, tanpa disadari, pasti ada anak yang berkebutuhan khusus. Mungkin mereka belum terdiagnosis. Mereka mungkin disleksia, diskalkulia, ADHD, atau mungkin gifted. Mereka ada, dan mereka membutuhkan perhatian kalian. Saya hanyalah guru biasa yang juga kebetulan menyandang disleksia dan ADHD. Tidak masalah jika kalian tidak percaya atau tidak mau mendengarkan saya, tapi tolong, buka mata kalian, lihat lebih dekat pada anak-anak yang kalian ajar.

Saya sudah biasa dicueki, sudah biasa tidak dihargai. Pendapat saya mungkin sering dianggap angin lalu oleh banyak guru, tetapi saya tidak berhenti bersuara. Kalian tidak sadar bahwa dengan mengabaikan anak-anak ini, kalian sedang membiarkan mutiara-mutiara bangsa kita tenggelam dalam kegelapan. Kalian seringkali menganggap mereka sebagai anak bodoh, malas, atau bermasalah. Padahal, yang mereka butuhkan hanyalah pemahaman dan dukungan agar mereka bisa bersinar seperti anak-anak lainnya.

Mungkin kalian berpikir bahwa karena sekolah kalian bukan sekolah inklusi, kalian tidak perlu memahami anak berkebutuhan khusus. Itu adalah kesalahan besar. Setiap sekolah, apapun labelnya, pasti memiliki anak-anak dengan berbagai tantangan. Kalian, sebagai guru, adalah garda terdepan. Mungkin kalian tidak bisa menjadi ahli dalam setiap kondisi, tapi setidaknya, buka hati dan pikiran untuk mengenali bahwa mereka ada. Jangan hanya terpaku pada sertifikasi atau label, karena kepedulian dan empati tidak bisa diajarkan dalam pelatihan formal.

Saya sering bertemu dengan guru-guru yang begitu bangga akan titel dan prestasi mereka, namun ironisnya, mereka buta terhadap masalah yang ada di depan mata. Mereka berpikir bahwa keberhasilan seorang guru diukur dari seberapa baik siswa mendapatkan nilai tinggi atau memenangkan lomba akademis. Tapi, apakah itu cerminan keberhasilan sejati? Apakah kalian benar-benar bisa disebut berhasil jika masih ada anak yang tertinggal karena kalian tidak memahami kebutuhan mereka?

Kebanggaan pada gelar dan sertifikasi itu penting, namun jangan sampai hal itu membuat kalian lupa pada misi sejati seorang guru: membantu setiap anak mencapai potensinya, termasuk mereka yang memiliki tantangan yang tidak kasat mata. Pendidikan bukan hanya soal penguasaan materi pelajaran, melainkan juga soal pemahaman bahwa setiap anak itu unik, bahwa setiap perjuangan itu berharga. Anak-anak yang kalian anggap bermasalah mungkin sebenarnya adalah mereka yang paling butuh perhatian dan tangan kalian untuk bangkit.

Ketika saya berbicara dengan guru-guru di berbagai tempat, saya selalu menekankan satu hal: anak berkebutuhan khusus bukan masalah yang harus dihindari, mereka adalah tanggung jawab kita sebagai pendidik. Tidak peduli apakah kalian bekerja di sekolah internasional, nasional, atau sekolah penggerak, mereka ada di sana. Dan jika kita terus mengabaikan mereka, kita bukan hanya gagal sebagai pendidik, tetapi juga gagal sebagai manusia.

Mungkin kalian merasa tidak perlu mendengar kata-kata dari seorang guru yang juga penyandang disleksia dan ADHD seperti saya. Namun, saya berharap kalian mau membuka mata terhadap kenyataan bahwa masih banyak anak yang terjebak dalam sistem yang tidak memahami mereka. Mungkin saat ini, mereka adalah anak-anak yang kalian anggap bermasalah. Tapi siapa yang tahu, dengan sedikit perhatian dan dukungan, mereka bisa menjadi cahaya yang paling terang di masa depan.

Jadi, apakah benar di sekolah kalian tidak ada anak berkebutuhan khusus?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline