Lihat ke Halaman Asli

Imam Setiawan

Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Sekolah "Neraka": Kisah dibalik Huruf yang Tak terlihat

Diperbarui: 27 September 2024   16:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

milik pak imam

Bayangkan sebuah dunia di mana setiap kata, setiap kalimat, setiap buku yang seharusnya menjadi jendela menuju pengetahuan justru berubah menjadi medan pertempuran tanpa akhir. Bagi sebagian besar orang, membaca adalah aktivitas sederhana, otomatis, dan tak memerlukan upaya ekstra.

Namun, bagi anak-anak disleksia, realitas ini jauh dari kata sederhana. Setiap kata adalah tantangan, setiap huruf tampak kabur, dan setiap kalimat bergetar seolah menolak untuk dipecahkan maknanya. Bagi mereka, sekolah tidak lebih dari neraka---sebuah tempat di mana setiap hari adalah pertempuran melawan kebingungan dan ketidakpahaman, sementara dunia di sekitar mereka terus berjalan, seolah mereka tak terlihat.

Ketika teman-teman mereka dengan mudah membaca paragraf demi paragraf, anak-anak disleksia tertinggal, terperangkap dalam kabut kecemasan dan rasa malu. Saya ingat betul bagaimana rasanya saat masih di sekolah. Setiap halaman buku pelajaran tampak seperti musuh yang harus saya kalahkan. 

Setiap paragraf adalah labirin yang tak kunjung berujung, memaksa saya untuk membaca berulang kali demi sekadar menemukan makna yang terselip di antara huruf-huruf yang seakan menari-nari di halaman. Tak jarang, rasa frustrasi memuncak, apalagi ketika saya menyadari bahwa teman-teman saya sudah jauh melampaui saya. Mereka tertawa, memandang saya dengan tatapan penuh kebingungan atau ejekan, menyebut saya lambat, bodoh, atau kurang usaha.

Bukan hanya teman sebaya yang menjadi sumber tekanan. Para guru---sosok yang seharusnya menjadi pemandu dan pemberi dukungan sering kali tanpa sadar menambah beban yang saya pikul. Alih-alih memberikan bantuan, mereka justru kehilangan kesabaran. Saya dimarahi karena dianggap tidak berusaha cukup keras, dihukum karena dianggap tidak serius belajar. 

Di mata mereka, kegagalan saya untuk membaca dengan lancar adalah cerminan ketidakmampuan atau kurangnya kemauan. Sayangnya, mereka tidak tahu bahwa setiap upaya yang saya lakukan adalah perjuangan besar yang tak terlihat. Setiap huruf yang saya coba pahami adalah pertempuran kecil yang tak henti-hentinya.

Sekolah, yang bagi banyak anak adalah tempat belajar dan bertumbuh, menjadi tempat yang menakutkan bagi saya. Setiap lonceng tanda masuk kelas menimbulkan kecemasan dalam diri saya apa lagi yang akan saya hadapi hari ini? Di mana lagi saya akan gagal? Setiap kali mendengar cerita anak-anak disleksia lain, saya merasa terhubung dengan cara yang sangat mendalam. 

Ada perasaan yang sama, sebuah rasa takut yang tumbuh perlahan sekolah bukan lagi tempat pengetahuan, melainkan tempat di mana harga diri terkikis sedikit demi sedikit, hingga tak tersisa apa-apa selain rasa tak berharga. Saya bertanya-tanya, "Mengapa saya berbeda? Mengapa sekolah, yang seharusnya menjadi tempat bagi semua anak untuk berkembang, justru terasa seperti neraka bagi saya?"

Lebih menyakitkan lagi, sistem pendidikan kita, yang seharusnya inklusif, justru sering kali gagal mengakomodasi keunikan anak-anak disleksia. Sistem ini dibangun untuk mengakomodasi hanya segelintir gaya belajar gaya belajar yang kebanyakan disleksia tidak miliki. Setiap hari, anak-anak disleksia dipaksa untuk beroperasi dalam kerangka yang tidak sesuai dengan cara mereka memahami dunia. 

Akibatnya, mereka terpinggirkan, dilabeli sebagai "masalah," atau bahkan "kegagalan." Ironisnya, banyak dari anak-anak ini memiliki potensi yang luar biasa---di luar dinding-dinding sekolah yang sempit. Mereka sering kali unggul dalam bidang yang membutuhkan kreativitas, inovasi, ketekunan, atau kemampuan berpikir out-of-the-box. Namun, potensi itu terabaikan, terkubur di bawah tekanan akademik yang tidak dirancang untuk mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline