Lihat ke Halaman Asli

Imam Setiawan

Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Saya dan Disleksia, Sebuah Perjalanan

Diperbarui: 29 September 2024   18:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto pribadi

Bayangkan menjadi anak yang selalu tersandung kata-kata, pikiran melayang-layang tanpa arah, sulit sekali menyusun huruf demi huruf, apalagi angka-angka. Kalian mungkin pernah melihatku berusaha keras, dan terlintas rasa kasihan di benak kalian. "Apakah dia sadar?" mungkin itu yang kalian tanyakan. Percayalah, aku sangat menyadari keterbatasanku. Tetapi, kalian hanya bisa menebak seberapa besar frustrasi yang kurasakan lebih dalam, lebih pekat dari apa yang bisa kalian bayangkan.

Di luar sana, banyak yang menganggapku aneh. Kesulitan di sekolah, bingung dalam pergaulan, semuanya serasa tembok besar yang tidak bisa kulewati. Aku baru benar-benar bisa berkonsentrasi belajar menulis, membaca, dan berhitung saat usiaku menginjak dua belas tahun. Sebelumnya, aku hanya bisa terperangkap dalam ketidakberdayaan. Rasanya seperti hidup dalam badai, tanpa arah, tanpa pegangan. Dan itu membuatku hancur, benar-benar tenggelam dalam frustrasi dan depresi.

Tapi jangan salah. Di balik semua itu, aku bisa berpikir logis. Mungkin kalian tidak melihatnya, tapi di dalam, pikiranku bekerja dengan cara yang berbeda. Irama berpikirku berantakan, kadang cepat, kadang lambat. Aku tersiksa oleh kekacauan ini, terjebak dalam pikiran yang seakan-akan tidak bisa kukendalikan. Konsentrasi? Fokus? Dua hal yang selalu terasa jauh dari jangkauanku. Aku tak bisa menjelaskan seberapa besar penderitaanku, karena setiap kali aku mencoba, kata-kata seperti hilang ditelan angin.

Dan ya, itulah aku. Aku adalah Disleksia.

Saat usia sembilan tahun, aku didiagnosis dengan disleksia dengan penyerta ADHD atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Sebelumnya, ada yang menduga aku autistik, karena aku sering tidak fokus, hiperaktif, dan impulsif. Banyak yang salah paham, mengira disleksia hanya mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis. Tapi sebenarnya, disleksia jauh lebih luas. Ini tentang bagaimana otak memproses informasi, dan bisa memengaruhi ingatan serta keterampilan dalam mengorganisasi pikiran.

Data menunjukkan bahwa disleksia bisa terjadi pada satu dari sepuluh anak sekolah. Itu berarti ada jutaan anak di luar sana yang merasakan hal yang sama sepertiku. Mereka berjuang dalam kesunyian, sering kali tidak dipahami oleh orang-orang di sekitar mereka. Disleksia bukanlah sesuatu yang mudah untuk disembuhkan, tapi bisa dikelola. Penelitian menunjukkan bahwa deteksi dini dan penanganan yang tepat bisa membuat perbedaan besar dalam hidup seorang anak. Dan inilah aku. Sebuah perjalanan panjang yang penuh dengan tantangan, tetapi juga dengan harapan.

Dyslexia Internasional menyatakan pada current statistic 2019, Ketidakmampuan belajar spesifik yang berasal dari neurobiologis, disleksia ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata secara akurat dan/atau lancar, serta kemampuan mengeja dan membaca yang buruk. 

Kesulitan-kesulitan ini biasanya diakibatkan oleh defisit dalam komponen fonologis bahasa yang sering kali tidak terduga dalam kaitannya dengan kemampuan kognitif lainnya dan penyediaan instruksi kelas yang efektif. Konsekuensi sekundernya dapat berupa masalah dalam pemahaman bacaan dan berkurangnya pengalaman membaca yang dapat menghambat pertumbuhan kosakata dan latar belakang pengetahuan.

Apakah kalian tahu, data menunjukkan bahwa disleksia dapat terjadi pada satu dari sepuluh anak di usia dekolah, atau sekitar sepuluh hingga lima belas persen dari populasi (Shaywitz & Shaywitz, 2007; Vellutino et al., 2004). Namun, angka-angka ini dapat berbeda di setiap negara. Misalnya, di Cina sekitar 8% anak-anak mengalami disleksia di usia sekolah, Malaysia sekitar 7%, AS 17%, dan Australia 16%, menurut penelitian National Institute of Neurogical Disorders and Stroke (Grigorenko, n.d, 2010; Reid, 2016). 

Menurut Biro Pusat Statistik Indonesia (2010) (Biro Pusat Statistik (BPS), 1987), ada sekitar 24 juta anak-anak berusia 5 hingga 7 tahun. Di usia lima dan tujuh tahun, anak-anak pertama kali belajar membaca. Oleh karena itu, usia ini sangat penting. Dianggap sulit untuk menyembuhkan disleksia ini, tetapi dapat membaik seiring perkembangan anak. Penelitian di negara-negara maju menunjukkan bahwa hasil yang lebih baik diperoleh ketika disleksia dideteksi sejak dini dan ditangani dengan baik (Desiningrum, 2017; Tamasse, 2017).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline