Kembalinya HRS atau biasa di sapa dengan Habib Rizieq Shibab ini di tengah khalayak ramai tanah air, seketika menjadi iklim kesegaaran khususnya bagi beberapa kelompok islam tersendiri. Apalagi ueforia dari kedatangannya beberapa waktu lalu meninggalkan jejak di bandara Soekarno-Hatta atas kerusakan dari oknum-oknum umat yang terbawa keharuan, kerinduan dan kehangatan sang Dzurriah baginda besar Nabi Muhammad SAW itu.
Tak hanya itu, selepas kedatangan beliau dari Mekkah ke jakarta, rombongan muslim yang menjemput di ramaikan oleh alumni 212, FPI, GNPF, Laskar-Laskar islam dan pecinta habib lainnya. Yang mana di sambut dengan suka cita gembira. Sebab HRS terakhir kali meninggalkan tanah air pada tahun 2017 lalu. Setelah membuat sejarah heroik bagi gerakan kelompok muslim di tahun sebelumnya, yakni aksi besar di monas dalam rangka agenda mempidanakan ahok yang di klaim telah menistakan islam melalui surah Al-Maidah ayat 51.
Gegap gempita kepulangan HRS di harapkan bukan hanya mampu mengembalikan spirit perjuangan dari kelompok muslim tertentu, tetapi bisa menampung aspirasi rakyat secara holistik, di mana saat bangsa ini sedang di hadapkan pada komplikasi penyakit kronis yang menjangkiti seluruh tubuhnya akhir-akhir ini, maka patologi mujarab sangat di nantikan. Sebab ada banyak persoalan yang lebih urgensi di masa sekarang mulai dari persoalan politik, bantuan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan dsb.
Dari fragmentasi mini ini bahwa masalah yang sedang di alami oleh bangsa dari bermacam elemen dengan perkara yang berimbas pada kemarahan besar sipil beberapa waktu lalu dan hingga kini. Telah sampai pada episode darurat kestabilan negara. Maka dari itu apakah kedatangan sang orator yang di dambakan oleh banyak umat muslim ini bisa mempunyai alternatif agenda tepat sasaran yang bisa di tawarkan dalam langkah persatuan progresif rakyat. Dan sudah sampai manakah transisi agenda HRS setelah kepulangannya beberapa pekan kemarin?
LANGKAH AWAL AGENDA TRADISI MAULID NABI MENUJU REVOLUSI AKHLAK
Giddens(2002) "Runaway World: How Globalisation Is Reshaping Our Lives" Mengungkapkan tradisi merupakan bagian dari saraf konservatif, Hobsbwan(1983) "The Invention of Tradition" juga pula mengatakan bahwa tradisi jika boleh perlu di kembangkan maupun di rekabentuk, maka dari musabab tradisi di pandang bagian dari manifestasi norma dan nilai. Dengan melakukan pengembalian kembali salah satu ihwal pola yang membangun cerminan masa lalu. Yang mana tradisi murni ialah mengikat kepatuhan dan keakuran masyarakat, tradisi yang diciptakan lebih berbentuk kabur dari segi nilai, hak-hak yang wujud darinya dan kewajiban yang dituntut dari anggota masyarakat atau sesuatu kumpulan.
Sejalan dengan pondasi tradisi konservativ islamisme, Maulid Nabi Muhammad SAW di jadikan sebagai kultus kesucian dan di ikuti restorasi kebangkitan spirit umat islam dalam memperjuangkan amar ma'ruf nahi munkar. Ketika beberapa persatuan umat telah di buktikan dengan era Dinasti Fatimiyah dan Shalahuddin al-Ayyubi (1193 M) menyerukan semangat jihadnya dalam membendung pertempuran sengit di zaman perang salib dahulu.
Dalam hal agenda HRS pada Maulid Nabi Muhammad SAW yang di selenggarakan di wilayah petamburan, Jakarta pusat 14 november 2020 merupakan bentuk penyatuan umat yang merindukan HRS setelah cukup lama meninggalkan jejak dari masa pengasingannya di arab Saudi. Tak hanya itu maulid yang di yakini juga sebagai perayaan yang berhasil menyatukan banyak animo umat saat ini dari berbagai penjuru daerah Indonesia. Apalagi di gadang-gadang akan berlanjut pada reuni alumni 212 di desember 2020 mendatang.
Walaupun di satu sisi kepulangan HRS juga sebagai tujuan untuk mewali nikahkan kepada sang anak wanitanya yang bernama Syarifa Najwa Shibab. Namun nampaknya acara perhelatan ini menimbulkan banyak pro-kontra pada saat pelaksanaannya. Mendagri Tito Karnavian menerbitkan intruksi untuk kepala daerah mentaati setiap protokol kesehatan sehingga Gubernur Jakarta Anis Baswedan pun mendapat panggilan di kepolisian atas penyelenggaraan ini. Juga di saat bersamaan munculah tanggapan dari pangdam jaya Dudung Abdurachman yang menyatakan bahwa akan membubarkan FPI jika di perlukan, sebab baliho HRS yang banyak tersebar di anggap telah menyalahi aturan sekaligus acara pengumpulan massa di petamburan.
Di mana saya pikir perkumpulan massa yang massif atas dasar identitas dan kultural tak lain juga merupakan penguatan dari bagian kepanjangan umur dari rantai demokrasi pasca reformasi, Walaupun pada akhirnya kebebasan demokrasi harus terkikis sementara pada dogma-dogma Covid 19, dan seharusnya dari awal panitia penyelenggaraan maulid ini bukan mengadakan acara di petamburan jakarta, karena lokasi yang strategis untuk menjaga kesehatan yang pas dan aman lebih tepat berada di Solo atau di Medan, kurang lebih begitu kira-kiranya.