Lihat ke Halaman Asli

Idul Adha dan Kesalehan Sosial

Diperbarui: 27 Juni 2023   22:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan ini akan mengupas tentang aspek primordialisme dalam ajaran Islam, yakni perayaan Idul Adha. Hikmah ritual tahunan ini semestinya tidak hanya dikaji secara stagnan dari perspektif moralitas yang terkandung dalam peristiwa qurban.  Namun harus lebih melebar ke aspek-aspek yang lain. Mengapa demikian, karena kehidupan manusia tidak hanya fokus pada sisi moral relegius, tetapi juga berkompetensi sosio-antropologis. Dengan kata lain Idul Adha tidak hanya berkisar pada berapa banyak nash Al Quran dan Al Hadits tentang Idul Adha, tetapi juga tentang seberapa jauh unsur-unsur Idul Adha tersebut memberikan daya sentuh terhadap kehidupan manusia.

Secara umum Idul Adha mencakup dua elemen, yaitu ibadah haji dan peristiwa qurban. Ibadah haji diasumsikan sebagaimana penyempurna keislaman seseorang, dengan catatan dia memiliki kapasitas cukup baik aspek finansial maupun imunitas fisik, haji diposisikan, sebagai ekspresi pengorbanan seseorang jikalau memiliki kekayaan yang cukup.

Sementara ibadah qurban merupakan implikasi dari dedikasi seorang hamba kepada Tuhannya. Ibadah qurban adalah simbol totalitas dedikasi. Sinkretisasi antara alur historis ibadah qurban dengan implementasinya, jika diaplikasikan secara nyata tentunya akan menciptakan sosok hamba yang luar biasa.

Kajian ini akan berkonsentrasi pada hikmah ibadah qurban dalam relasi sosio-antropologis kehidupan umat Islam di muka bumi ini. Sebagaimana kita ketahui, ajaran Islam tidak sebatas pada terma konsensus hukum baik dan buruk atau benar dan salah. Namun mencakup keseluruhan aspek kehidupan. Begitu juga dengan hikmah ibadah kurban. Terlepas dari sejarah asal mulanya. Ibadah kurban telah meninggalkan nilai-nilai yang memiliki urgensitas tinggi dalam masa sekarang.

Dalam ranah sosiologis, kita mengenal konsep komunikasi sosial sebagai bagian dari proses sosial. Ibadah qurban merupakan lambang terjalinya komunikasi antara orang kaya dengan tidak mampu. Jika dicermati lebih jauh, ibadah qurban telah membentuk sebuah konstruksi yang kuat antara golongan yang berkecukupan dengan golongan yang kurang mampu.

Berdasarkan pendapat Soerjono Soekanto, bahwa komunikasi sosial merupakan salah satu unsur penting berlangsungnya kehidupan umat manusia. Ibadah qurban ditafsirkan sebagai penguat komunikasi antara kalangan dalam struktur kehidupan.

Wujud nyata dari relasi sosial adalah kehidupan bermasyarakat. Prinsip senasib sepenanggungan menjadi sangat penting  dalam kelangsungan sebuah masyarakat sehingga tidak terjadi ketimpangan antar bagian masyarakat tersebut. Supaya tercipta keselarasan antara orang kaya dan orang miskin. Disinilah nilai ibadah qurban kita rasakan. Terlepas dari kualitasnya, ibadah qurban mengindikasikan perasaan senasib antara orang kaya dan orang miskin, dimana kita saling berbagi satu sama lain.

Adapun ibadah qurban ditinjau dari aspek antropologis, dapat diketahui dari strata kesakralan ibadah qurban dalam kehidupan umat Islam. Dalam kajian antropologis kita mengenal istilah relegius emotion (emosi keagamaan). emosi keagamaanlah yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan yang bernuansa religi.

Relasi Kesalehan Sosial

Paradigma kontemporer mengarah pada pola hidup dan perilaku keberagamaan secara simbolik merupakan hasil kolaborasi pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan gaya hidup modern yang serba instan dan sarat nuansa sekuler-memisahkan agama dengan kehidupan dunia.

Perintah dan larangan agama yang tertuang dalam rangkaian syari'at suci dipandang sebagai sebuah teologi (ritual) semata, menutupi kebiasaan harian yang lebih mementingkan produktivitas keduniaan dengan berjejalnya tugas dan kewajiban yang selalu mengejar untuk segera diselesaikan. Mengelabui komunitas di sekitarnya agar tetap dianggap insan yang beragama dan menjunjung tinggi nilai-nilai serta ajaran agamanya, atau supaya tetap dipandang layak hidup dan tinggal di negeri yang berdasarkan "Ketuhanan".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline