Bernard Lewis, seorang orientalis, setiap kali memulai pembicaraan tentang Islam, lebih dulu menghimbau untuk bersepakat tentang apa yang dimaksudkan dengan Islam. Menurut Lewis, paling tidak ada tiga penjelasan mengenai pengertian Islam. Pertama; Islam adalah wahyu dan teladan Nabi Muhammad Saw. yang dimodifikasi menjadi Alqur'an dan Alhadits.
Kedua sumber ajaran ini tidak pernah berubah, yang berubah adalah penafsiran terhadapnya. Kedua; Islam yang diceritakan dalam ilmu kalam (terutama ilmu tauhid, aqaid, dan ushuluddin), ilmu fiqh dan ilmu tasawuf. Ketiga; Islam historis yaitu Islam yang diwujudkan dalam peradaban dan kebudayaan yang dikembangkan oleh para penganutnya dalam arti luas, termasuk peradaban dan kebudayaan yang diwarisi oleh Islam walaupun bukan karya kaum muslimin.
Pengertian Islam sebagai sikap pasrah kepada Allah Swt menjadikan Agama Islam -menurut Alquran- sudah ada sebelum Nabi Muhammad saw. Ketika Nabi Adam diutus ke dunia, agama Islamlah yang dibawanya. Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Swt kepada seluruh umat manusia melalui perantaraan rasul pilihan-Nya, Nabi Muhammad Saw. Ajaran ini bukan sama sekali baru tetapi merupakan kelanjutan dan penyempurnaan agama-agama yang bawa oleh para rasul sebelumnya.
Agama Islam tidak identik dengan Nabi Muhammad saw. an sich, sebab Muhammad adalah manusia biasa seperti manusia lainnya, yang terpilih sebagai nabi dan rasul dengan tugas menyampaikan ajaran-ajaran-Nya kepada seluruh umat manusia. Islam bersumberkan sang Khaliq, Allah Swt. Dengan demikian menamakan Islam dengan "Mohammadism" adalah suatu kekeliruan (Gibb; 1983).
Walaupun demikian memahami riwayat kehidupan Nabi Muhammad adalah suatu keharusan sebab salah satu sumber hukum Islam adalah Sunnah Rasulullah yang berupa sikap, perkataan, dan perbuatan beliau disamping Alqur'an dan Ijma' ulama. Selain itu, kedudukan Rasulullah dimata umat Islam sangat sentral. Beliau adalah panutan dan contoh teladan yang harus diikuti. Bahkan, akhlaq Rasulullah itu adalah Alqur'an.
Sebagaimana disebutkan Islam menolak sekularisme, sebab ajaran Islam mencakup seluruh bidang kehidupan manusia termasuk bidang kenegaraan. Dalam Islam tidak ada pemisahan antara urusan agama dan urusan politik. Pengertiannya, politik sebagai suatu kegiatan harus dilakukan dalam kerangka sistem nilai Islam.
Namun demikian, Alqur'an ada Sunnah Rasulullah tidak membatasi pengaturan kenegaraan tersebut secara kaku. Hal diserahkan kepada umat-Nya melalui ijtihad. Islam bukan ideologi tetapi dapat menjadi ideologi. Akan tetapi kalau yang terakhir ini terjadi maka terjadi pula penyempitan Islam.
Karena sebagai sistem nilai etik yang seharusnya mendasari semua bangunan struktur, setelah menjadi ideologi berubah fungsi hanya sebagai alat legitimasi bagi kekuasaan.
Islam yang menjadi ideologi akan mereduksi Islam sederajat dengan karya filsafat manusia. Islam-pun jangan dijadikan pesaing ideologi sebab akan menempatkan sebagai "petarung', siapa yang menang akan menguasai, dan siapa yang kalah akan tersingkir.
Sebagaimana dikatakan oleh Dr. Faisal, cendikiawan muslim Malaysia bahwa, "Masalah politik dan pentadbiran negara adalah termasuk dalam urusan keduniawian yang bersifat umum. Panduan Alqur'an juga sunnah bersifat umum.
Oleh yang demikian permasalahan politik termasuk dalam urusan ijtihad umat Islam. Tujuan utama atau cendikiawan Islam ialah berusaha secara terus-menerus menjadikan dasar Alqur'an itu menjadi sistem yang kongkrit supaya dapat diterjemahkan di dalam pemerintahan dan pentabiran negara sepanjang zaman".