Lihat ke Halaman Asli

Imam AwangSahrani

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

Dampak Lingkungan, Sosial dan Budaya Masyarakat Dayak Basap Akibat Penambangan Batubara di Daerah Bengalon, Kalimantan Timur

Diperbarui: 20 Oktober 2024   04:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Batubara adalah bahan bakar fosil yang terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang terakumulasi dan mengalami proses pembatubaraan. Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba yang mengalami proses geokimia selama jutaan tahun di bawah kondisi lingkungan tertentu. Proses pembentukan ini dikenal sebagai proses inkolen dan karbonisasi, yang melibatkan perubahan bertahap bahan organik menjadi batubara melalui penimbunan, tekanan, dan panas. Prosesnya dimulai dengan akumulasi tumbuhan di lingkungan rawa-rawa atau delta, di mana sisa-sisa organik terdekomposisi dan membentuk gambut. Ketika lapisan gambut tersebut tertimbun oleh sedimen selama jutaan tahun, tekanan dan suhu di bawah permukaan meningkat, menyebabkan perubahan fisik dan kimia. Beberapa tahapan dalam proses pembentukan batubara antara lain, yaitu:

  • Gambut, Tahap awal, di mana sisa tumbuhan terakumulasi tanpa banyak mengalami kompresi.
  • Lignit (batubara muda), Gambut berubah menjadi lignit dengan kandungan karbon rendah dan kadar air tinggi.
  • Sub-bituminus dan bituminus, Pada tahap ini, lignit mengalami peningkatan tekanan dan panas, menghasilkan batubara dengan kadar karbon lebih tinggi dan kadar air lebih rendah.
  • Antrasit, Tahap akhir pembentukan batubara, di mana tekanan dan panas maksimum menghasilkan antrasit dengan kandungan karbon paling tinggi dan nilai kalor terbesar

Kalimantan merupakan salah satu penghasil batu bara terbesar di Indonesia, hampir 86% hasil produksi batu bara berasal dari Kalimantan. Pembukaan lahan batubara merupakan salah satu ancaman terhadap lingkungan seperti eksploitasi sumber daya alam. Hal ini menjadi faktor utama bagaimana upaya pembangunan berkelanjutan terhadap lahan galian tambang yang sudah tidak dialokasikan.

Sumber daya alam yang terancam akibat tambang batubara seperti pembukaan lahan yang mana lahan tersebut sebagian milik masyarakat lokal yang pada dasarnya menjadi tempat mata pencaharian mereka. Salah satunya perusahaan tambang batu bara (Pit) milik PT. KPC, sebuah perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Kecamatan Bengalon dan Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Permasalahan sosial yang terjadi antara masyarakat sekitar terutama masyarakat suku Dayak Basap dengan PT.KPC dikarenakan ruang gerak masyarakat Dayak Basap yang terganggu di wilayah adat mereka akibat adanya kegiatan perluasan areal pertambangan yang di lakukan oleh para investor untuk mengejar "Emas Hitam" alias batu bara yang harganya saat ini sangat kompetitif di pasar dunia. Umumnya kebiasaan dan pola hidup masyarakat Dayak, khususnya kelompok Dayak Basap secara turun-temurun adalah bercocok tanam dan berburu secara tradisional di kawasan hutan yang merupakan wilayah kekuasaan atau hak ulayat dari para leluhur mereka. Dengan adanya tambang batu bara yang semakin mendekati pemukiman mereka ruang gerak masyarakat adat Dayak Basap semakin sempit. Perburuan semakin sulit karena kawasan hutan telah dibuka untuk kegiatan pertambangan.

Masyarakat adat Dayak Basap yang mendiami desa Keraitan yang berdekatan dengan area pertambangan pada umumnya mengalami gangguan kesehatan. Dengan kata lain, kualitas kesehatan mereka sangat rendah karena pencemaran lingkungan seperti debu dan lumpur masuk kearea permukiman warga sekitar akibat dari kegiatan pertambangan. Tanggung jawab dan perhatian pemerintah daerah dan perusahaan-perusahaan di sekitarnya masih sangat terbatas fasilitas pendidikan dan kesehatan dibangun hanya seadanya. Luas wilayah PKP2B/PKP2B sekitar 100.000 hektar yang meliputi wilayah Kecamatan Sangatta dan Bengalon. 

Dalam perkembangannya, luas wilayah yang disepakati (Agreement Area) berkurang menjadi sekitar 90.667 hektar, karena luasnya wilayah daerah pertambangan sehingga lahan pertanian dan ruang gerak masyarakat dalam melakukan aktivitas seperti bercocok tanam tradisional dan berburu semakin sempit sehingga mata pencaharian masyarakat menjadi berkurang dan sangat terbatas, sedangankan bagi masyarakat adat Dayak Basap, pekerjaan dan pendapatan utama mereka berasal dari kegiatan bercocok tanam tradisional, berburu, dan meramu hasil hutan yang sudah menjadi mata pencaharian mereka secara turun-temurun. Oleh karena itu, akses terhadap lahan pertanian sangatlah penting.

Selain itu, banyak pihak berpendapat dampak negatif lain dari kegiatan perusahaan pertambangan batubara ini merupakan tindakan yang dapat merusak lingkungan, baik flora maupun fauna. Isu lingkungan seperti pencemaran air dan udara, kebisingan dan getaran menjadi isu utama yang dihadapi oleh setiap perusahaan pertambangan batubara, termasuk PT.KPC kegiatan pertambangan memberikan dampak negatif terhadap lingkungan seperti menurunnya produktivitas tanah, pemadatan tanah, erosi dan sedimentasi, serta terganggunya flora dan fauna serta kenyamanan masyarakat setempat.

Karena berbagai gangguan terhadap kondisi ekonomi dan lingkungan seperti polusi udara, lahan pertanian yang dieksploitasi perusahaan, area perburuan dan penangkapan ikan terganggu, maka PT. KPC menawarkan masyarakat Dayak Basap untuk direlokasi dari desa mereka sebelumnya di Keraitan ke pemukiman baru bernama Matiro Walidengan harapan kualitas hidup mereka akan lebih baik dari pemukiman sebelumnya dengan lahan yang memadai untuk pertanian, perumahan yang representatif, akses jalan yang lebih baik, dan berbagai janji dari perusahaan sehingga masyarakat mau pindah. 

Program relokasi pemukiman diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat adat Dayak Basap menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya, baik dari aspek kondisi lingkungan, sosial, ekonomi, lingkungan tempat tinggal, maupun aspek masa depan generasi muda. Keberadaan perusahaan ini baik di wilayah Sangatta maupun Bengalon, ternyata cukup memberikan dampak positif bagi pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat setempat. Pembangunan infrastruktur dan keterlibatan dalam mendukung kegiatan sosial telah banyak dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline