Lihat ke Halaman Asli

Kolaborasi Sub-Pendidikan

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1419054287506362438

"Setiap individu berhak mendapatkan pendidikan, tanpa halang-rintang apapun dan Misi saya hanya satu : Mewujudkan Endonesia menjadi berkarakter dan kreatif." - Imam Ali Mustofa
Sub-Pendidikan Endonesia sebagaimana saya mengatakan baru-baru kemarin, bahwasannya peng-kolaborasian antara sub-budaya dan sub formal harus seimbang.
Pendidikan di negera besar seperti Endonesia seharusnya tidak menganut satu sistem kurikulum global, atau menggunakan satu sistem untuk sekala nasional. Menyinggung banyak aspek dalam segi seni dan budaya tentunya, bahwa apa yang telah kita ketahui tentang banyaknya kesenian dan kebudayaan di tanah ini. Untuk mencerdaskan bangsa, tidak melulu menggunakan sistem seperti tersebut.

Mengembangkan niat dan bakat siswa pelajar menjadi misi dan visi pendidikan yang harus di pertahankan sebagai tolak ukur berpikir suatu lembaga pendidikan, jangan malah memenjarakan mereka dalam belenggu "monotonisasi" dalam satu sistem. seperti yang sudah saya kemas dalam satu lelucon "Misteri Rumus Albert Einstein"

Rumus "Albert Einsten" ini ternyata untuk pendidikan Endonesia.


E = M.C2


Keterangan:
Education = Minimum.Caracther Cereatif
- karakter kreatif dibilangkan untuk edukasi (C2.E)
- minimum dibilangkan untuk edukasi (M.E)



Maka diketahui:
C2.E + M.E = Inovation



Untuk lebih menjunjung tinggi nilai seni dan budaya bangsa ini, pemerintah harus sigap menanggapa dilema pendidikan yang sudah menjadi carut marut mencemaskan ini. Satu gambaran untuk pemerintah dan segenap sistemnya, bilamana pendidikan mengangkat sub-tersebut diatas, Endonesia akan bangkit dari tidur pulasnya. Minat belajar bertambah karena masyarakat pelajar jenuh dengan berbagai percobaan yang selama ini memberatkan dan bakat dari para pelajar bisa tersalur baik. Dengan mengangkat segala aspek seni dan budaya dari setiap daerah di Endonesia yang banyak ini. Dengan begitu kreatifitas minat dan bakat seluruh masyarakat Endonesia akan sampai dengan selamat di masa depan. Mengenai pendidikan karakter berikut adalah pembahasannya:

Bab I


Pendidikan karakter merupakan aspek yang penting bagi generasi penerus. Seorang individu tidak cukup hanya diberi bekal pembelajaran dalam hal intelektual belaka tetapi juga harus diberi hal dalam segi moral dan spiritualnya, seharusnya pendidikan karakter harus diberi seiring dengan perkembangan intelektualnya yang dalam hal ini harus dimulai sejak dini khususnya dilembaga pendidikan. Pendidikan karakter di sekolah dapat dimulai dengan memberikan contoh yang dapat dijadikan teladan bagi murid dengan diiringi pemberian pembelajaran seperti keagamaan dan kewarganegaraan sehingga dapat MEMBENTUK individu yang BERJIWA SOSIAL, BERPIKIR KRITIS, MEMILIKI DAN MENGEMBANGKAN CITA-CITA LUHUR,MENCINTAI DAN MENGHORMATI ORANG LAIN, SERTA ADIL DALAM SEGALA HAL. (wikipedia)

Dalam masa ketimpangan pendidikan ini, para pendidik harus lebih ekstra berpikir. Dalam pendidikan Endonesia selama ini tidak ada kemajuan signifikan mengenai KARAKTER. Pada dasarnya, pendidikan karakter sangat di perlukan sejak dahulu untuk mencipkan generasi yang potensial dan kreatif untuk masa berkisambungan (terus-menerus).

Potretnya di Endoesia, para guru/dosen terlalu mengedepankan pendidikan moral umum secara satu arah, tidak melibatkan siswa untuk mengoreintasikan pengalamannya. Sebenarnya dengan hal tersebut, siswa (pelajar) dapat berpikir kreatif dan muncul ide-ide menarik. Idealitas masyarakat Endonesia bisa dikatakan melempem di pentas dunia. Pendidikan yang melulu mengedepankan penilian pencapaian individu dengan tolak ukur tertentu terutama logik-matematik sebagai tolak ukur keberhasilan dan menempatkan seseorang menjadi orang kelas satu.
Tujuannya sungguh sangat sederhana. Pendidikan karakter adalah suatu pendidikan membentuk sikap untuk menghadapi kemajuan tanpa bertentangan dengan norma yang berlaku.Pendidikan karakter juga bisa menjadi tempat sosialisasi individu sebagai sesorang yang bermanfaat untuk kehidupan luas.
Hasil dari pendidikan karakter. Genarasi penerus dapat mengetahui dan mengartikan berbagai macam karakter manusia lainnya, bisa mencontohkan dan menunjukan sikap dari pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari dan memahami baik sisi perilaku berkarakter.


Bab II


Dalam rangka menghadapi masa depan dan globalisasi yang sangat tajam serta akan diadakannya pasar ASEAN 2015 mendatang. Endonesia termasuk tergesa menerima hal tersebut. Bahwasannya karakter individu masyarakatnya kurang mumpununi. Bukan meremehkan atau bagaiamana, ini memang nyata. Dengan adanya Potret Korupsi dan Moralitas, bangsa ini sudah banyak sebenarnya sangat siap mendapat pendidikan karakter.

Adanya berbagai masalah dan konflik yang terjadi di masyarakat bisa dikatakan itu karena lemahnya karakter individu masyarakat seperti, contoh:
1. Konflik Sosial Kasus Tegal Dan Cilacap
2. Konflik anak-anak yang putus sekolah dikarenakan membantu orangtuanya
3. Konflik Indonesia VS Malaysia
4. Konflik 5 gereja dibakar oleh 10,000 massa di Situbondo karena adanya konflik yang disebabkan oleh kesalahpahaman.
5. Konflik Bentrok
6. Konflik Perbedaan pendapat antar kelompok – kelompok Islam seperti FPI (Front Pembela Islam) dan Muhammadiyah.
7. Konflik Perbedaan penetapan tanggal hari Idul Fitri, karena perbedaan cara pandang masing – masing umat.
8. KONFLIK POSO
9. Konflik tawuran antar pelajar
Konflik ini terjadi karena :

1. Dendam karena kekalahan dengan sekolah lain
Biasanya ini terjadi ketika adanya per tandingan bola antar sekolah. Dimana tim sekolah yang satu kalah dengan sekolah yang lain. Hal ini menyebabkan adanya r asa kecewa dan celakanya mereka ini biasanya melampiaskan rasa kekecewaan nya dengan mengajak berkelahi tim sekolah lain tersebut. Hal ini tentunya merupakan bentuk ketidak spor tifan pelajar dalam mengalami kekalahan.

2. Dendam akibat pemalakan dan perampasan
Apabila seorang siswa dari suatu sekolah menengah atas dipalak atau dirampas uang dan hartanya, dia akan melapor kepada pentolan di sekolahnya. Kemudian pentolan itu akan mengumpulkan siswa untuk menghampiri siswa dari sekolah musuh ditempat dimana biasanya mer eka menunggu bis atau kendar aan pulang. Apabila jumlah siswa dari sekolah musuh hanya sedikit, mereka akan balik memalak atau merampas siswa sekolah musuh tersebut. Tetapi jika jumlah siswa sekolah musuh tersebut seimbang atau lebih banyak, mereka akan melakukan kontak fisik.

3. Dendam akibat rasa iri akibat tidak dapat menjadi siswa di SMA yang diinginkan. Ketika seorang siswa mendaftar masuk ke SMA negeri, tetapi ia malah tidak diterima di sekolah tersebut. Dia akan masuk ke SMA lain bahkan ia bisa bersekolah di SMA swasta yang kualitasnya lebih rendah. Disebabkan oleh dendam pada sekolah yang dulu tidak menerimanya sebagai siswa, dia berusaha untuk membuat siswa yang bersekolah di sekolah tersebut merasa tidak nyaman. Dia akan memprofokasikan dan mencari-cari kesalahan sekolah tersebut agar akhirnya terjadi kontak fisik.
10. Konflik Politik Pilkada dan Liberalisasi Politik.


Bab III


Negeri adalah tanah kaya bergelimang harta dari tanahnya yang subur seperti: hasil bumi serta seni dan budaya yang begitu beragam. Pendidikan karakter meliputi berbagai hal, otomatis akan membuat pelajar menjadi individu yang mandiri, kreatif dan produktif tanpa harus di komando.

Kebebasan berekspresi harus sangat didukung dan di arahkan ke hal positif. Karena dari situ-lah inovasi dan kreatifitas individu muncul. Yang perlu dibentuk di masyarakat sejak dini adalah:

- Karakter cinta Tuhan dan ciptaan-Nya
- Mandiri dan Tanggung Jawab
- Jujur atau amanah dan diplomatis
- Hormat dan santun
- Dermawan dan berjiwa sosial.
- Percaya diri
- Jiwa kepemimpinan
- Baik dan rendah hati
- Toleran, kedamaian dan kesatuan
- Semangat Kebangsaan
- Cinta tanah air
- Menghargai prestasi
- Bersahabat/komunikatif
- Cinta Damai
- Gemar membaca
- Peduli lingkungan
- Peduli social

Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baikdidukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Bagan dibawah ini merupakan bagan kterkaitan ketiga kerangka pikir ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline