Perjanjian Hudaibiyah terjadi di tahun ke- 6 Hijriah, dengan pokok-pokok isi perjanjian yang saat itu dinilai oleh sebagian sabahat sebagai perjanjian yang berat sebelah dan merugikan umat islam. Sebagaimana disampaikan Umar ibn Khathab kepada Rosullulah SAW sesaat sesudah perjanjian di sepakati dengan kalimat yang sangat tidak menerima isi perjanjian tersebut " Kemudian Umar bin Khathab datang menemui Rasulullah dan berkata: "Wahai Rasulullah, bukankah engkau adalah utusan Allah?" Rasulullah menjawab: "Ya, benar!" Umar bin Khaththab berkata: "Bukankah kita orang-orang Islam?" Rasulullah menjawab: "Benar!" Umar bin Khaththab berkata: "Bukankah mereka orang-orang musyrik?" Rasulullah menjawab: "Ya, Benar!" Umar bin Khaththab berkata: "Jika demikian, lalu mengapa kita menerima kehinaan untuk agama kita?
"Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak menentang perintah Allah dan Dia tidak akan pernah menyianyiakanku." Mendengar Jawaban Rosulullah Umar-pun kemudian dengan kerendahan hati dan keimanan dan ketakwaaannya menyampaikan: "Aku selalu bersedekah, berpuasa, shalat, dan memerdekakan budak karena khawatir atas ucapanku tersebut, dengan harapan menjadi kebaikan."
Perjanjian yang dituliskan Ali Bin Abi Thalib (sebagai juru tulis) dalam pristiwa tersebut menuliskan beberapa kesepakatan antara Rosulullah SAW dan Perwakilan Bani Quraisy Suhail bin Amr diantara isi perjanjian tersebut antara lain:
- Keduanya bersepakat untuk menghentikan perang selama sepuluh tahun, masing-masing pihak saling memberikan rasa aman dan saling menahan diri atas pihak lainnya selama jangka waktu tersebut.
- Barangsiapa di antara orang-orang Quraisy datang kepada Muhammad tanpa seizin walinya maka ia harus dikembalikan kepadanya,
- barangsiapa di antara pengikut Muhammad datang kepada orang-orang Quraisy maka ia tidak harus dikembalikan kepadanya,
- kita harus patuh dengan isi perdamaian, tidak ada pencurian rahasia dan pengkhianatan,
- barangsiapa yang suka dengan perjanjian Muhammad maka ia masuk ke dalamnya, dan barangsiapa yang suka dengan perjanjian orang Quraisy maka ia masuk ke dalamnya."
- Engkau (Muhammad) harus pergi dari tempat kami tahun ini dan tidak boleh masuk ke Makkah. Dan di tahun yang akan datang, kami akan keluar Makkah, setelah itu engkau dan sahabat-sahabatmu boleh memasuki Makkah, dan engkau boleh berada di sana selama tiga hari dengan membawa senjata seperti halnya musafir yaitu hanya pedang berada di sarungnya dan tidak boleh membawa senjata selain pedang.
Dua tahun berselang setelah perjanjian Hudaibiyah disepakati, terjadi pelanggaran yang dilakukan kaum quraisy dengan melakukan dukungan persenjataan kepada Bani Bakr dalam penyerangan terhadap kabilah Khuzaah yang dalam masa perjanjian disepakati lebih memilih mengikuti atau tergabung dalam kesepatakan golongan yang disepakati Muhammad bin Abdullah dan meninggalkan kaum quraisy. dengan kata lain pada perjanjian Hudaibiyah Kabilah Bani Khuzaah dengan ketetapannya mereka menjadi sekutu umat islam di Madinah. Sedangkan pada pihak penyerang Bani Bakr merupakan sekutu utama Quraisy yang ketika pristiwa penyerangan mendapat sokongan persenjataan. Sehingganya Perjanjian yang direncanakan berjalan hingga sepuluh tahun dengan sendirinya runtuh akibat pelanggaran yang dilakukan oleh kaum Quraisy.
Menjadi titik utama perjanjian berakhir adalah ketika Saat Bani Ad-Dail dari kabilah Bani Bakr menyerang Kabilah Khuza'ah di Mata Air Al-Watir pada malam hari, mereka berhasil menangkap seorang lelaki dari Kabilah Khuza'ah bernama Munabbih yang berjuluk berhati lembut. Saat itu dia sedang keluar bersama seorang temannya, Tamim bin Asad. Munabbih berkata kepada Tamim bin Asad, "Wahai Tamim, selamatkanlah dirimu sendiri. Tinggalkanlah aku, sesungguhnya aku akan mati. Baik mereka membunuhku atau membiarkanku. Sungguh hatiku telah hancur luluh." Tamim bin Asad pun pergi dengan cepat untuk menyelamatkan diri. Bani Ad-Dail dari Kabilah Bani Bakr menemukan Munabbih lalu membunuhnya. Pada waktu Kabilah Khuza'ah tiba di Makkah, mereka berlindung di rumah Budail bin Warqa' dan di rumah mantan budak mereka, Rafi. Tamim bin Asad lalu memohon maaf atas tindakannya meninggalkan Munabbih.
Peristiwa itu pada akhirnya membuat Kabilah khuzaah melaporkan peristiwa penyerangan sekutu Quraisy Bani Ad Dail dari Kabilah Bani Bakr dengan mengutus Amr bin Salim dari Khuza'ah dari Bani Ka'ab pergi ke Madinah untuk menemui Rasulullah untuk meminta pertolongan dan kemudian ada kelompok kedua Budail bin Warqa' dan beberapa orang dari kabilah Khuza'ah pergi ke Madinah untuk menemui Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Setibanya di Madinah, mereka melaporkan kepada beliau apa yang menimpa kepada mereka dan tentang dukungan Quraisy terhadap Kabilah Bani Bakr dalam menyerang mereka, lantas mereka kembali pulang ke Makkah.
Sedangkan dipihak Quraisy tidak mengetahui peristiwa pelaporan tindakan yang dilakukan Kaum Quraisy terhadap Kabilah Khuza'ah, sehingga pada akhirnya mereka menyadari Budail bin Warqa berangkat ke Madinah untuk melaporkan peritiwa di Al- Watir kepada Rosullah di Madinah. Sehingga Abu Sufyan bin Harb ayah Ummu Habibah untuk berangkat ke Madinah dan berupaya mempertegas perjanjian yang sebelumnya disepakati berjalan selama sepuluh tahun.
Namun upaya itu mengalami kegagalan meskipun Budail bin Warqa telah menemui Putrinya yang juga merupakan istri dari Nabi namun mengalami penolakan, kemudian ia juga menemui Abu Bakar dan Umar Bin Khathab untuk menegosiasikan hal yang diinginkan tetapi mendapat penolakan, kemudian ia bertemu Fatimah istri Ali Bin Abi Thalib yang didalamnya terdapat Hasan Bin Ali yang masih kecil dan menyampaikan hal yang sama namun juga tidak mendapat response, Ali Bin Abi Thalib hanya berpesan agar kaum Quraisy untuk menjaga keselamatan bagi segenap manusia.
Respons yang dilakukan Rosullah adalah dengan segera menyeru kepada segenap kaum muslimin untuk segera menyiapkan perbekalan yang terbaik untuk melakukan perjalanan ke Makkah. Sehingga akhirnya Makkah ditaklukan, peristiwa tersebut di kenal dengan Fathul Makkah (Peristiwa pembebasan terhadap Makkah) pada tahun 630 Masehi (8 Hijriah) pada peritiwa tersebut Nabi Muhammad SAW bersama 10.000 muslimin berhasil menaklukan Kota Makkah tampa pertumpahan darah (perang terbuka) dan memberikan keamanan bagi penduduk Makkah yang selama ini memusuhi beliau dan umat Islam dan hanya menghukum beberapa orang yang akan diadili atas kesalahannya sebelum Fathul Makkah banyak diantara dari mereka yang diampuni dan adapula yang harus menerima keputusan pengadilan yang sudah ditetapkan, diantaranya :
- Abdullah Bin Saad, diampuni
- Abdullah bin Khaththa dan dua orang penyanyi milikinya Fartana, diadili dan Temannya, diampuni
- Al-Huwairits bin Nugaidz bin Wahb bin Abdun bin Qushay, diadili
- Miqyas bin Hubabah, diadili
- Sarah mantan budak salah seorang dari Bani Abdul Muthalib, diadili
- Ikrimah bin Abu Jahal, diampuni
- Ummu Hakim binti AlHarits bin Hisyam, diampuni
- Al-Harits bin Hisyam, diampuni
- Zuhair bin Abu Umaiyyah bin Al-Mughirah, diampuni
Adapun kaum musyrikin yang terbunuh saat peritiwa Fathul Makkah diantaranya adalah Ibnu Al-Atswa' Al-Hudzali oleh Khirasy bin Umaiyyah dari Kabilah Khuzaah, setelah nabi mengeluarkan perintah untuk menjaga Makkah sebagai tanah harram dan meminta kaum muslimin menghentikan pertumpahan darah bahkan hingga pelarangan penebangan pohon di tanah harram (Makkah) setelah mendengar pristiwa ini Rosullal memberikan hukuman terhadap Khirasy bin Umaiyyah dan membayarkan diyat 100 Ekor Unta akibat peristiwa itu tersebut kepada ahli waris meskipun pada saat itu Khirasy bin Umaiyyah tidak mengetahui perintah larangan tersebut karena tidak mendengarnya saat Nabi memerintahkan hal tersebut.
Kekuasaan absolut atas Makkah telah menjadi kekuasaan yang dimiliki umat Islam. Namun nabi Muhammad tetap menjadikan Madinah sebagai tempat tinggal dan pusat pemerintahan islam. Ritual haji yang merupakan ritus yang telah dilakasanakan dari masa jahiliyah masih dilaksanakan hingga pada Musim Haji Tahun 9 Hijriah /931 Masehi bagi mkaum musryikin arab meskipun pada esensinya berhala-berhala mereka sudah tidak ada di seputaran Ka'bah yang saat pristiwa fathul makkah telah hancur tidak bersisa, sehingga pada tahun tersebut Rasulllah memiemrintahakan kepada Ali Bin Abi Tahalib untuk menyampaikan pesan kepada jamaah haji.