Lihat ke Halaman Asli

Hedonisme dan Gaya Hidup Mahasiswa Zaman Sekarang

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. [1] Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia. ( http://id.wikipedia.org/wiki/Hedonisme )

Hedonisme : Pandangan hidup yang mengejar kesenangan (Kamus Besar Bahasa Indonesia Modern).

Dari Kesimpulan diatas dapat kita tarik pengertian bahwa hedonisme adalah pandangan hidup yang mengejar kesenangan materi saja dan seseorang akan bahagia apabila dia mendapat materi yang cukup berlimpah dan kesenangan merupakan tujuan dari hidup mereka.

Lantas? Apakah ini yang sering dikatakan orang "ini baru hidup". Uang banyak, harta berlimpah, mobil merek eropa dan tinggal di pemukiman elit. Jujur, saya hidup di lingkungan yang mayoritas buruh dan para pekerja keras, keras dalam arti ini mereka benar-benar bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu dan menghargai uang, meskipun uang lembaran seribu rupiah yang lecek. Mungkin, para kaum-kaum "di atas"  sana menganggap uang seribu rupiah sebelahn mata "halah, uang seribu ini, paling juga buat bayar parkir". Tetapi dalam lingkungan saya uang seribu rupiah adalah uang dan nilainya sama dengan uang seratus ribu rupiah. karena saya beranggap tidak ada seribu maka tidak ada seratus ribu. Lantas, apakah kaum "di atas" berpikiran sama? Saya rasa tidak.

Pola hidup hedonisme yang erat dengan gaya hidup mewah, boros dan selalu memakai barang-barang bermerk luar negeri terkesan jauh dari kata sederhana dan hemat. Tempat saya kuliah tidak luput juga dari gaya hidup hedonisme, sampai-sampai ada istilah "kalo mau dapet cewek buat jadi pacar mesti bawa mobil" lalu bagaimana nasib kawan-kawan saya yang indekost? Mereka hanya di beri jatah bulanan oleh orang tua mereka, itupun kalau kiriman datangnya tepat waktu atau bagaimana dengan saya yang pulang-pergi kuliah naik bus kota. Tidak pantas juga mendapatkan pacar? Padahal perempuan yang mau berpanas-panasan naik bus kota adalah perempuan yang berhak naik mobil saya kelak. Ini prinsip yang saya pegang sampai saat ini.

Atau, saya juga ingin menyoroti tingkah laku teman-teman saya yang hobinya pergi ke klab malam, dugen dan sebagainya. Jujur, daripada pergi ke klab malam saya lebih suka tidur atau menonton sepakbola bersama tukang ojek di pangkalan ojek dekat rumah saya sambil mendengarkan cerita para tukang ojek betapa susahnya mendapatkan penumpang atau mendegarkan teman-teman saya yang menjadi buruh pabrik tentang kenaikan upah UMR. Saya juga heran dengan tingkah laku teman-teman saya yang jikalau masuk kuliah hanya membawa buku binder tok! Hanya satu buah pulpen untuk alat tulis tanpa diktat atau bukun penunjang lainnya. Pernah terbesit di benak saya "apakah, mereka lebih pintar dari saya?" "sehingga mereka tidak butuh buku penunjang lagi untuk belajar". Untung lamunan saya disadarkan dengan teman saya yang berpendapat begini "orang kaya, wajar kalo kuliahnya suka-suka" "lah kita, kuliah suka-suka bisa meninggal" untuk pendapat ini saya setuju karena saya dan teman saya kuliah untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik bukan untuk nongkrong atau membicarakan harga velg mobil dan besok malam ada undangan party dimana, dan karena saya sadar bahwa biaya kuliah itu tidak murah.

Sebegitunya kah gaya hidup hedonisme? Sampai meracuni Mahasiswa yang notabenenya adalah agen perubahan. Pantas saja ada di Jakarta lebih banyak pusat perbelanjaan daripada taman kota, lha wong gaya hidup konsumtifnya sudah menjalar sampai ke mahasiswa yang harusnya kuliah dan kuliah saja serta di selingi dengan berorganisasi tanpa harus berpikir pakai baju apa dan pakai sepatu merk apa.

Saya berharap untuk Gubernur Jakarta yang baru meminimalkan pembangunan atau mungkin satu tahun hanya boleh ada satu pusat perbelanjaan di seluruh Jakarta, kalau bisa menghancurkan pusat perbelanjaan di Jakarta yang menjadi sumber macet jalanan jika ada diskon akhir tahun. Serta perbanyak taman kota dan proyek - proyek penghijauan untuk Jakarta, sukur-sukur ada jalur khusus sepeda di jalanan seluruh Jakarta.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline