Perjalanan ke Papua sungguh tak terlupakan. Betapa tidak, negeri paling timur di Indonesia yg dipersepsikan sangat terbelakang, ternyata salah besar. Negeri ini sudah maju dan potensi kedepan akan lebih maju lagi.
Dalam perjalanan ke Papua untuk mencari kebakaran dan dampak kebakaran hutan di Papua (di kisahkan di Part 1), kami transit di Bandara Sentani Jayapura. Bandaranya cukup besar. Mampu mendaratkan Garuda Boing 737 900 atau bahkan pesawat lebih besarpun memungkinkan. Kepadatan penerbangan di Bandara ini juga cukup tinggi. Terlihat kerapihan dan kebersihan di bandara ini. Selain warga biasa, beberapa expatriat terlihat diantara para penumpang pesawat.
Keteraturan sebuah kota biasanya tercermin dari bandaranya. Saya membuktikannya di kota Merauke. Kota kecil tepat berbatasan langsung dengan Papua Nugini, Bandara di Merauke pun cukup besar untuk sebuah kota kabupaten. Rapi dan teratur. Kotanya juga rapi dam ramai. Segala fasilitas di kota ini tersedia. Supermaket, salon bahkan panti pijat 😃 .
Tak cukup sampai disini kekaguman saya terhadap negeri Papua ini. Ketika ke kota Asiki yg berjarak hampir 300km dari Kabupaten Merauke, hampir seluruh perjalanan sudah mulus berlapis aspal.
Tentu saja pemandangan ke Kota Asiki sangat asyik. Terkadang melewati rimbunan hutan, sungai yang berkelok, hamparan kebun yang luas, bukit yang sambung menyambung. Intinya mata disajikan dalam panorama eksotis yg sulit terlupakan.
Panjangnya perjalanan ke Kota Asiki tak terlalu mengkuatirkan khususnya soal ketersediaan makanan. Beberapa lokasi di sepanjang perjalanan sudah tersedia. Banyak pedagang makanan yang menyediakan berbagai makanan. Juga tak perlu meragukan kehalalannya khususnya bagi umat muslim. Para pedagang makanan kebanyakan pendatang dari Pulau Jawa yang beragama Islam. Katanya ayamnya potong sendiri secara Islam.
Sesampai di Kota Asiki, selain mencari tau tentang kebakaran hutan yang di gembar-gemborkan sebuah LSM asing, saya penasaran juga dengan kehidupan masyarakatnya.
Secara khusus saya memperhatikan masalah toleransi. Di Asiki di dominasi oleh warga Kristen, walaupun demikian, sangat terasa harmonisnya penduduk di Kota kecil ini. Kebetulan saya berada di kota ini pada hari Jumat. Di Kota Asiki ini ada sebuah masjid yang di bangun oleh Korindo. Lumayan besar Masjid ini. Mampu menampung hingga 1000 jamaah. Masjid ini sangat penuh pada waktu solat Jumat. Tak ada bedanya dengan masjid-masjid di pulau Jawa yg dipadati ketika sholat Jumat. Masjid ini sangat lengkap fasilitasnya, mulai dari halaman yg luas, ada sekolah Paud dan bahkan disini juga dilengkapi madrasah. Disamping Masjid ini, bahkan dibangun taman yang sangat luas dan Indah sebagai tempat bermain anak anak dan warga Asiki. Terasa tak berada di Papua ketika berada di lingkungan ini.
Bagaimana kehidupan ekonominya? Kami sempat mampir di sebuat pasar di Kota Asiki. Kata para ekonom, untuk memastikan bergeliatnya ekonomi sebuah tempat, datangilah pasarnya. Di Kota Asiki ini, pasarnya sangat ramai. Ratusan Pedagang berbagai hasil pertanian menjajakan hasil perkebunannya dan pembelinya juga ramai. Dagangan yg di jajakan terlihat sangat segar. Saya membeli se-tandang pisang. Rasanya asli. Manis. Bukan hanya hasil perkebunan di pasar ini karena ada juga yang menjual tekstil, dan kebutuhan pokok lainnya.
Penduduk di Kota Asiki memang sebagian besar adalah bertani. Baik sebagai petani penggarap ataupun pemilik lahan. Mereka umumnya pekerja keras dan menikmati hidup. Sebagian juga masih berburu. Untuk pekerjaan berburu ini perlahan mulai ditinggalkan, walaupun beberapa warga mengatakan masih melakukannya karena hobby.
Selain bertani, warga di Kota Asiki juga mulai mengembangkan peternakan ayam. Peternakan ayam ini cukup menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan protein. "Ayam banyak dibeli pedangang bakso" ungkap alax yang menjadi peternak ayam pedaging di kota ini.