Lihat ke Halaman Asli

kang im

warga biasa yang hobi menulis

Kebangeten (02)

Diperbarui: 2 Februari 2025   07:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber ft. ilustrasi: dok. pribadi kangim/ semoga para pembaca selalu dapat berkah dan sukses di bidangnya.

Ganteng. Loyal. Perhatian. Santun. Tapi belum mapan, alias masih miskin. Itulah potret seorang Bagong, pemuda paling galau di kampung Kebangeten, Nagari Ngalem-Ngalem, kala itu. Ia baru putus, tepatnya diputusin mantan bakal calon istrinya.

Tragis memang, tapi itulah jalan hidup orang paling kocak di kampung Kebangeten itu. Padahal, ia sudah sejak SMP merajut hati dengan pujaan hatinya, Siti Plekenut Mutmainah. Mereka putus gara-gara mantan bakal calon mertua.

Suatu waktu, secara tiba-tiba, Bagong diminta datang ke rumah kekasihnya. Permintaan itu tidak bisa ditawar, harus saat itu juga. Apalagi, kondisi Bagong lagi pusing mikir sekripsi, tepatnya revisian sekripsi, berkali-kali. Itu tidak biasa, aneh.

Bocah humoris itu sempat mikir khas cowok: ada salah apa dengan ceweknya, hingga orang tuanya turun gunung. Padahal, ia sedang baik-baik saja dengan kekasihnya, jarang berantem. Harmonis, istilah dalam rumah tangga.  

Namun, karena sudah cinta mati, permintaan itu diamini, tanpa syarat. Saat itu juga, ia pergi ke rumah kekasihnya. Modalnya hanya yakin dan motor tua, warisan dari almarhum ayahnya.

Mahasiswa semester akhir ini hidup sebatang kara, orang tuanya sudah meninggal. Sejak SMP sudah ditinggal ibunya, saat SMA ayahnya meninggal juga. Ia kuliah karena beasiswa, beasiswa miskin berprestasi maksudnya. Ia juga tidak begitu paham, yang dihargai itu status miskinnya atau prestasinya.

Nagari Ngalem-Ngalem memang suka abu-abu, kurang tegas. Sehingga, terkadang, kerja keras seseorang akan kalah oleh orang dalam. Ini di Nagari Ngalem-Ngalem, tempatnya Bagong. Tidak tahu kalau di negara lain, mungkin, bisa sama, juga bisa tidak.

*****

"Dua hari lagi, kamu nikahi anak saya! jika tidak, maaf, lebih baik putus. Hampir 10 tahun kalian menjalin kisah, tapi tanpa arah (kepastian)." Tegas ayah kekasihnya, saat berkunjung ke rumah mantan bakal calon mertua, kala itu.

Tak pelak, kalimat itu sangat mengiris hati Bagong, terasa pedih, tapi tidak berdarah. Kalimat itu seperti samurai berkarat yang menancap ke jantung, menumbangkan, tapi tidak kunjung menjemput nyawa. Makin sakit rasanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline