Lihat ke Halaman Asli

Pengunduran Diri Setya Novanto adalah Inspirasi

Diperbarui: 17 Desember 2015   15:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“..Saya memutusken untuk menyatakennn ( tarik nafas dan melihat audiens)......berhenti dari jabatan saya Presiden Republik Indonesia terhitung sejak saya bacaken pengumuman ini, pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998”

Dan seterusnya.

****

"Kami mengapresiasi keputusan Setya Novanto yang memilih mundur sebelum MKD memberikan keputusan sidang etik. Setidaknya revolusi mental yang didengungkan oleh pemerintahan Jokowi ada yang memahaminya, termasuk SN," tutur kata Rochmad Wahab, Ketua Forum Rektor Indonesia di Universitas Negeri Yogyakarta, Kamis, 17 Desember 2015.

Ujaran Rochmad Wahab mensikapi keputusan Setya Novanto untuk mundur dari jabatan selaku Ketua DPR RI sebelum keputusan majelis MKD dibacakan sebagai sesuatu tauladan yang patut dicontoh oleh pihak-pihak yang dianggap publik tidak memenuhi ekspektasi. Kenapa publik? Karena memang publik yang dimaksud adalah sejumlah mereka yang mengatasnamakan elemen-elemen tertentu dan menyerahkan –misalnya sejumlah kardus dari hasil voting atau mosi terkait ketidakpercayaan kepada Setya untuk menjalankan fungsi dirinya sebagai ketua dari dewan yang mengurusi legislasi, penyusunan anggaran dan pengawasan.

Setya di anggap tidak berkompeten dan memiliki etika sebagai ketua dewan. Demikian substansi yang menyeruak dari sekian hari riuh ditabung kaca yang diumbar ke publik setiap hari. Publik disuguhi tontonan pinggiran yakni tontonan yang tidak menjelaskan subtansi yang terkait langsung dengan publik. Padahal publik yang hening berharap PT. Freeport Indonesia mengembalikan hak-hak Indonesia untuk kemudian dimbil keuntungan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat ketimbang Setya dicopot atau tidaknya.

Dan memang itu yang diseting sedemikian rupa oleh gerombolan penyamun mengatasnamakan dirinya sebagai elit, baik elit politisi, eksekutif seperti jajaran pelaksana kebijakan dan kaum-kaum oportunis yang mengatasnama dirinya sebagai tokoh-tokoh papan atas di Indonesia.

Indonesia yang belum keluar dari lubang yang sama selama puluhan tahun ini tidak menjadi concern mereka itu. Mereka abai dengan fakta-fakta betapa harga sembako melejit tidak karuan dan janji penyelenggaraan negara yang lebih baik. Sebagian rakyat yang berada di etelase dipergunakan elit untuk menggiring persepsi dengan kemampuan menulis. Teknik yang ciamik, jujur saja.

Rakyat-rakyat etelase ini dengan haqqul yaqin mengatakan semua baik-baik saja dan memberikan apresiasi atas teknik yang berhasil menyihir tersebut.

Pasca Setya Novanto mengumumkan pernyataan pengunduran dirinya membuat penulis terkenang kembali momen-momen dramatis di tahun 1998 dimana gesture Soeharto yang terlihat menyangga badannya dengan gamang dan memegang kertas yang berisi kalimat-kalimat yang disusun oleh Prof. Yusril Ihza Mahendra saat itu.

Betapa pekik kerinduan atas masa depan yang –katanya jauh lebih baik seakan merobek langit diatas atas Senayan. Ribuan demonstran dan aparat memiliki ruang masing-masing. Hari-hari yang sebelumnya diisi dengan tangisan, rasa perih, amarah dan adu ototan menjadi seperti dikejutkan dengan ledakan mengejutkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline