Lihat ke Halaman Asli

Oh, Budi Waseso Sayang, Budi Waseso Malang!

Diperbarui: 3 September 2015   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Mereka seakan tidak peduli kinerja Buwas (Budi Waseso) yang sudah mengungkap kasus korupsi besar. Ada apa? Sementara jika KPK disentuh sedikit saja para aktivis dan LSM antikorupsi teriak-teriak kencang. Apakah sikap diam mereka karena Bareskrim berniat akan membongkar aliran dana KPK ke sejumlah LSM antikorupsi tersebut, sehingga mereka merasa bersyukur Buwas dihabisi?" ujar Ketua Presidium IPW, Neta S Pane kepada ROL, Kamis (3/9).

****

Tentu saja Pane tidak sembarangan mengumbar pernyataan ketus dan beresiko tersebut kepada para penggiat HAM yang per hari ini sama sekali memang belum mengeluarkan pernyataan sikap terkait adanya kasak-kusuk jika Komjen Budi Waseso selaku Bareskrim Polri akan dicopot dari jabatannya karena dianggap menimbulkan kegaduhan yang menyebabkan perlambatan laju perekonomian Indonesia.

Perlambatan ini dikaitkan dengan upaya Buwas untuk membongkar sejumlah dugaan adanya praktek korupsi di Pelindo II yakni pengadaan simulator crane yang juga sempat menjadi trending topic akibat gaya RJ Lino yang marah-marah kepada Sofyan Djalil dan Jokowi. Dirut Pelindo II tersebut bahkan secara demonstratif di depan wartawan mengancam untuk berhenti dari jabatannya jika masih diperlakukan 'tidak semestinya' oleh aparat reserse kriminal khusus yang menyatroni ruangannya. Akibatnya 'aktifitas Pelindo II menjadi tersendat' yang kemungkinan mengakibatkan arus keluar masuk barang di pelabuhan menjadi lama sementara pemerintah sedang memacu proyek Dwelling Time yang berlarut-larut selama ini.

Buwas memang tengah menimbulkan banyak 'kegaduhan' sehingga membuat gerah rejim saat ini, misalnya pernyataan yang diungkapkannya mengenai adanya salah satu capim KPK yang berpotensi kuat menjadi tersangka. Kontan menimbulkan prasangka adanya upaya kriminalisasi jilid kedua oleh Polri ke tubuh KPK.

Setidaknya Buwas telah mampu menimbulkan rasa antipati yang luar biasa dari publik ke tubuh Polri. Publik menilai langkah-langkah yang diambil Buwas merupakan reaksi dari gagalnya Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri karena berdasarkan screening KPK memiliki sejumlah aset yang mencurigakan dan dianggap tidak patut untuk menjabat sebagai Kapolri.

Jika di tilik dari kisruh dan kuatnya aksi tarik menarik kepentingan pelbagai pihak saat itu bisa dibuatkan konfigurasinya yakni kuatnya upaya Teuku Umar untuk tetap memaksakan pelantikan Budi Gunawan dan membuat beberapa pihak Istana harus memutar dadu agar permainan tidak semakin gaduh. Perang pernyataan antara penggiat anti korupsi, Kompleks Senayan, Teuku Umar dan Istana Kepresidenan setidaknya menampilkan konfigurasi yang luar biasa rumit dibalik upaya-upaya pengusungan dan penjegalan, baik Budi Gunawan sebagai Kapolri atau para pimpinan KPK yang digelandang ke balik jeruji.

Buwas pada kasus penangkapan Bambang WIdjojanto di tuding menjadi salah satu pion yang melakukan manuver pada proxy war antara invisible hand (interes politis dari sekian sumber) dan KPK. Dan pria ini melakonkannya dengan sungguh-sungguh.

Pertanyaannya, apakah upaya pembongkaran indikasi adanya praktik korupsi ratusan milyar di Pelindo II dan ungkapan adanya salah satu capim KPK yang memiliki kemungkinan yang kuat untuk menjadi tersangka adalah sebuah manifes besar dari kepentingan-kepentingan tertentu?

Tudingan Pane kepada para penggiat anti korupsi yang bungkam dengan upaya Buwas untuk mengusut dugaan praktik korupsi di Pelindo dikarenakan adanya vested interes antara gerakan anti korupsi yang biasa disuarakan dengan sejumlah gelontoran dana dari KPK kepada mereka yang mana masih jelasnya friksi antara KPK dengan instansi kepolisian (baca: manuver Buwas)?

"KPK memberikan dana kepada LSM, apapun itu label agendanya, apapun alasannya harus diaudit, dijelaskan ke publik," kata Pane, dalam dialog publik 'Audit Kinerja KPK' di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Kamis (12/3/2015). Sebelumnya Neta pernah meminta Bareskrim Mabes Polri mengusut penggunaan bantuan dana komunitas KPK itu. Disinyalir dana itu mengalir ke 31 LSM. Namun belakangan tercium LSM seperti Indonesia Coruption Watch dan Pusat Kajian antikorupsi disebut-sebut menjadi LSM 'langganan' yang mendapat bantuan tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline