Lihat ke Halaman Asli

Peperangan Ini Tidak Akan Berakhir, Meskipun Belum Dimulai

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Mata itu tidak berhenti menyoroti sorak sorai gembira segelintir manusia berpesta demokrasi. Di sudut gelap dia menyebarkan sengit bau solidaritas atas nama hak asasi manusia. Musang dengan bulu hitam kasar dan anyir itu mengendap-endap. Ekornya menyeruput masuk kedalam,..dia belum siap mencakar..dia hanya siap mendenguskan nafas takut dan harapan palsunya.

Elang hitam mendecit di angkasa, berputar-putar melakukan manuver siaga. Awan yang beralih rupa setiap saat dari cerah biru merona menjadi gelap dengan mengelantungkan volume air yang siap tumpah ke bumi.  Kepakan sayapnya membentang ribuan meter. Kibasannya membuat angin dingin yang menjalar di tengkuk sang durjana musang hitam. Paruh tajam yang seakan menjadi guillotine bagi calon mangsanya. Menusuk dengan tanpa rasa sakit kecuali kematian akan menjemputnya.

Rentang antara musang dan elang hanya berjarak loncatan kaki berkali-kali. Kabut dan asap tidak menghalangi jarak mereka.

Toleransi dan hak asasi manusia adalah siulan dari angin yang kencang dari arah barat, hawa dingin membuat nyaris beku cairan otak. Musang terkikih dengan air liur disela-sela taring kotor berwarna kuning.

Sorak sorai terus berlanjut,....berlanjut dengan pekik takbir dan tahmid. Bungkus plastik toleransi tidak mampu menampung puji puja atas kebesaran Illahi.

Musang semakin menyusut tubuhnya. Rasa lapar dan keinginan merdeka membuat kesabarannya tercecer dibalik dengusan paru-paru basahnya. Tulang rusuknya semakin menyembul di balik bulu-bulu amis dan busuk.

Dilangit, elang semakin mengecil manuvernya, berputar,.....berputar.....terus berputar.

Sang waktu menderaikan rasa takut bagi musang atas nama detik, menit dan jam.....

Peperangan ini tidak akan berakhir, meskipun belum dimulai. Musang tetaplah musang...berjalan mengendap-endap. Menangisi keramaian dan menyukai rasa hening ketika manusia lunglai untuk peduli akan keabadian.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline