Lihat ke Halaman Asli

Gejolak Kawula Gulana atawa Hari Tanpa Pahlawan (The Noise of Lingsir Wengi)

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

begitu banyak yang ingin dituliskan disini...tapi justru itu yang menghambat laju kata bahkan membuat bingung harus atau sebaiknya yang mana...

tapi, sebagaimana sebaiknya dan seharusnya kata, ia sudah bertakdir untuk lahir dan mengalir berevolusi dalam rotasi dimensi waktu...

baiklah...kita mulai saja dari kata yang rela keluar mengawali...

malam...yah kata ini yang pertama ingin keluar setelah menang hompimpah dengan milyaran kata lainnya...kata ini yang mewakili sebuah jalinan waktu di dalam perhitungan manusia...malam adalah ruang dimana segala aktifitas manusia bahkan seluruh mahkluk dihimpun dalam sakralitas...seperti diorama mantra dalam monumen cerita yang dibangun para manungsa sejak dia mengawali nafasnya pertama kali di dunia...

(di winamp, terputar lagu - fly me to the moon- keroncong lounge)...

dan malam jugalah yang begitu bijak mengajari manusia tentang segala permenungan, ketenangan, kedamaian, bahkan cinta dan kasih sayang...kenapa harus malam? kenapa tidak siang? apakah permenungan, ketenagan, kedamaian atau cinta dan kasih sayang jauh dari terangnya matahari? bukankah matahari dianggap oleh manusia sebagai rangkuman dari segala sifat kedewaan? apakah karna malam selalu bersama bulan dan bintang, sehingga meskipun gelap namun ada kerlap-kerlip keindahan yang agung disana? apakah semua itu penyebabnya ataukah ada hal lain yeng lebih eksentrik untuk dijadikan alasan?...hhhh entahlah...bukannya tak mau memikirkan itu, hanya saja ada yang lebih patut ditunaikan sebagai insan individual dibanding tetek bengek diatas...toh sudah ada para filsuf yang sudah bernaluri memikir hal seperti itu...atau bahkan para uztadz selebritis yang setiap subuh mengumbarnya di televisi dan radio...

(di winamp, terputar lagu -aku ingin- puisi sapardi djoko damono)...

percakapan-percakapanku genapnya terjadi dimalam hari jua...angkringan, hik, warteg, diskotik, warung karaoke, taman hiburan, lokalisasi, cafe, mall, pijat plus...semua itu menyala benderang ketika malam...semarak dibawah langit...seperti jamur yang ditaburi bubuk fosfor...

percakapan malam adalah pahlawan bagi angin semilir, juga gerimis rimbun...karna dengan begitu, angin dan gerimis bisa berpadu dalam partitur para pujangga biru...yah, yang kemudian ia menjadi hitlist diribuan carik puisi, bagai ribuan pleton tentara menginvasi tenggorokan para peminum ciu bekonang...

(di winamp, terputar lagu -meli tuak-balawan)...

yah, begitulah malam...yang selalu melahirkan imajinasi bagi anak-anak bumi...yang selalu mengundang para alien untuk menyangkutkan diri di ranting-ranting atmosfir...yang selalu menyihir para biduwan dalam botol menjadi bidadari surgawi dipelupuk para pecinta...yang memberikan daya hebat pada batman dan vampire, bagai gadget android yang baru saja kena charge...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline