Lihat ke Halaman Asli

Bangsa Sabar

Diperbarui: 31 Mei 2016   19:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sabar. Perbuatan tak kasat mata yang dapat dilakukan oleh siapa saja.  Cukup dilakukan di dalam hati. Sabar pun telah terlaksana. Sebab  sabar ada pada ranah imajiner. Tidak perlu keluar  tenaga apalagi uang. Tidak seperti sedekah yang harus memberikan sesuatu atau menolong yang perlu pengorbanan. Karena sabar itu mudah.

Beruntung negara ini memiliki banyak orang sabar. Sabar atas pemerintahannya. Sabar dengan perilaku para elite berdasi. Sabar melihat sikap generasi muda. Sabar terhadap kebijakan-kebijakan yang berlaku. Apa jadinya bila negara ini tidak dihuni oleh orang-rang sabar. Mungkin akan lahir soekarno-soekarno baru yang siap berorasi membakar semangat rakyat atas ketidaksabaran kinerja “bos-bos rakyat”. Atau mungkin akan banyak pemberontak-pemberontakkan lahir seperti tragedi 98’ yang tidak sabar melihat kepemimpinan diktator. Syukur negara ini sabar.

Sabar begitu menyenangkan bagi kaum materealis. Karena mereka tahu betul bangsa Indonesia adalah bangsa sabar. Dijajah berabad-abad pun masih sabar. Apalagi sekedar “menyedekahkan” sedikit kekayaan alam. Atau sekedar memberikan singgasana kekuasaan. Jelas Indonesia akan dengan sabar menerima hal itu semua.

Menjadi berkah pula bagi industri hiburan di tanah air. Karena KPI begitu sabar membiarkan sekumpulan tontonan yang dapat menjadi isme-isme baru di kalangan masyarakat luas terus tayang di mesin kotak bergambar. Terus sabar menyaksikan banyak anak-anak yang terpengaruh oleh idola mereka.

Sabar sudah menjamur di setiap lapisan. Tak terhitung lagi berapa banyak para penyabar telah lahir di republik ini. Butuh berjam-jam mungkin jemari ini untuk menjabarkan siapa-siapa saja yang sudah sabar melihat negara ini. Alangkah bersyukurnya pejuang-pejuang dahulu jika bisa melihat apa yang mereka perjuangkan saat itu kini berbuah hasil. Tidak perlu lagi pertumpahan darah. Tidak perlu lagi berkoar-koar hingga urat leher putus. Sebab bangsa ini sudah menjadi bangsa yang sabar.

Semoga bangsa ini dan orang-roangnya bisa terus sabar hingga orang-orang ‘itu’ sudah tidak sabar lagi berada di bangsa sabar ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline