Lihat ke Halaman Asli

Duh... Malangnya Nasibmu Gadget

Diperbarui: 30 April 2016   20:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Jaman semakin canggih. Kebutuhan semakin mudah terpenuhi. Berbicara dengan orang yang berjauh-jauh mil bukan lagi sesuatu yang mustahil. Mengetahui apa yang sedang terjadi di belahan bumi lain dalam hitungan detik adalah sesuatu yang mungkin. Hidup terasa sedekat urat nadi sebagaimana Tuhan berada dekat dengan hamba-Nya, atau mungkin Tuhan tidak sedekat itu lagi?

Romansa Pak pos yang mengantar surat sudah tidak ada lagi. Rindu yang teruarai dengan lamanya waktu menunggu balasan surat pun hilang bersamaan dengan majunya teknologi bernama “gadget”. Semua tergantikan oleh cepatnya mesin pengirim yang disuguhkan oleh gadget. Tidak perlu bulan, minggu, hari, atau jam. Cukup beberapa detik saja pesan yang ingin kita sampaikan akan diterima oleh si penerima.

Semua terasa begitu mudah. Apalagi bagi anak kos yang mengalami dehidrasi dompet. Jemari akan dengan cepatnya mengirimkan kata-kata manis nan menarik hati agar segera dikirimkan uang. Bayangkan jika yang dipakai adalah media surat-menyurat entah seberapa besar derita yang dialami oleh anak-anak kos di luar sana. Perut lapar anak kos sudah pasti akan meronta-ronta meminta makan. Pasti.

Namun yang menarik dari adanya gadget adalah kini manusia berbondong-bondong memindahkan keeksistensiannya dari kenyataan menuju apa yang ktia sebut “dunia maya”. Banyak tulisan-tulisan menarik yang amat senang membahas persoalan ini. Keberadaan gadget seolah menjadi kambing hitam dengan penurunan jiwa sosial manusia. Gadget dituduh sebagai biang dari kecanduan manusia menyelami dunia internet. Padahal diciptakannya gadget semata-mata hanya untuk mempermudah aktiitas manusia. Tidak lebih.

Kalau sudah seperti ini, lantas siapakah yang berhak disalahkan? Gadget? Internet? Atau salah pak pos yang tidak pernah lagi mengirim surat? Bisa jadi. Mungkin pak pos lebih asyik mengirim surat lewat bbm dari pada mengantarkannya secara langsung. Emoticon lucu menggemaskan mungkin jadi penyebabnya.

Dewasa ini kehidupan memang tidak bisa lepas dari yang namanya gadget. Gadget bukan lagi kebutuhan sekunder yang bisa dialihkan begitu saja, namun kini menjelma menjadi kebutuhan primer yang seolah membuat manusia amat susah hidup tanpanya. Magnet cinta yang ditimbulkan dari hubungan bermanja ria bersama gadget dapat mengalahkan kecintaan sesorang terhadap kekasihnya sendiri. Kalau boleh dibuat judul sinetron mungkin judulnya seperti ini “Cintaku direbut gadget”.

Nuansa yang dihadirkan gadget juga mampu mengubah tatanan kebutuhan pokok manusia menjadi “sandang, pangan, papan, casan”. Keberlangsungan manusia modern hari ini tidak luput dari adanya gadget. Mungkin bisa ditambahkan lagi dengan slogan “Dari gadget, untuk gadget, dan oleh gadget.”

Jadi kalau ada yang menolak kehadiran gadget, mereka termasuk golangan dosa besar, munafik. Menolak gadget dengan dalih dapat merusak moral bangsa lah, membuat generas muda melupakan hakekat sebagai ana-anak lah, dan lah lah lain yang mendalihkan semuanya. Padahal diri sendiri masih saja menggunakan gadget.

Meski dihujat, dikritik, dan dicemoh sekalipun. Kita tidak bisa menolak keberadan dari gadget. Jika dikaitkan dengan misi kaum illuminati untuk mempropagandakan negera berkembang dan menguasai dunia, yah sah-sah saja. Toh mereka melakukannya dengan strtagei yang begitu cerdik -walau licik.

Apakah nasib gadget akan terombang-ambing di dalam keambiguitas sedangkan fungsinya tidak bisa lepas dari kehidupan. Sebagai bangsa yang memiliki nilai historis yang memegang teguh nilai-nilai luhur. Bukankah dengan adanya gadget jsutru mampu menghidupkan semboyan Bhineka Tunggal Ika karena dapat menyatukan berbagai suku ras dan agama yang berbeda-beda dalam satu komunitas yang beragam. Bukankah pula manusia Indonesia berpegang teguh dengan Pancasila sebagai pedoman hidup. Jadi ketika gadget memang diciptakan untuk tujuan yang buruk bukan jadi suatu masalah. Sebab kita punya Pancasila sebagai tamengnya.

Nah, sekarang tinggal bagaimana kita mempergunakan gadget secara bijak. Bukan menyalahkan keberadaannya. Jangan mau menjadi manusia yang hanya terbuai oleh kenikmatan sesaat. Gadget adalah teman sekaligus musuh. Tinggal kita mau memilih yang mana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline