Lihat ke Halaman Asli

Memperingati Hari (Bumi) Tempat Tinggal Manusia?

Diperbarui: 22 April 2016   17:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Bumi. Peringatan yang dilakukan setiap tanggal 22 April untuk memperingatkan seluruh umat manusia tentang konsdisi bumi saat ini. Bumi adalah titipan Tuhan bagi kita manusia untuk tetap dijaga. Melirik secara historis, lahirnya peringatan untuk memperingati “Hari Bumi” juga karena adanya kekhawatiran dari seorang Nelson atas kebocaran gas yang terjadi di California. Sehingga secara ontologis adanya hari Bumi sebagai bukti kepedulian manusia.

Karena bumi adalah milik bersama, maka sudah seharusnya yang menjaganya adalah semua yang ditinggal dan hidup di dalamnya. Peringatan hari Bumi harus dijadikan sebuah refleksi terhadap diri sendiri atas apa yang telah kita perbuat selama ini di bumi. Bumi hari ini adalah cerminan tindakan kita terhadap bumi. Jika polusi di mana-mana, banjir belum teratasi, sampah masih banyak berserakan, maka bisa disimpulkan sebagai manusia kita tidak merawat bumi dengan baik.

Saya tidak ingin membawa data, atau pun fakt-fakta terkait kerusakan dan pencemaran yang sudah terjadi di bumi. Sebab ini hanyalah sebuah curhatan dari seorang manusia yang hidup di bumi namun belum bisa memberika 'sesuatu'. Jadi apa yang ada di tulisan ini sifatnya subyektif.

Lanjut, sebagai orang yang dikatakan "Anak Muda" dan "Generasi Penerus Bangsa", jujur saya merasa malu dengan diri sendiri dan beberapa orang yang punya predikat sama dengan saya. Kenapa? Karena banyak dari mereka (termasuk saya) yang ucapannya sudah semanis madu, tetapi tindakannya tidak jauh lebih hina dari binatang. Contoh kecilnya adalah aktivitas merokok. Oke, di sini saya tidak mempermasalahkan merokok itu baik atau tidak, tetapi yang saya sayangkan dari para pecandu rokok itu adalah sikap mereka yang 'kebanyakan' membuang sisa puntung rokoknya sembarang. Katanya sih gak papa, soalnya hanya sampah kecil jadi tidak ada pengaruhnya bagi lingkungan. Itu kan hanya satu orang, bayangkan jika yang berpikiran seperti ada seribu orang. Akan ada seribu puntung rokok bertebaran di mana-mana. Nah, piye boss?

Sikap saling menyalahkan anatara pihak yang berkuasa (pemerintah) dan yang diperintah (rakyat) juga menjadi sebuah dilema yang menarik untuk ditonton. Entah yang mana berada dipihak salah atau benar. Yang jelas jika semuanya punya kepedulian dan niat untuk menjaga bumi, saya yakin konflik saling menyalahkan anatara pihak satu dengan yang lain tidak akan terjadi.

Pun sampai hari ini jika bertanya soal apa yang terjadi pada bumi hari, ada banyak sekali pertanyaan yang ada. Kita semua pasti ingin bumi yang kita tempati bisa terus ada. Langit tetap biru, alamnya hijau subur, hewan bebas berkembangbiak, udara segar mudah dihirup, dan harapn-harapan lain untuk bumi kita. Namun, saya melihat harapan itu masih jauh dari tindakan. Ketika sebagian yang lain sibuk membersihkan lingkungan, maka sebagian lain (dalam jumlah yang lebih banyak) dengan enaknya mengotorinya.

Jangan jadikan hari Bumi sekedar ceremonial belaka. Atau sebagai eksistensi di dunia maya agar orang-orang mengetahui bahwa kita peduli. Jangan hanya itu. Sebab yang akan hidup di bumi bukan hanya generasi kita saja. Generasi selanjutnya yang akan menempati bumi pun akan hadir dunia untuk merasakan betapa luar biasanya bumi. Jangan sampai anak cucu kita nanti menjadi pelampiasan kemarahan bumi akbiat dosa-dosa kita hari ini. Karena bumi bukan hanya milik kita. Jadikan ia sebagai pemicu kepedulian terhadap bumi.

Karena bumi adalah tempat seluruh makhluk hidup. Manusia yang sempurna secara akal dibanding makhluk hidup lainnya harus sadar posisinya bahwa sebagai manusia kita juga bertanggung jawab kepada semua makhluk dan generasi selanjutnya. Maka peringatan “Hari Bumi” pada hari ini adalah tanda bahwa bumi bukan tempat tinggal manusia sekarang saja. Melainkan titipan Tuhan untuk dijaga yang berhak dirasakan oleh seluruh ciptaan Tuhan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline